Jakarta, 17 Juli 2017
Mataku terbuka lebar, namun penglihatanku masih buram. Kepalaku masih terasa nyeri, aku tidak kuat untuk duduk. Aku menoleh ke kanan. Ada lima brankar yang berjejeran di sebelah. Hingga akhirnya aku mendapati sosok pria yang sedang berbaring dengan earphone di telinganya. Kakinya yang panjang ia silangkan, sehingga kaki kirinya tertimpa oleh kaki kanan. Kedua tangan kekarnya ia gunakan untuk menopong kepala. Matanya terpejam. Dia masih mengenakan baju yang sama dengan terakhir aku melihatnya, hingga akhirnya aku jatuh pingsan.
Tampaknya dia sadar saat aku memperhatikan dirinya cukup lama. Dan, dia menoleh ke arahku. Cepat-cepat dia bangkit dari tidurnya. Melepaskan earphone. Lalu mendekatiku.
"Udah bangun ternyata." Aku tidak menjawab. Dia membantuku untuk duduk.
"Terimakasih," kataku.
Dia menatapku lama. "Gimana? Udah mendingan?"
Lagi, aku tidak menjawab. Aku masih pusing.
"Pasti sakit banget, ya?" Dia bertanya dengan wajah sendu. "Maaf."
"Nggakpapa."
Lima belas menit sebelum kejadian.
Aku memilih basket sebagai ekskul wajib di sekolah. Padahal aku sama sekali tidak minat untuk ikut ekskul. Tapi untuk kelas 10 wajib memilih satu ekskul sebagai tambahan nilai di rapot nanti, katanya.
Ini hari petama ekskul basket berjalan. Dan, pertama kali aku gabung dengan perkumpulan seperti ini. Awalnya baik-baik saja. Aku mengikuti pemanasan dari merentangkan tangan hingga berlari kecil keliling lapangan. Lalu pelatih menyuruh kami mencari pasangan untuk nanti passing dan lainnya, setelah itu pelatih membagi kami ke dalam kelompok. Kita akan bermain sekarang. Aku deg-degan, ini kan pertama kalinya aku main. Kalau ada pelajaran olahraga pasti aku selalu kabur ke kantin dan tidak mau ikut serta dalam permainan bola basket. Aku tidak suka bermain basket dan tidak bisa. Itu alasanku.
Pasti kalian bingung kenapa aku memilih ekskul basket padahal aku tidak memiliki minat sama sekali dibidang itu. Akan aku jelaskan nanti.
Kami dibagi menjadi tiga kelompok. Satu kelompok berisi lima orang. Dua kelompok pertama akan main, dan yang menang akan bermain dengan kelompok tiga.
Aku ada di kelompok tiga. Tiba saatnya kelompokku bermain. Selama bermain aku tidak mendapat bola. Menyentuhnya dengan satu jari saja tidak. Lalu tiba-tiba tanpa sengaja kepalaku yang terkena bola. Tanganku tidak menyentuh bola, malah kepalaku yang mengambil alih. Rasanya sakit sekali. Pusing. Aku terjatuh, menutup mata, lalu pingsan.
Begitulah. Dua menit kemdian aku terbangun. Melihat teman-teman yang lain mengelilingi brankarku di ruang UKS. Mereka memberiku minum. Aku tak kuasa menahan nyeri di kepala. Hingga akhirnya mereka membiarkanku tidur di UKS. Dan setelah aku bangun, kulihat seseorang masih berada di dekatku. Aku pikir dia akan meninggalkanku seperti teman-teman lainnya. Ternyata tidak.
Cowok itu mengulurkan tangannya. "Gue Pradewa Ananta."
Aku mengangguk. Aku kenal dengannya. Lalu menyambut tangannya. "Lo?" tanyanya padaku. Aku lupa kalau harus memperkenalkan namaku juga padanya.
"Adiratna Betari Yungatara."
"Nama lo bagus," puji, Dewa.
"Thank's."
Sambil menunduk, Dewa berucap, "Gue merasa bersalah banget udah buat lo kayak gini. Sebagai permintaan maaf gue, hari ini gue traktir makan ya." Dia mendongakkan kepala, menatapku. "Ada restoran ayam panggang nggak jauh dari sekolah."
Duh, aku enggak bisa menerima tawaran baiknya.
Aku menggeleng. "Enggak usah. Lo udah gue maafin kok."
KAMU SEDANG MEMBACA
Betari dan Cerita 1 Tahun
Teen FictionDia mengulang kisahnya dalam sebuah tulisan.