Pagi ini sangat cerah, namun tidak secerah hatiku. Rasanya berat sekali aku meninggalkan rumah yang selama ini tempat aku dibesarkan. Banyak kenangan-kenangan indah bersama bunda. Tapi apa boleh buat, aku harus pergi. Dan aku tidak tahu kapan aku kembali lagi.
"Mungkin ini yang terbaik. Aku tidak boleh terus-menerus sedih atas kepergian bunda" aku menyemangati diriku sendiri. Aku akan terus berjalan apapun rintangannya.
Kakiku mulai melangkah menjauh dari rumah itu. Sekali lagi aku menoleh kebelakang untuk melihat yang terakhir kalinya. Aku menghapus air mataku yang menetes. Dengan cepat aku melangkah lagi. Tujuanku sekarang adalah ke terminal. Aku akan naik bus ke Jakarta.
Sepanjang jalan, aku merasa ada yang mengikuti aku. Tapi saat aku lihat kebelakang tidak ada siapaun. Apa hanya perasaanku saja. Aku semakin mempercepat langkahku. Dan ternyata memang ada yang mengikutiku.
"Siapa dia?" batinku bertanya-tanya. Aku merasa tidak pernah menyinggung seseorang. Saat di belokan, aku sembunyi di semak-semak pinggir jalan. Aku bisa melihat orang berjaket hitam.
"Sepertinya aku pernah melihatnya. Tapi dimana?" aku mencoba mengingat-ingat orang itu. Dan seketika aku ingat, itu orang yang sama dengan orang yang ada di pemakaman kemarin.
"Dimana dia?, kenapa jalannya cepat sekali?, aku kehilangan jejaknya" dan ternyata benar. Itu orang yang sama. Rasa penasaranku lebih tinggi dari rasa takutku. Aku mendekat kearahnya. Dan menepuk pundaknya.
"Siapa kamu sebenarnya?, kenapa kamu mengikutiku?" kulihat sekilas dia kaget walaupun tidak sepenuhnya terlihat karena tertutup masker dan dia segera menetralkan raut wajahnya.
"Kamu tidak perlu tahu siapa aku. Yang pasti aku tidak akan berniat jahat sama kamu. Dan satu lagi, aku yang akan menemani kamu sampai ke Jakarta" tidak ada kebohongan saat aku melihat matanya. Hanya ada ketulusan yang terlihat. Di satu sisi aku tidak percaya, tapi di sisi lain aku merasa dia orang yang baik.
"Kamu tenang saja. Aku tidak akan macam-macam sama kamu" melihat tidak ada keraguan dari ucapannya, aku hanya mengangguk menyetujuinya.
"Ayo" dia berjalan menjauh. Dan aku masih berdiri menatapnya bingung.
"Ayo kemana?" kulihat dia berhenti dan menatapku datar.
"Hufft...ayo kita berangkat ke Jakarta sekarang. Aku akan antar kamu baik mobil" jadi kita akan naik mobil ke Jakarta.
"Oh" dia melanjutkan langkahnya, dan aku hanya mengikutinya di belakang.
Tak lama, kita sampai di depan sebuah mobil yang aku yakini mobil dari lelaki ini. Sampai sekarang aku masih penasaran dengan lelaki ini. Siapa sebenarnya lelaki ini.
"Sampai kapan kamu melamun disitu terus?" tak sadar ternyata aku sedari tadi melamun.
"Eh iya, maaf" aku langsung masuk ke mobil. Dan aku berharap lelaki ini memang orang yang baik.
*Syeira pov end*
***
Kini di dalam mobil yang berisi dua orang hanya ada keheningan. Hanya suara radio yang memecah keheningan itu. Sebenarnya ada banyak sekali pertanyaan di benak Syeira. Tapi dia ragu menanyakan itu.
"Kalau kamu ingin tanya, kamu tanya saja" Syeira terkejut mendengar suara lelaki itu.
"Emm...sebenarnya kamu itu siapa?, kenapa kamu mau membantu aku?, padahal aku tidak kenal dengan kamu"
"Kamu belum saatnya tahu siapa aku. Yang pasti aku tidak akan menyakitimu. Dan untuk kedepannya, aku akan membantu kamu"
"Kamu memang tidak mengenalku, tapi aku mengenalmu sudah lama. Dan jangan tanya aku tahu kamu darimana" lanjutnya saat Syeira ingin bertanya lagi. Saat mendengar ucapan lelaki itu, Syeira mengurungkan niatnya untuk bertanya.
![](https://img.wattpad.com/cover/273685046-288-k562088.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Miracle
Teen FictionKetiadaanku mungkin jalan yang memang harus kulalui. Hanya satu keinginanku, bisa bertemu cahaya dalam kegelapan ini. Mungkin bagi mereka untuk apa berharap kalau kenyataan berkata lain. Terkadang aku mulai lelah, lelah dengan semuanya. Dan mungkin...