19. Kinderjoy

7.2K 1.3K 18
                                    

FOLLOW SEBELUM MEMBACA! & HAPPY READING!

.
.
.
.
.

G

lo memasukkan buku dan alat tulisnya ke dalam tas. Waktunya pulang sekolah telah tiba. Sepanjang waktu ia belajar, ia terus memikirkan pesanannya yang berada di tangan Aren. Sehari tak melihat makanan berwarna coklat, ia rasa buram matanya.

Coklat memang the best!

"Gue pulang dulu, ya," pamit Glo pada Maudy yang tengah membereskan alat tulisnya juga.

"Eh, gue nebeng dong, Glo," pinta Maudy.

Glorisa menghela napas pendek. "Lo tau sendiri, kan, motor gue di-service. Bawa mobil juga gak boleh," jelas Glo.

"Lama banget anjir, gak selesai-selesai motor lo," dengus Maudy.

Memang, hampir satu minggu ini motor kesayangan Glorisa berada di bengkel. Ia rela menunggu motornya yang sakit itu dibanding membeli motor baru. Papanya pun sudah menawari dirinya agar membeli yang baru saja. Tetapi, ia enggan. Motornya itu adalah motor pertama yang dibelikan Papanya sewaktu ia masih kelas 3 SMP. Toh, juga baru 3 tahun motor itu bersama dirinya. Masa iya, harus diganti yang baru.

"Oke, gue balik ya, Glo," Glorisa mengangguk.

***

Glorisa sudah menunggu Aren kurang lebih dua puluh menit. Tapi, manusia cap setan itu tidak kelihatan batang hidungnya sampai saat ini. Dengan penuh keterpaksaan, ia harus menelpon Aren.

Glo mengeluarkan ponselnya dari saku roknya, kemudian mencari nomor Aren di bagian arsipan pesan. Bukan siapa-siapa, jadi tidak perlu dipaku. Nomor manusia sejenis Aren lebih cocok untuk masuk arsipan pesan atau diblokir saja agar keamanan negara terselamatkan.

Glo memencet tombol telepon.

Setelah beberapa menit, akhirnya tersambung.

"Lo ke mana, sih?" tanya Glo sedikit berteriak.

"Kalo kangen tuh, bilang, jangan marah-marah atuh," jawab Aren di sebrang telepon.

"Gak ada kangen-kangenan! Cepet, bawa pesenan, gue!"

"Iya, Honey. Gue otw ke sana ya, tungguin pangeran tak berkuda lo ini ...!" ucap Aren dengan senyum sumringah.

Glorisa menutup panggilannya.

Tanpa sadar, ia menyunggingkan sedikit senyuman manisnya.

Ia kembali duduk di halte depan sekolahnya.

***

Tak lama, Aren datang bergotong-gotong membawa satu kantong kresek putih berlogo mini market itu. Rupanya ia berjalan kaki, karena tak ada tanda-tanda kendaraan yang Aren bawa.

"Nih." Aren menyerahkan kantong putih besar itu kepada Glorisa. Glo menerimanya dengan senang hati.

Glo terkejut ketika membuka kresek itu. Bukannya ada tiga biji kinderjoy, tetapi tiga puluh biji kinderjoy. Rupanya Aren sedikit menderita penyakit pikun.

"Lo ngapain, beli kinderjoy sebanyak ini?" tanya Glo keheranan. Seketika Glo melupakan pesanannya yang lain.

"Gak papa, buat lo semua," balas Aren tersenyum. Ia sedikit menyeka keringatnya yang mengalir di pelipis.

Tentu saja kegiatannya itu tak luput dari pandangan Glorisa.

"Lo beli di mana sih, sampe keringetan gini?" Glorisa menyodorkan tisu miliknya pada Aren.

"Mini market sebelah SMA Nusa Dua," jelas Aren.

Sontak Glorisa terkejut. "Lo gila, ya? Ngapain, jauh-jauh ke sana, besok, kan bisa."

Pasalnya, mini market itu lumayan jauh dari sekolahnya. Mana Aren jalan kaki pula, pasti kakinya pegal karena jalan terlalu jauh.

"Asal buat, lo. Gak papa, Glo," goda Aren.

Glorisa terkekeh. "Gombal, lo."

"Manis," gumam Aren ketika melihat tawa singkat Glorisa.

"Bye teh way, makasih, ya," ucap Glo tulus. Ia tersenyum manis pertama kalinya pada Aren.

"Sama-sama," balas Aren dengan menatap lekat Glorisa.

.
.
.
.
.

[JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN!]

TBC!

GLUKOSA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang