*Syeira pov*
Proses pemakaman bunda sudah berlangsung. Tangisku pecah saat melihat jenazah bunda sudah terkubur. Orang-orang mulai pergi. Kini hanya aku seorang disini. Aku terduduk di samping makam bunda. Hatiku rasanya sakit sekali. Seakan mengerti kesedihanku, hujan turun begitu derasnya.
"Bunda, kenapa bunda ninggalin aku?, hiks...kalau bunda pergi, aku sendirian. Harusnya bunda nggak pergi secepat ini. Aku masih butuh bunda" isakan tangisku makin kuat. Aku abaikan hujan yang mengguyur tubuhku. Aku masih memeluk nisan bunda.
Hujan ini seakan-akan menjadi saksi kesedihanku. Air mata dan hujan yang menjadi satu terus menetes. Ya kupikirkan saat ini hanya ingin menemani bunda.
"Untuk apa aku bisa melihat lagi kalau bunda akan pergi. Kalau aku tahu semua ini akan terjadi, aku tidak akan menerimanya" lirihku saat aku menyesali keputusanku.
"Tapi, bukankah ini keinginan bunda melihat aku bisa melihat?. Meskipun bunda sudah tidak ada, mungkin ini jalan yang terbaik untukku" aku ingat keinginan bunda yang sangat menginginkan aku bisa melihat. Walaupun sepenuhnya aku tidak bisa menerimanya, aku akan tetap menjaga mata ini sepenuhnya.
Tiba-tiba aku tidak merasakan air hujan. Aku mendongak, aku bisa melihat seorang lelaki yang tidak aku kenal. Bahkan suaranya pun aku tidak pernah dengar. Aku menatapnya penasaran.
"Kamu tidak ada gunanya menangisi orang yang sudah meninggal. Harusnya kamu berdo'a bukan menangis. Bundamu butuh do'amu bukan tangisanmu" aku terdiam mendengar kata-katanya. Benar, harusnya aku tidak terlarut dalam kesedihan seperti ini. Sampai air mataku kering, bunda tidak akan bisa kembali.
Akupun berdiri dari dudukku. Aku tidak bisa melihat wajah lelaki di depanku. Ia memakai pakaian serba hitam dan juga masker yang menutupi wajahnya. Tetapi ia malah berlalu pergi.
"Makasih sudah mengingatkanku" dia berhenti sejenak mendengar ucapanku.
"Tidak perlu berterima kasih. Bukannya sesama manusia saling mengingatkan. Dan ingat, hidupmu tidak akan berubah bila kamu hanya meratapi kepergian bundamu" dia melanjutkan langkahnya. Kata-kata yang diucapkannya seakan menyadarkanku.
"Bunda, Syeira mau pamit dulu. Syeira akan selalu mendo'akan bunda. Assalamualaikum bunda" aku berlalu pergi dari bunda. Setiap langkah aku menjauhi makam bunda, rasanya sangat berat. Dan saat ini aku akan menjalani hidup seorang diri. Aku akan memulainya dari awal tanpa bunda. Meskipun sudah tiada, aku akan tetap mengingat bunda sampai kapanpun.
***
Sesampainya di rumah, sunyi yang menyambutku pertama kali. Aku bisa melihat foto-fotoku dan bunda dari waktu aku kecil sampai aku lulus SMA. Saat melihat foto kelulusanku itu, aku menjadi teringat waktu kecelakaan dua tahun lalu.
Flashback on
Saat itu Syeira yang baru saja lulus SMA, terlihat sedang mencari sebuah pekerjaan yang berbekal ijazah SMA. Sebenarnya bundanya ingin dia bisa kuliah. Tetapi Syeira menolak. Ia memilih mencari pekerjaan agar bisa mendapatkan biaya untuk kuliahnya.
Saat ini, Syeira sedang berada di dalam taksi menuju tempat yang akan menjadi tempat kerjanya. Syeira sudah melihat lowongan pekerjaan itu di internet tadi malam. Ia senang bisa berkesempatan melamar kerja disana walaupun hanya seorang pelayan di restoran.
Saat di perempatan, lampu merah sedang menyala. Namun sopir taksi itu tidak menghentikan mobilnya.
"Pak, kenapa mobilnya tidak berhenti?" Syeira panik saat mobil ini terus berjalan.
"Saya juga tidak tahu mbak. Remnya blong" sopir itu juga panik. Tak disangka, dari arah kanan ada sebuah truk yang melaju sangat cepat. Kecelakaan itu tidak bisa dihindari. Mobil taksi yang ditumpangi Syeira hancur. Semua korban dibawa ke rumah sakit.
Dan saat itulah semuanya berawal. Ia menjadi buta dan menjadi tidak bisa apa-apa. Semua menjadi gelap. Bahkan ia hampir putus asa bila bundanya tidak menyadarkannya.
Flashback off
Saat mengingatnya saja, hatiku sakit. Bila tidak ada bunda mungkin saat itu aku sudah menyerah. Memang bunda sangat baik bahkan sangat baik. Harusnya aku dulu mendengar kata-kata bunda. Seharusnya waktu itu aku tidak mencari pekerjaan di umurku yang masih 16 tahun. Kalau saja aku mendengar ucapan bunda, mungkin semua ini tidak akan terjadi.
