Bagian 5 : Tentang Takdir Tuhan

6 4 0
                                    

🎶 Do we even know?
If we're gonna live tomorrow 🎶
- Ridh

Aku sudah pusing rasanya. Sudah tiga kali aku berkeliling sekolah ini, tetap tidak kutemukan Aqueen. Aku tidak akan menduga kalau anak itu tidak masuk sekolah hari ini. Buktinya ada tas hitam motif panda di bangku tempat biasa dia duduk. Jadi, dia pasti masuk sekolah.

Di kantin juga tidak ada, di kelas apalagi, tidak ada. Di UKS juga tidak ada. Di perpustakaan juga tidak. Di taman...juga tidak.

Aku menyerah atas nama Aqueen. Aku menyerah.

Dan tiba-tiba.

"Hai!" Dia melambaikan tangan padaku. Mukanya semeringah. Apa-apaan, aku sudah capek mencarinya. Eh tiba-tiba dia datang dengan senyum lebar yang selalu membuatku mau tak mau membalas senyuman itu. "Katanya lo nyariin gue, ya? Ada apa?" Dia menghadapku.

"Siapa juga yang nyariin." Aku marah padanya karena sudah membuang waktuku hanya untuk mencarinya. Tapi akhirnya aku kalah, aku tidak bisa marah padanya lama-lama. "Iya, gue nyariin."

Dia tertawa, lalu menatap laki-laki disebelahnya. Aku sedikit bingung. Kenapa dia membawa anak laki-laki itu bersamanya.

"Ada apa memang, Tar?"

"Itu.."Sebenarnya tidak ada yang penting. Hanya aku ingiin melihat wajahnya saja, memastikan bahwa dia benar ada di sekolah hari ini. Walaupun ada tasnya yang aku lihat di kelas tadi, tapi tetap aku ingin memastikan bahwa raganya benar ada di sekolah. Aku bisa seperti anak hilang jika Aqueen tidak masuk sekolah, teman yang benar-benar dekat denganku hanya Aqueen. Yang lain itu belum bisa membuatku nyaman dalam lingkarannya. Bersama Aqueen aku bisa lebih cepat beradaptasi. "Enggak ada yang penting, Cuma nyariin aja." Dia tertawa. Begitu juga dengan laki-laki disebelahnya.

"Kangen yaa," ucapnya meledek namun aku diamkan saja.

"Tar," langkahku untuk masuk ke dalam kelas terhanti karena Aqueen memanggil. "My new boyfieee." Menunjuk sosok cowok yang sejak tadi ada di sampingnya. Bergandengan erat.

Hah? Aku menatapnya tak percaya.

Aqueen pacaran?

"Ranu?" Aqueen mengangguk, lali-laki bernama Ranu itu pun ikut mengangguk.

Waw! Aku tidak percaya. Dengan Ranu? Sungguh! Aku harus bahagia, atau harus sedih mendengar kabar ini?

Laki-laki berkacamata dengan kulit sawo matang dan gigi kelinci. Itu Ranu. Sosok kutu buku yang selalu menjadi bulan-bulanan siswa di sekolah. Bahkan, hampir seluruh murid di sekolah menjauhinya. Aku tidak tahu alasannya mengapa mereka begitu membenci Ranu. Dia baik, salahnya kebaikannya itu selalu menjadi ajang perbudakan oleh teman-teman lain.

Aku bahagia ketika Aqueen sudah bertemu dengan kekasih hatinya, tapi, aku sedih jika Aqueen lebih banyak menghabiskan waktu di sekolah dengan Ranu. Ya beginilah nasib jomblo.

"Tar, untuk hari bahagia iniiiiiii..." Dia menatap Ranu sekejap lalu kembali menatapku. "Gueeee bakal traktir lo makan!"

Aku tersenyum. Tentu aku mau!

"Tapiiiii...setelah ekskul ya. Kita enggak mungkin bolos ekskul, kan." Ia kembali lagi menatap Ranu yang ada di sebelahnya. "Kamu mau, kan? Tunggu aku selesai ekskul. Enggak lama kok, sampai jam 5 doang."

Ranu mengangguk. Sepertinya Ranu mendukung hobi Aqueen. Aku suka dengan pria seperti itu.

"Terima kasiiih sayangkuuuu." Ia memeluk erat lengan Ranu, lalu memberi kecupan di pipinya.

Aku tercengan. Ini gila! Ranu tampak malu-malu.

"Hei anak gadis ini di sekolah, tolong berlaku sewajarnya aja!" Ucapku. Sedikit risih dengan pemandangan dua insan tersebut.

Betari dan Cerita 1 TahunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang