Pada awalnya menurut [ Name ], Gojo Satoru adalah guru tak bertanggung jawab dan sangat menyebalkan. Namun tak ada yang tau apa akhirnya. Takdir tidak selamanya indah tidak seperti [ Name ] yang hanya menghindari kekosongan dalam hidupnya, Gojo Sato...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hollowness
星の軌跡と花火.
——
Siang terlihat suram dari pada biasanya, rintik guntur menyelimuti ibu negara Tokyo. Di tengah gerimis mendung para insani masih memegang erat pekerjaan mereka, berlalu lalang dan menganggap seolah tetesan air dari langit tak pernah dapat menghalau kegiatan. Namun jarak beserta jumlah mereka memang lebih sedikit daripada hari-hari biasa, kendati demikian beberapa maniak kerja masih menerobos ; mencoba menentang kodrat alam.
Jalan beraspal mulus ditutupi oleh mineral cair sampai kira-kira 5 cm, perempatan besar yang tak pergi sepi. Gedung pencakar langit menyala, juga beberapa papan iklan setia menapaki areal kota. Terlihat damai dan agak sibuk mungkin. Namun ada fakta jauh berbeda dari penampakan modern Tokyo, bahwa ada tempat terpencil nan terbengkalai. Tempat dimana makhluk astral tak diundang bernama 'kutukan' tinggal lalu merebut kehidupan damai yang pernah menjadi milik manusia. Waktu bergulir menghampiri senja, tak terasa sebab langit nampak sama dari pagi buta. Awan-awan sepertinya secara mutlak menghalangi kuasa matahari untuk hari ini.
Ia memeriksa kembali kondisi di areal sekolah menengah pertama yang menaungi dirinya, memastikan bahwa bangunan itu sudah berada dalam kondisi kondusif dan bebas dari marabahaya kutukan. Sebab beberapa waktu lalu, ada banyak anak mengeluh tentang penampakan atau melihat makhluk berbadan aneh sampai menyebar gosip tak benar. Untunglah [ Name ] selaku murid penyihir mau turun tangan, karena lama-lama ia juga turut risih diganggu berbagai riuh cerita tak jelas dari para siswa. Tentu gadis itu tak sendiri, ia datang bersama guru kesayangan yang tengah mengambil cuti dengan iming-iming meliburkan diri dan otak.
Mungkin sudah ribuan kali [ Name] menolak keikutsertaan Satoru, tapi jika tak mendapatkan apa yang ia ingin maka dia bukan Gojo Satoru. Walau jujur saja [ Name] dapat mengurus masalah kecil ini secara mandiri. Tanpa perlu didampingi oleh orang dewasa karena akan merepotkan, tapi gurunya justru lebih keras kepala ketimbang muridnya.
Kembali dari ruang unit kesehatan, melewati lorong keramat dimana urband legend berkumpul sebagai salah satu cerita populer turun temurun dalam masyarakat sekolah. Keramik putih berdebu pada sudut-sudut dimana tembok pembatas menjulang, suasana sepi ditambah gelap gulita. Khas sekali, [ Name ] pikir tempat ini mungkin lebih cocok disebut sebagai koridor rumah sakit daripada areal berlalu lalang siswa ke arah UKS. Sungguh kontras jika dibandingkan di saat saat cahaya mentari masih turut meninggi, kadar horor tempat itu sedikit berkurang dosisnya. Lirikan pada arloji di tangan membuat ia menoleh, terpampang jelas angka 17.23 menyapu pandang.
Waktu memang tak tertandingi kecepatannya.
Sol sepatu putih beradu dengan anak tangga, menimbulkan suara gedebuk sedikit bergema akibat terpantul di dinding. Ia menuruni tanjakan miring secara tergesa-gesa, takut akan turun hujan lalu mereka dihadang untuk pulang. Keluar dari bangunan bertingkat 4 itu, [ Name ] di sambut pemandangan seorang tengah berdiri di bawah pohon rindang. Dengan kedua tangan menyelip diantara saku celana hitam panjang, tampak jasnya juga sudah menutup sebagian dari kemeja putih. Tak lupa sebuah kacamata bulat berwarna hitam terlihat antik bertengger pada hidung pria narsis ini.