Selama 18 tahun ini, hanya bunda yang tulus denganku. Disaat semua menjauhiku, bunda terus menyemangatiku. Air mataku menetes tanpa diminta saat mengingat kebaikan bunda selama ini.
Aku menuju kamar, untuk mengistirahatkan pikiranku sejenak. Saat memejamakan mata, aku teringat lelaki tadi. Siapa sebenarnya lelaki itu. Apakah kita saling mengenal sebelumnya. Tapi aku tidak pernah mendengar suaranya.
"Hufftt...mungkin hanya orang baik yang tidak mau melihat orang lain sedih. Eh, bukannya bunda menitipkan surat" seakan tersadar aku mengambil surat dari bunda. Aku mulai membuka dan membaca surat itu.
Untuk : Syeira
Syeira bunda minta maaf sama kamu.
Bunda selama ini sudah berbohong kepada kamu, dan semoga kamu memaafkan bunda.
Bunda tidak berniat menyembunyikan semuanya. Tapi bunda takut saat kamu mengetahuinya, kamu akan benci sama bunda.Sebenarnya kamu tidak dibuang oleh orang tuamu nak. Kamu diculik oleh seseorang yang iri dengan keluargamu. Dan yang menculik kamu itu adik bunda sendiri. Saat itu adik bunda tiba-tiba datang ke rumah bunda, ia menyerahkan seorang bayi perempuan berumur 4 bulan. Dan adik bunda bilang bahwa dia menculik kamu dari orang yang dibencinya dan dia langsung pergi begitu saja.
Bunda melihat di selimut ada nama kamu. Dan di keranjang bayi ada sebuah kalung dan juga gelang. Tetapi bunda malah menyembunyikan semua itu agar orangtua kamu tidak bisa menemukan kamu karena bunda terlanjur menyayangi kamu.
Sekali lagi bunda minta maaf sama kamu.Apakah kamu masih ingat dengan ibu-ibu yang ada di pinggir jalan saat kamu dari taman?
Dia adalah adik bunda. Namanya Reina.Dan yang mendonorkan matanya untukmu juga adik bunda. Dia mendonorkan matanya untukmu karena merasa bersalah sama kamu. Dan itu untuk menebus kesalahannya. Selain itu hidupnya juga tidak lama lagi.
Bunda dan adik bunda minta maaf sama kamu nak. Dan untuk keluarga kamu, bunda tidak tahu siapa mereka, yang pasti mereka tinggal di Jakarta.
Dan maaf Ra, bunda sudah menjual rumah kita untuk biaya operasimu. Dan sisa uangnya ada di lemari bunda. Kamu bisa menggunakan uang itu untuk memulai semuanya dari awal.
Hanya itu yang bisa bunda sampaikan.Bunda sayang Syeira.
Seketika pikiranku kosong. Sejak membaca kata pertama surat itu, air mataku sudah mengalir. Jadi selama ini memang aku tidak dibuang oleh orangtuaku. Bunda yang sangat aku sayangi ternyata sudah berbohong. Rasa sakit, marah, kecewa dan senang menjadi satu. Aku marah dan kecewa mengetahui bunda sudah berbohong, dan senng ternyata orangtua kandungku tidak membuangku.
"Ya Allah, apa salahku sehingga hidupku seperti ini?" rasa sakit mendominasiku saat ini. Takdir yang begitu kejam padaku.
"Tapi meskipun bunda membohongiku, aku tidak bisa membenci bunda. Hiks..rasa sayangku lebih besar dari rasa benciku. Ini bukan salah bunda, ini semua sudah takdir yang harus kujalani" lirihku dengan tangis yang sejak tadi ku tahan sudah tidak kuat lagi. Selama ini bunda membesarkanku sendiri dan menyayangiku layaknya anak kandungnya sendiri.
Aku tidak bisa menyalahkan bunda saat aku mengetahui fakta ini. Ini memang takdirku. Walaupun aku menyalahkan mereka, itu juga tidak ada artinya. Yang ada hanya akan menjadi dendam yang bisa menghancurkan siapapun.
"Mungkin, setelah ini aku akan pergi ke jakarta untuk memulai hidup baru. Dan semoga aku bisa dipertemukan dengan orangtuaku" jalan yang terbaik saat ini hanya melupakan semua masa lalu dan memikirkan masa depan.
Dan saat ini, yang aku pikirkan bagaimana aku melewati semuanya nanti. Apakah aku bisa. Dan aku harus bisa bangkit walaupun aku sendirian. Aku akan melupakan rasa sakit saat ini dan akan mengobatinya perlahan. Mungkin saja saat memulai dari awal, aku bisa menemukan kebahagiaanku disana.
.
.
.
Jangan lupa vote dan commen yaa...
Terimakasih...

KAMU SEDANG MEMBACA
The Miracle
Teen FictionKetiadaanku mungkin jalan yang memang harus kulalui. Hanya satu keinginanku, bisa bertemu cahaya dalam kegelapan ini. Mungkin bagi mereka untuk apa berharap kalau kenyataan berkata lain. Terkadang aku mulai lelah, lelah dengan semuanya. Dan mungkin...