*Syeira pov*
Pagi ini aku memutuskan untuk membaca buku diary yang tadi malam belum sempat aku baca. Aku sangat penasaran dengan isi diary tersebut.
Saat pertama kali membuka buku tersebut, pada halaman pertama tertulis bahwa itu ditujukan untukku.
Untuk Syeirana Alsyazharay...
Saat kamu membaca surat ini, mungkin kamu tidak bisa bertemu saya. Tetapi saya ingin meminta maaf kepada kamu atas apa yang saya perbuat. Gara-gara saya kamu terpisah dengan keluarga kamu.
Satu hal yang perlu kamu tahu Syeira. Saat kamu berumur satu tahun, saya ingin mengembalikan kamu kepada keluargamu, tetapi saat sampai dirumah keluargamu, saya melihat mereka seperti sudah bahagia dengan anak angkat mereka. Maka dari itu, saya membawamu lagi.
Saat itu saya kecewa dengan mereka yang tidak mencari kamu lagi dan membawa kamu pergi. Dan sekali lagi saya minta maaf sebesar-besarnya, karena telah melibatkan kamu padahal semua kebencian saya tidak berhubungan dengan kamu. Untuk alasannya, maaf saya tidak bisa memberitahukan kepada kamu.
Mungkin setelah kamu membaca surat ini dan bertemu dengan dia, kamu bisa membuat keputusan yang tepat.
Semoga kamu mendapatkan kebahagiaanmu dengan caramu sendiri.Aku tertegun setelah membaca buku diary itu. Pikiranku kosong seketika.
"Jadi selama ini mereka tidak pernah mencariku, tetapi malah mengadopsi seorang anak lagi" lirihku dengan air mata yang tiba-tiba menetes.
Dengan cepat aku menghapus air mataku dan bersiap untuk berangkat. Mungkin sampai disana aku sudah telat.
Setelah sampai di cafe yang dijanjikan, aku segera mencari orang itu, namun aku bingung karena tidak tahu wajahnya.
Dan tiba-tiba ada yang memanggil namaku."Syeira!" aku langsung mencari arah suara itu dan ternyata seorang lelaki memakai masker hitam berada di pojok. Tetapi, entah mengapa aku seperti pernah mendengar suara itu. Aku segera menghampirinya.
"Kamu yang mengirim surat kemarin?" aku langsung bertanya kepada dia. Kemudian, dia melepas maskernya sambil menghela nafas.
"Iya benar, aku yang mengirimnya" dia berkata dengan senyuman yang sulit diartikan. Dan aku tahu, bahwa senyum itu mengandung sebuah kesedihan yang dalam.
"Sepertinya suara kamu tidak asing, apakah kita pernah bertemu sebelumnya?" dia tiba-tiba tertawa.
"Wahh.. aku tidak menyangka kamu melupakanku secepat itu Ra. Oke, karena kamu lupa, aku akan memperkenalkan diri lagi. Kenalin namaku Arvey" sontak saja aku kaget mendengarnya. Dan cara bicaranya lebih sopan padakun
"Kamu yang ada di taman waktu itu?, pantas saja aku seperti pernah mendengar suaramu. Jadi, kita langsung saja ke intinya. Mengapa kamu meminta maaf kepadaku di surat itu?" aku tidak bisa menahan rasa penasaranku.
"Aku akan jelaskan. Jadi, orang yang menulis di buku diary itu adalah mamaku. Dan otomatis, aku adalah anak dari orang yang telah menculikmu. Dan aku merasa sangat bersalah padamu meskipun bukan aku yang melakukannya. Aku sungguh ingin minta maaf kepadamu atas nama mamaku" aku tertegun saat melihat matanya berkaca-kaca dan tidak menemukan kebohongan, hanya ada ketulusan di matanya.
Aku memejamkan mata bersama dengan air mata yang mengalir. Jujur, dalam hatiku, aku merasa sangat marah, tapi aku tidak tahu harus marah pada siapa. Saat membuka mata, aku melihat Arvey menangis dengan kepala tertunduk. Aku tahu dia tidak salah apa-apa.
"Kamu seharusnya tidak meminta maaf kepadaku Ar. Kamu tidak salah. Jadi jangan meminta maaf. Jujur aku merasa marah pada mama kamu, tapi semua sudah terjadi dan mama kamu sudah tenang di atas sana. Tidak ada alasan aku untuk tidak memaafkan mama kamu. Dan aku sudah membaca diary yang ditulis mama kamu. Aku juga ingin berterimakasih kepada mama kamu karena telah mendonorkan matanya untukku" dia tersenyum saat mendengar ucapanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Miracle
Teen FictionKetiadaanku mungkin jalan yang memang harus kulalui. Hanya satu keinginanku, bisa bertemu cahaya dalam kegelapan ini. Mungkin bagi mereka untuk apa berharap kalau kenyataan berkata lain. Terkadang aku mulai lelah, lelah dengan semuanya. Dan mungkin...