7. ke(putus)an(ノ_・。)

354 61 34
                                    


"Woi, Jae?" Jaehyuk menghela napas pelan, menunggu sosok tinggi semampai Haruto sampai dihadapannya. "Tumben minta ketemu, ada apa?" dari cara Haruto bicara, sepertinya dia betul-betul serius dan penasaran.

"Mau ketemulah, sebentar aja sih, tapi penting." Jawab Jaehyuk mencoba santai.

"Katanya ada sesuatu sama Junghwan? Ada apa? Junghwannya dimana?"

Terus terang, setiap kali nama Junghwan keluar dari mulut Haruto, Jaehyuk jadi sebal. Belum lagi mengingat bagaimana dia secara terang-terangan mengaku kagum dengan Junghwan. Terlalu banyak kata ugh sialan! atau yeu bangsat! dalam otaknya yang minta keluar kalau dia ingat. Tapi sejujurnya juga, Jaehyuk juga tidak bisa menampik kalau Haruto memang orang baik. Masalah perasaannya dengan Junghwan itu juga hak dia. Jaehyuk tidak bisa mengatur perasaan orang. Jangankan perasaan orang, perasaan sendiri saja, dia suka kerepotan ngaturnya.

"Junghwan lagi disana, duduk sendirian di deket pintu keluar area pameran flora." Jaehyuk menunjuk satu spot dengan dagunya, menatap sendu pada sosok Junghwan yang terlihat lebih kecil dari biasanya, duduk sendirian. "Lo temenin dia ya."

Haruto menatapnya bingung, "Kenapa gue? Lo mau kemana?"

"Pulang lah, kalo gue balik kesana, gue takut, gue nggak bakal bisa lepasin Julali."

"lepasin?" Haruto menatapnya makin bingung, "Lo nggak -"

Jaehyuk mengangguk sebelum Haruto bisa menyelesaikan  kalimatnya, jujur dia belum siap memdengar kata itu dari orang lain sekarang.

"Gue nggak tau masalah kalian berdua apa, tapi bukan begini cara lo nyeleseinnya," Haruto menghela napas sambil mengusap wajahnya, "Jae, please... balik deh sana ke Junghwan, he has faced a lot of shit lately."

"Maka dari itu... lo harus di samping dia." kata Jaehyuk, membuat Haruto makin bingung. "Karena gue ngerasa kalo gue udah nggak bisa bikin bahagia Julali. Karena masalah gue  cuma kalo Julali sedih, dan kalo Julali sedih sama gue, gue harus lepas dia."

Bicara serius memang bukan cara Jaehyuk, semakin dia mencoba semakin serius dengan ucapannya, semakin sesak dadanya terasa. "Dan seperti yang lo barusan bilang tadi, Julali banyak ngadepin masalah akhir-akhir ini, dan gue yakin sebagian besar masalah Julali itu gue penyebabnya. Dan lo ada disana buat dia saat gue nggak bisa." Jaehyuk tahu yang dia katakan benar, jadi dia tidak menyesal mengucapkannya secara lantang.

Tapi kenapa dadanya terasa perih sekarang?

"Abis ini Julali bakal nangis, jangan suruh dia berhenti, biarin aja dia nangis sepuasnya sampe lega. Lo cukup bawa dia ketempat yang sepi supaya dia bisa leluasa nangisnya. Kalo udah tenang beliin donat, nggak perlu yang mahal, dia dikasih donat lima rebuan aja udah seneng. Oh ya sama eskrim, yang ada rasa-rasa kejunya kalo bisa kalo susah nyari eskrim beli coklat aja juga boleh. Abis itu dia pasti berhenti nangisnya."

Haruto masih diam, seolah tidak percaya dengan apa yang barusan dia dengar.

"Oh, dan juga kalo lo antar dia pulang...sampe di rumahnya, lo turun dari mobil, anter dia sampe depan pintu." Jaehyuk menatap mata Haruto sebelum melanjutkan kata-kata terakhirnya. "Karena Junghwan suka semua hal itu, dan gue nggak bisa lagi ngelakuin hal itu buat dia."




























Jaehyuk dari tadi hanya duduk diam dilantai pos satpam sambil mengawasi Junghwan, mirip penguntit atau kalau kata penguntit masih terdengar terlalu ekstrim sekarang, dia pikir dia sudah seperti cowok di drama-drama korea yang suka memandang orang yang disayangi cuma dari jauh.

Ke(putus)anTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang