Bagian 3 : Rumah yang Hilang

39 5 0
                                    


🎶I know it's not comfortable
But just stay and pray for now
Thing's will change you stay a while
Someday you will find a home, find a home, yeah🎶

Sambil denger musiknya yaaa
Selamat membaca 😽

Wangi bumbu nasi goreng buatan Mama sudah menyebar keseluruh sudut ruangan di rumah. Bahkan sampai kamarku. Aku yang sedang siap-siap membereskan barang untuk latihan langsung deh, teralihkan jadi ke dapur. Aku memeluk mama dari belakang dan sesekali menciumnya, walau kadang dia menolak katanya masih bau. Tapi aku tidak peduli.

Mama itu selalu memastikan perut anak-anaknya terisi sampai kita kenyang. Seperti sekarang ini, dia masakin nasi goreng khusus untukku. Padahal tadi aku sudah bilang kalau sediakan susu aja, tapi Mama bilang harus makan dulu biar enggak lemes pas latihan, katanya. Alasan itu selalu dia pakai kalau anaknya enggak mau isi perut dengan nasi sebelum berkegiatan. Biasanya kalau pagi-pagi pas berangkat sekolah aku selalu nolak nasi masuk kedalam perutku, aku males soalnya kalau sudah sampai di sekolah tiba-tiba perutku jadi sakit. Dan berujung ke toilet. Buang air besar di toilet sekolah itu enggak nyaman tau, ditungguin murid lain.

Jadi aku bilang ke Mama, semenjak hari itu, Mama jadi kasih aku sarapan roti dengan susu. Ternyata Abang juga punya pengalaman yang sama. Dan akhirnya tidak ada nasi sebelum berangkat sekolah, hanya susu dan roti kulit, atau kadang makanan ringan lain yang cukup untuk mengganjal perut sampai siang nanti.

Tapi sekarang aku khawatir, kalau nanti aku sakit perut di lapangan, gimana?

"Dek, kamu selalu begitu. Ini kan udah siang, biasanya kamu sakit perut kalau makan pagi kan?" Mama menyodorkan sepiring nasi goreng buatannya padaku. "Sekarang makan dulu, ini udah Mama buatin."

Aku menatap makanan di depanku lama.

"Mama doa-in kamu enggak sakit perut nanti. Ini makananya dibuat pakai hati loh, Dek. Bukan pakai racun."

Aku menghela napas panjang. "Duhh, bukan begitu Ma." Ya mau tak mau aku makan juga nasi goreng itu. Bukankah menolak adalah suatu yang buruk, bahkan Mama sampai bilang kalau masakannya dibuat dengan hati. Jika aku menolaknya, maka aku benar menganggap makanan itu dibuat dengan racun. Aku jadi tidak enak hati sampai-sampai Mama punya pikiran seperti itu.

Aku menyantap nasi goreng dengan lahap. Enak sekali. Aku sedang tidak berbohong. Aku bersyukur hari itu bisa menikmati nasi goreng special buatan Mama yang dibuat dengan hati yang penuh cinta dan kasih. Nasi goreng ini dimasak dengan bumbu khas turun-temurun dari Nenek. Ditambah satu potong bagian tomat dan timun, lalu telur mata sapi setangah matang kesukaanku, dan terakhir ada bakso yang sudah dipotong kecil-kecil.

"Enak?" tanya Mama sambil melipat kain yang baru saja kering.

Aku mengangguk, tidak bisa berkata apapun. Ini benar-benar enak!

"Nanti berangkat pakai ojek atau diantar Abang, atau ... mau sama Mama?"

Aku menggeleng. "Nanti Adek sama teman, Ma. Dia naik mobil sama sopirnya, di jemput ke rumah."

"Ke rumah kita?"

Aku terkekah pelan. "Iya lah, Ma. Masa ke rumah Bu Samsir." Bu Samsir itu teman arisan Mama.

"Enggak usah ketawain Mama, Dek. Tadi cuma bercanda aja kali pertanyaannya." Wajah Mama tampak sewot. "Jam berapa perginya?"

Aku menoleh ke kamar Abang yang pintunya terbuka, di dekat pintu itu ada jam yang masih bisa aku lihat dengan jelas. "Sekitar jam dua, Ma." Saat itu masih jam setengah dua, hampir setengah dua.

"Ya udah, masih ada waktu untuk siap-siap ..." Mama menjeda beberapa detik ucapannya. "Dan ketoilet."

Dan, aku tertawa. Jangan ngeledek deh, Ma!

Betari dan Cerita 1 TahunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang