Bagian 11 : Mereka Masih Bersembunyi

12 2 0
                                    

Siang itu benar-benar panas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Siang itu benar-benar panas. Dua gelas es teh saja masih kurang meredakan kekeringan yang terjadi di tenggorokanku hari itu. Aku, Aqueen, dan Ranu tengah duduk di kursi panjang koridor lantai satu. Sambil merenung. Tidak ada perbincangan diantara kami.

"Ran, dipanggil Pak Bowo. Di suruh ke ruang guru," ucap seorang laki-laki berkacamata, rambutnya rapi, juga seragamnya yang sama sekali tidak kulihat berantakan.

Ranu menatap aku dan Aqueen secara bergantian. Tapi setelah Aqueen mengangguk, ia bergegas pergi. Mengikuti si laki-laki berkacamata.

"Pak Bowo yang ngajar Fisika, bukan?" tanyaku. Aku belum banyak mengenal guru-guru, selain guru yang mengajar di kelasku.

"Iya kayaknya."

Aku mengangguk mengerti.  Lalu kuedarkan pandanganku ke setiap sudut di lorong. Juga pada tengah lapangan yang ramai oleh siswa-siswa yang sedang bermain basket. Awalnya aku ragu, apa yang sedang aku cari. Tapi setelah merenung beberapa saat, aku baru menyadari ketidak hadiran Dewa. Bahkan dia tidak dengan Ranu. Aku juga tidak lihat batang hidungnya sejak pagi tadi.

"Ngeliat Dewa enggak, Queen?" tanyaku.

Dia menggeleng. "Kita kan dari tadi bareng. Berarti sama-sama enggak lihat."

"Kenapa nyariin? kangen?" lanjut Aqueen.

Aku membulatkan mata. Lalu memukul lengannya. "Enggak!" Bibir Aqueen terangkat gembira. Matanya berubah sipit menggemaskan, dan tawanya begitu lepas. Ah, bisa-bisanya dia meledekku seperti itu.

"Diem Queen! Enggak ada yang lucu tau!" omelku kesal.

"Loh kok jadi marah?"

Entah saat itu mood-ku tiba-tiba buruk. Padahal Aqueen hanya bercanda gurau, tapi aku justru membalasnya dengan kekesalan.

Pradewa tidak menghubungiku apa-apa. Dia tidak bilang kalau dia tidak masuk sekolah hari ini—kalau dia memang tidak masuk. Tapi kalau dia masuk sekolah hari ini, kenapa wujudnya tidak ada. Sebelum pergi ke kantin, aku lebih dulu melintasi kelasnya. Dan memang indera penglihatanku ini tidak mendeteksi kehadiran Pradewa. Dan aku benar-benar merasa kehilangan Pradewa saat itu. Seperti anak itu ditelan bumi. Namun sebelum benar-benar ditelan bumi, ada notifikasi pesan masuk di ponselku. Dan itu dari...Pradewa.

Pradewa Ananta
Nanti jadi, kan, ke toko buku?
Kamu langsung ke parkiran aja yaa, aku tunggu di sana nanti. Okay?

Adiratna Betari Yungatara
Kamu enggak masuk sekolah ya?
Lagi di mana?
Aku jadi pergi ke toko buku.

Pradewa Ananta
Okay sampai ketemu di parkiran.


Dasar anak itu! Dia tidak menjawab dua pertanyaanku sebelumnya. Pura-pura tidak membacanya atau memang tidak ingin menjawab.

Betari dan Cerita 1 TahunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang