Bagian 8 : Rumah Nomor 18

8 4 0
                                    

Aku sedang berada di tengah hiruk pikuknya jalan raya. Sudah hampir setengah jam tapi laju mobil yang Mama kendarai masih belum jauh dari perumahan tempatku tinggal. "Tumben ya macet banget." Sore ini aku baru pulang sekolah. Sengaja Mama jemput cepat karena kami akan ke rumah Mbak Yung dulu. Ada acara makan malam keluarga. Sekalian merayakan hari lahir Suami Mbak Yung yang sudah lewat empat hari lalu.

Di kursi belakang ada Uni Fay yang sedang memeluk putranya dan juga Abang yang sedang sibuk dengan handphonenya. Kebetulan hari ini ternyata Abang pulang lebih awal, jadi dia tidak akan menyusul ke rumah Mbak Yung dengan motornya seorang diri.

"Tadi di depan ada perbaikan jalan," jawab Abang atas pernyataanku sebelumnya.

Aku mengangguk mengerti.

"Gimana, dek, pelajaran hari ini?"

"Hari ini ada ulangan mendadak lagi, Ma."

"Terus gimana? bisa enggak jawabnya?"

Aku menghela napas panjang. "Sedikit..."

"Paling si Adek nyontek, Ma," tutur Abang yang asal nyambung aja.

"Enggak ya!"

"Jangan nyontek dong, dek," kata Mama.

Aku menatap Mama. "Maa..."

"Maksud mama, walaupun adek enggak nyontek tapi sebetulnya ulangan mendadak pun enggak masalah loh. Adekkan sudah belajar, materinya pasti sudah sering dibahas di kelas. Jadi enggak masalah. Tapi itu kalau adek bener merhatiin gurunya loh yaa...kalau adek enggak fokus ya mending pulang aja."

"Adek merhatiin kok, Ma. Tapi emang enggak nyangkut aja ke otak adek."

"Cuma mata adek doang itu yang perhatiin, tapi pikirannya melayang ke cowok, kan," ledek Abang yang setelahnya disambung dengan kekehan menyebalkan.

"Ish! Langit nyebelin banget dah jadi orang!" Aku menoleh ke belakang sambil menggerutu. "Turunin aja nih, Ma. Biar tau rasa jalan kaki sendiri ke rumah Mbak."

"Enak aja! Turunin dia aja, Ma."

Kami membuat kebisingan di dalam mobil. Jujur untuk memberi pukulan ke Abang sungguh sulit. Abang duduk tepat di belakangku. Untuk bisa tangan ini sampai ke lenganya itu aku perlu memutar balikan badan dulu dan menginjak jok mobil. Apalagi ukuran mobil Mama juga tidak luas, beberapa kali kepalaku terpentok atap mobil.

"Ssttttt!!!"

Sampai lupa kalau di dalam mobil kini juga ada anak bayi. Kegaduhanku dan Abang hampir membuat Savgar terbangun. Sebelum menerima kode dari Uni Fay, Mama sudah lebih dulu menarikku untuk duduk rapi.

"Di mobil masih aja berantem. Kalau terjadi yang enggak-enggak gimana? Duduk yang rapi, dek. Pasang seat belt-nya. Kamu juga, Bang!" tegur Mama dengan nada sedikit meninggi.

Beberapa menit setelahnya suasana tenang. Abang kembali sibuk dengan handphonenya. Uni Fay tertidur sembari memeluk Savgar. Aku masih setia menatap jalan raya.

Perlahan mobil juga motor di jalan melaju dengan lancar. Langit semakin gelap. satu persatu bintang mulai muncul. Bayangan bulan juga sudah terlihat. Lampu-lampu di jalan juga sudah mulai  menyala. Dan terdengar suara kumandang adzan.

Kami sampai di rumah Mbak Yung pada pukul enam lewat lima belas menit.

Seperti biasa, makanan sudah terhidang rapi di atas meja. Piring-piring kaca nan mengkilat itu sudah berjajar. Sendok dan garpu sudah di sediakan komplit beserta tisu. Menu kali ini benar membuatku tercengang. Lobster Saus Padang. Lobster menjadi menu langka di keluargaku. Ada rendang khas Padang. Mbak Yung ternyata juga menyiapkan soto betawi kesukaan Mama. Ada ayam goreng yang selalu menjadi menu wajib di keluargaku. Sop buah juga benar-benar menggoda seleraku.

Betari dan Cerita 1 TahunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang