*Syeira pov*
Hawa dingin menyeruak ketubuhku. Entah sudah berapa lama aku duduk disini. Tetapi, aku merasa hatiku damai. Ya meskipun aku tidak bisa melihat keindahan cahaya bulan dan bintang, aku bersyukur masih bisa hidup. Tiba-tiba, ada yang memanggilku dan aku tahu siapa itu.
"Syeira. Kamu kenapa disini sayang?, disini dingin nak. Ayo kita masuk aja!" aku tersenyum mendengarnya. Orang yang selalu menyayangi dan menyemangatiku.
"Eh iya bunda, sebentar lagi aku masuk kok" ada rasa hangat saat bunda menggenggam tanganku.
"Yaudah, ayo bunda bantu" aku mengambil tongkatku dan berjalan dibantu oleh bunda. Bunda mengantarkanku sampai kamar.
"Yasudah sayang, bunda keluar dulu ya. Kamu jangan terlarut dalam kesedihan. Kamu harus bersyukur bisa diberikan kesempatan hidup. Dan jangan terus dipikirkan, nanti kamu sakit" ini yang membuat aku sangat menyayangi bunda. Ia sosok yang aku kagumi.
"Iya bunda, aku nggak pikirin itu lagi kok. Bunda tenang aja ya" aku tersenyum meyakinkan bunda.
"Kamu sekarang tidur ya" suara langkah kaki bunda mulai menjauh dan aku mendengar pintu yang ditutup. Aku merebahkan diri ke tempat tidur.
Sebelum tidur aku teringat cerita bunda. Dimana saat itu bunda menemukanku di depan pintu rumah bunda dengan ranjang bayi dan selimut bayi. Dalam selimut itu ada jahitan bertuliskan namaku. Syeirana Alsyazharay. Itulah nama yang ada pada selimut. Selama ini aku bertanya-tanya apakah aku masih punya keluarga atau memang aku tak diharapkan. Rasanya lelah memikirkan semua itu. Tapi aku beruntung karena bunda Reika mau mengasuhku.
Aku mulai memejamkan mata dan berharap saat membuka mata, aku bisa mendapatkan kembali kebahagiaan yang selalu aku impikan.
***
Pagi ini mungkin cuacanya cerah, aku dapat mendengar kicauan burung-burung. Entah mengapa suasana hatiku senang. Aku menuju dapur mencari bunda yang mungkin lagi memasak. Dan benar dugaanku, aku mencium bau masakan yang membuat perutku menjadi lapar.
"Pagi bunda. Bunda hari ini masak apa?" aku duduk di kursi meja makan. Sebenarnya, aku ingin sekali membantu bunda, tapi aku harus mengurungkan niatku itu atau tidak bunda aka mengomeliku terus-terusan. Memikirkannya aku meringis.
"Pagi juga sayang. Hari ini bunda masak makanan kesukaan kamu, nasi goreng" seketika senyumku semakin lebar mendengarnya.
"Wahh..makasih bunda. Bunda emang terbaik" bunda hanya tertawa mendengarnya.
Setelah makan, aku pamit pada bunda. Aku berencana jalan-jalan ke taman dekat rumah. Ya, aku memang sudah menghafal jalan ke taman.
"Bun, aku mau jalan-jalan ke taman ya" helaan nafas bunda terdengar ke telingaku. Aku tahu ia khawatir denganku.
"Tapi kamu harus hati-hati" sebenarnya aku tahu bunda enggan mengizinkanku. Tapi akhirnya ia setuju. Dengan segera, senyumku langsung mengembang.
"Oke..makasih bunda" kakiku melangkah keluar dengan bantuan tongkat kecil ini.
Rasanya sejuk sekali setelah berada di luar. Tetapi, banyak orang yang membicaraknku. Namun, aku tidak peduli, ini hidupku bukan hidup mereka. Jadi mengapa aku harus mendengar omongan orang-orang yang bisa membuatku sedih.
Sampai di taman, aku langsung duduk di bangku yang selalu aku gunakan. Sesaat kemudian, aku merasa ada yang duduk di sampingku. Biasanya tidak ada yang mau duduk di sampingku. Dan aku mencoba tidak mempedulikan itu.
"Hai" aku terkejut mendengar suara seorang laki-laki. Jujur saja aku mulai takut. Sebelum aku kehilangan penglihatan, aku tidak pernah takut. Sekarang, aku selalu merasa takut. Aku hanya diam.
"Hei, gue bicara sama lo. Kok lo sombong banget sih. Natap aja nggak" mungkin dia tidak melihat aku membawa tongkat kecil itu karena memang tongkatku aku simpan di samping bangku.
"Maaf, kamu bicara sama aku?"
"Ya iyalah, gimana sih lo?, lo gak liat disini yang ada cuma gue sama lo?" kok dia malah marah.
"Maaf aku emang nggak bisa liat, aku kira kamu ngomong sama orang lain" ucapku seraya tersenyum tidak enak.
"Eh..sorry sorry gue gak tahu" kemudian dia hanya diam.
"Nggak papa kok. Kalo gitu aku pergi dulu". Aku beranjak dari dudukku dan berjalan menjauh menuju danau dekat taman ini.
Aku duduk di tepi danau dan memikirkan pembicaraan tadi. Mungkin tadi itu pertama kali ada orang yang mau bicara denganku setelah kejadian dua tahun lalu. Saat mengingat itu, rasanya ingin aku mengulang waktu.
"Lo kok malah ninggalin gue sih?" aku terkejut mendengarnya. Aku kira setelah dia tahu aku buta, dia akan pergi tapi dugaanku ternyata salah. Dia malah mengikutiku duduk disini.
"Kamu kenapa kesini?"
"Ya nemenin lo lah" baru kali ini ada orang yang mau berdekatan denganku.
"Lo kok malah diam sih?" lanjutnya.
"Nggak papa kok. Aku cuma heran aja"
"Heran kenapa?"
"Biasanya nggak ada yang mau ngomong bahkan deket sama aku karena aku tidak bisa melihat" aku yakin dia orang baik.
"Hahaha..lo lucu banget sih"
"Hahh emang ada yang lucu ya?" batinku bingung.
"Lucu?" tanyaku.
"Iya, lucu. Masa cuma gara-gara itu lo nggak ada temen" dia masih tertawa. Aku jadi bingung. Padahal nggak ada yang lucu.
"Udah lah. Oh iya kenalin nama gue Arvey. Nama lo siapa?"
"Aku Syeira" tiba-tiba ada tangan yang menjabat tanganku. Sejenak aku terdiam. Dan tak lama aku tersenyum padanya.
"Makasih"
"Hah? buat apa?" aku tahu dia bingung.
"Makasih buat hari ini udah nemenin aku disini." dan aku bangun dari dudukku. Aku langsung pergi tanpa mendengar jawabannya.
Dalam perjalanan pulang, aku tetap tersenyum. Untuk pertama kalinya ada yang mau mengajakku bicara. Mungkin ada yang berkata itu berlebihan. Namun bagiku tidak.
Saat berjalan pulang, aku seperti mendengar suara wanita menangis di samping kiri jalan. Entah mengapa aku merasa kasihan dan menghampirinya.
"Permisi. Maaf, ibu tidak apa-apa?" tanyaku.
"Eh, saya tidak apa-apa nak" ibu tadi langsung menghentikan tangis nya. Suara serak khas orang habis menangis masuk ke indra pendengaranku.
"Maaf, kalau saya tidak sopan ikut campir" aku tersenyum tidak enak. Sebenarnya, aku bukan orang yang suka mencampuri urusan orang lain. Tapi entah kenapa, mendengar ibu tadi menangis, hatiku seakan ikut sedih.
"Nggak papa kok nak. Oh iya jangan panggil saya ibu. Panggil tante Reina saja ya" entah karena apa aku merasa senang mendengar ucapan ibu itu.
"Iya tan. Tante kenapa menangis disini?, apa ada orang yang jahatin tante?"
"Nggak kok. Tante lagi sedih aja. Oh iya, maaf sebelumnya, apa kamu tidak bisa melihat?" dari nada bicaranya, aku bisa tahu kalau ibu itu merasa tidak enak bertanya seperti itu.
"Iya tan, saya memang tidak bisa melihat. Kalau begitu saya permisi ya tan. Tante jangan sedih. Nanti pasti ada kebahagiaan yang datang ke tante" aku melanjutkan langkahku, tak berapa lama, aku menghentikan langkah saat mendengar ucapan ibu tadi.
"Kamu memang baik nak. Semoga kamu juga bisa mendapat kebahagiaan kelak" seketika pikiranku kosong. Aku berpikir, apakah aku masih bisa mendapatkan kebahagiaan itu atau hanya akan menjadi angan-anganku saja. Entah kapan aku bisa mendapatkan itu untuk hatiku yang sudah lama kosong dan hampa ini.
Seakan tersadar, aku melanjutkan langkahku dan semoga ucapan ibu tadi memamg bisa menjadi kenyataan dan bukan hanya harapan.
.
.
.
Vote dan commentnya jangan lupa ya...
Klik bintang di bawah...
Terimakasih...
![](https://img.wattpad.com/cover/273685046-288-k562088.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Miracle
Fiksi RemajaKetiadaanku mungkin jalan yang memang harus kulalui. Hanya satu keinginanku, bisa bertemu cahaya dalam kegelapan ini. Mungkin bagi mereka untuk apa berharap kalau kenyataan berkata lain. Terkadang aku mulai lelah, lelah dengan semuanya. Dan mungkin...