Tiga.

56 19 0
                                    


    “Mas Awan! Jadi, siapa cewek itu??” gadis di samping Awan bertanya dengan nada ketus dan pandangan tajam yang tak lepas dari sosok Bulan. Dari wajah tak bersahabat yang ditunjukkannya, tampak jelas bahwa gadis itu tak suka ada gadis lain di rumah Awan.

“Dia...” Awan membuka suara dengan malas-malasan. Tapi belum sempat ia menjelaskan, Bulan sudah memotong omongannya terlebih dulu.

    “Bulan.. dari luar kota. Bulan bisa ada di kota ini karena Bulan salah naik pesawat. Bulan gak kenal siapa-siapa disini.. Bulan juga kena sial, Bulan dirampok. Semua barang-barangnya Bulan diambil. Dan.. Awan ini orang pertama yang Bulan temuin di kota ini selain rampok-rampok sialan itu. Makanya, Bulan minta bantuan sama Awan, supaya Awan ngizinin Bulan buat nginep disini sementara waktu. Paling nggak ya.. sampe Bulan bisa balik lagi ke kota asalnya Bulan..” Bulan menjelaskan panjang lebar dengan kepala masih tertunduk.

    Karina —gadis berambut panjang yang duduk di sebelah Awan, mendelik tak percaya dan menoleh ke arah Awan dengan tatapan minta penjelasan. Awan menghela napas malas.

    “Bener kok yang dia bilang. Gue ketemu sama dia, waktu gue gak sengaja liat dia lagi nangis sendirian di pinggir jalan deket tiang listrik. Dan ya.. gue rasa dia bener-bener butuh tempat tinggal. Jadi, gak ada salahnya kan kalau kita ngebantuin orang yang lagi kesusahan? Lagian cuma sementara waktu, kok. Dia gak ngerepotin gue juga.” ujar Awan sambil sesekali menguap. Sebenarnya laki-laki itu mengantuk dan ingin segera tidur. Tapi kedatangan Karina benar-benar mengganggu.

    “Mana bisa kayak gitu?! Memangnya rumah Mas Awan itu tempat penampungan buat orang yang sama sekali gak Mas Awan kenal? Gimana kalau sebenernya cewek itu orang jahat? Atau bahkan.. buronan polisi?!”

Bulan sontak mendongak ketika mendengar omongan Karina yang benar-benar menyinggung, “Bulan bukan orang jahat.. apalagi buronan polisi. Bulan cuma butuh tumpangan.. itu aja.” ujar Bulan.

Karina menatapnya tajam, “Tetep gak bisa. Gimana kalau nanti lo justru malah kecentilan dan ngegodain Mas Awan?!”

    “Gak gitu! Sama sekali gak kayak gitu..” Bulan jadi bingung mau menjelaskan bagaimana. Sepertinya Karina ingin membuatnya sama sekali tidak berkutik.

“Terus apa?! Cewek macem apa yang baru kenal, tapi udah berani minta nginep di rumah laki-laki, hah??”

    “Bulan.. Bulan gak punya pilihan lain.” Bulan tertunduk.

“Terus, kenapa mesti Mas Awan? Kenapa lo gak minta buat nginep di rumah orang lain aja? Atau.. jangan-jangan kalian berdua memang saling suka? Mas Awan!” Karina menoleh ke arah Awan yang curi-curi kesempatan membaca komik kesukaannya.

“Jangan bilang kalau Mas Awan suka lagi sama cewek yang gak jelas asal-usulnya ini dan Mas Awan sengaja ngebawa dia buat nginep di rumah Mas Awan?! Apa kalian tidur sekamar? Atau jangan-jangan.. satu ranjang?!” Karina berteriak dengan ekspresi heboh berlebihan. Awan melengos jengkel dan menjitak kepalanya gemas.

    “Sembarangan! Dia cuma butuh tumpangan. Lagian gue juga gak bakalan tidur bareng dia. Dasar gila!” Awan keki. “Dia tidur di kamar dan gue di luar. Kalau lo butuh bukti, lo pasang aja cctv atau apa aja lah yang bisa bikin lo percaya.”

Karina meringis, lalu memandang Awan dan Bulan bergantian. Ia mungkin tak tahu Bulan itu gadis seperti apa. Polos atau licik? Ia tak dapat menebak. Laki-laki itu bukan seseorang yang suka melakukan hal macam-macam dengan seorang perempuan. Meskipun suka menggoda gadis-gadis dan punya banyak nomor ponsel gadis cantk di kontak ponselnya, Awan sebenarnya sangat polos. Jangankan tidur dengan seorang gadis, pacaran saja dia belum pernah.

“Mas Awan, usir aja dia!!”

Bulan mendongak terkejut. Ditatapnya Karina yang menunjuk dan menatapnya tajam. Awan bukannya membela Bulan, malah mengangguk-anggukkan kepalanya.

Rembulan di balik AwanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang