Enam.

73 21 4
                                    


    BULAN sedang melahap sebungkus makanan ringan sambil menonton TV di ruang tamu ketika pintu utama rumah Awan terbuka. Laki-laki jangkung pemilik rumah tersebut melangkah masuk dan berlalu ke dapur tanpa menyapa Bulan sedikit pun. Padahal, gadis itu sudah memasang wajah kesal dan ingin mencueki laki-laki itu.

    “Hih!” Bulan menjatuhkan makanan ringan di tangannya hingga berhamburan ke lantai. Kesal, membuat gadis itu kembali kebiasaan lamanya, suka menghambur-hamburkan makanan.

    Bulan melirik ke dapur dan Awan tak juga keluar. Ia lalu memutuskan mendekati pintu dapur yang terbuka dan melongokkan kepalanya ke dalam. Dilihatnya Awan sedang menyiramkan air panas ke dalam mangkuk berisi mie instan. Bulan kesal, Awan bahkan tak membuatkan satu mangkuk lagi untuknya.

    “Lo ngapain disitu?” tegur Awan, saat menyadari Bulan melongokkan kepala dari luar. Bulan hanya mendecih lalu kembali duduk di atas sofa.

    Awan hanya mengendikkan bahu melihat kelakuan anehnya. Tampak tak peduli sama sekali. Laki-laki itu mengangkat mangkuk mie instan-nya yang mulai mengembang. Lalu berjalan ke ruang tamu. Dengan santai, Awan duduk di sofa yang berbeda dengan Bulan. Tangannya meraih remote di atas meja dan segera mengganti channel TV ke program yang ingin ditontonnya. Bulan mendengus keki, tapi tak mampu protes pada tuan rumah. Mengingat dirinya hanya menumpang.

    Awan mulai makan sambil sesekali terbahak melihat acara televisi yang ditontonnya. Sementara Bulan hanya duduk bersandar sambil menatapnya jengkel. Bayangan Awan bersama gadis cantik di tepi danau pagi tadi terlintas di pikiran Bulan untuk kesekian kalinya. Ia ingin tahu, siapa gadis itu. Dengan gerakan cepat tak terduga, Bulan pindah duduk di samping Awan.

    “Lo kenapa sih?” tanya Awan risih karena Bulan duduk terlalu dekat dengannya.

    “Bulan mau tanya sesuatu sama Awan..” ucap Bulan, sok misterius. Matanya menatap Awan lekat-lekat.

    “Nanya apaan? Muka lo nggak usah ngintimidasi gue gitu. Biasa aja.” kata Awan dengan cueknya.

    “Awan.. punya pacar nggak?” tanya Bulan sedikit berbisik. Awan hampir tersedak makanannya.

    “Kenapa deh, lo nanyain hal kayak gitu pake acara bisik-bisik segala?? Gue hampir keselek kuah mie kan, jadinya!” tanya Awan sewot.

    Bulan mendengus lalu menyenderkan punggung di sofa dan melipat tangannya di depan dada, “Itu kan termasuk pertanyaan sensitif. Dan temen-temennya Bulan pasti bisik-bisik kalau mereka lagi ngelontarin pertanyaan itu ke Bulan..”

    Awan tidak bisa menahan senyum melihat kepolosan gadis di sampingnya itu. Melihat Bulan rasanya tidak jauh berbeda dengan Zeeya.

    “Jadi, Awan punya pacar atau nggak?” tanya Bulan, tak sabaran.

Awan menatap layar televisi lagi dan menyeruput beberapa sendok kuah mie dengan gaya cueknya, “Kalau punya, kenapa?”

    Deg!

    Bulan refleks menyentuh dadanya. Kenapa ada dentuman keras yang menyakitkan ketika mendengar jawaban sekaligus pertanyaan balik yang dilontarkan Awan? Gadis itu menggeleng, tidak mungkin kan dia patah hati? Suka pada laki-laki di sampingnya saja tidak mungkin. Mereka kan baru bertemu kemarin.

    “Kenapa?” tanya Awan yang heran melihat Bulan tiba-tiba diam.

    Sedetik kemudian, evil-smirk laki-laki itu muncul, “Lo.. suka sama gue, ya??”

    Bulan membelalakan mata sipitnya dan menatap Awan dengan ekspresi kaget. Jantungnya berdebar-debar ketika melihat Awan tiba-tiba tersenyum manis padanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 08, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Rembulan di balik AwanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang