46. Ingkar

8.1K 1.1K 137
                                    

FOLLOW SEBELUM MEMBACA! & HAPPY READING!

.
.
.
.
.

Hari semakin larut, Glo pun tak sanggup menahan kantuknya. Ia senantiasa menangisi Aren yang tak kunjung ada kabar. Bahkan, Diana juga tidak mengabari apapun sampai sekarang. Bagaimana ia bisa tidur, makan saja ia enggan.

Begini rasanya kala dibuat khawatir dengan seseorang yang kita sayangi.

Glo hanya terus berdoa, matanya seperti ingin lepas, derai air mata tak kunjung berhenti. Perasaannya sungguh tak enak sekali. Ia tak mau jika pertemuannya dengan Aren seminggu yang lalu adalah pertemuan terakhirnya.

"Tidur dulu yuk, Glo. Besok pasti ada kabar baik dari Aren," ucap Arinda mencoba untuk menenangkan anaknya.

***

Di sisi lain ada Diana yang menatap anaknya haru. Tak kuasa ia menahan tangisnya, bahkan Danis pun tak segan-segan untuk mengeluarkan tangisan pertama kalinya. Anak satu-satunya itu, anak mereka yang sangat mereka sayangi itu terbujur kaku di brankar rumah sakit, dengan muka pucat serta luka-luka di wajah dan seluruh tubuhnya.

Diana dan Danis merasa gagal menjaga anaknya. Jika tahu ending-nya akan seperti ini, demi apapun mereka tidak akan mengizinkan Aren untuk mengikuti pertukaran pelajar.

Dokter dengan beberapa perawat memasuki ruangan otopsi yang Aren singgahi. Sang dokter menghela nafas berat sembari membuka hasil otopsinya.

"Dengan berat hati kami ucapkan, anak Bapak dan Ibu dinyatakan meninggal dunia hari ini, tanggal 14 Juli, pukul 21.35 WIB."

Sang perawat perempuan itu menutup tubuh Aren dengan kain putih khas orang meninggal yang berada di ruang jenazah.

"Nggak, Pah!" bantahnya sembari menyadarkan Danis dari tatapan kosongnya. Ucapan sang Dokter tadi membuatnya seakan-akan lupa dengan dunia.

"Anak aku ...!" Diana meraung-raung tangisnya. Anaknya, anaknya yang periang, tampan dan pandai itu kini sudah tidak ada. Anaknya sudah tidak bisa membalas ucapannya lagi.

Diana memeluk tubuh Aren erat. Air matanya menetes ke permukaan wajah Aren. Ia tak memperdulikan ucapan Dokter yang berkata anaknya sudah meninggal. Baginya, Aren akan selalu hidup dalam hatinya.

Danis memegang telapak tangan Aren. Hero-nya sekarang sudah pergi. Anak yang selalu mengusilinya di rumah itu sekarang sudah tak bernyawa lagi. Hanya ada perasaan penyesalan dalam hatinya sekarang. Ia berdoa dalam hati agar anaknya tenang dalam pangkuan Tuhan.

"Ikhlasin, Mah. Aren pasti udah bahagia sama Tuhan di sana."

Diana tak kuat menopang badannya, ia pingsan di topangan suaminya.

Danis menggendong Diana untuk direbahkan di brankar. Danis beranjak mengurus administrasi dan mengurus kepulangan Aren.

***

Keesokan harinya.

Hujan deras mengguyur kota Jakarta. Glorisa memandangi komplek rumahnya yang sudah basah terkena air hujan secara merata. Pikirannya masih tentang Aren. Tiap detik berganti tiap menit berganti pikirannya tentang Aren semakin buruk.

Glorisa keluar dari kamarnya. Ia menghampiri Vano dan Maudy di ruang keluarga. Memang keduanya itu menginap di rumah Glo semalam.

Vano melayangkan tatapan haru pada Glorisa. Ia tak tahu harus berkata apa padanya.

"Yang sabar ya, Glo. Tuhan lebih sayang sama Aren," ucap Maudy lirih.

"Apa maksud lo? Jangan aneh-aneh, Dy. Aren gak kenapa-kenapa!" bantah Glo. Ia sudah meneteskan air matanya kembali.

Vano mendekat ke arah Glorisa. Ia mengelus lengan Glo pelan.

"Aren udah nggak ada, Glo," lirih Vano. Ia berucap dengan meneteskn air mata. Temannya, teman yang sangat mengerti dan  sejalan dengannya itu kini tiada. Meninggalkannya sendiri dengan penuh kenangan.

Glo mengusap air matanya yang berderai.

"GAK MUNGKIN!" teriak Glo keras. Ia berlari keluar dari rumah. Tanpa sadar ia berlari kencang tanpa memperdulikan derasnya air hujan. Hujan deras dengan badai yang kencang itu menerjang dirinya. Air matanya kini tertutupi dengan derasnya air hujan. Ia tak memperdulikan teriakan Mama dan temannya. Ia hanya berlari kencang agar cepat sampai di rumah Aren.

"Lo ingkar, Ren. Lo bilang, mau pulang buat ketemu gue. Nyatanya, lo pulang buat ketemu Tuhan," batin Glorisa menangis.

.
.
.
.
.

[

JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN!]

TBC!

GLUKOSA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang