"Maaf, jalanan di sini memang biasanya macet saat hari-hari libur begini."
"Santai saja. Kami sangat menikmati perjalanannya, Mrs. Iraya."
Mereka tengah berada di perjalanan pulang. Iraya yang menyetir, sementara Azkano di jok penumpang depan. Yang lain duduk di baris belakang dengan posisi Asterla menengahi dua kakak sepupunya.
Assand menghela nafas lelah. Kenapa di sepanjang perjalanan Asterla terus menempel padanya? "Ashla cantik, sebenarnya aku salah posisi duduk saat di dalam pesawat tadi. Lenganku agak pegal. Jadi, tolong bersandarlah ke Ace saja, ya?"
Asterla tampak berpikir sejenak tapi kemudian mengiyakan. Dia langsung geser dan menyandarkan kepala ke pundak lebar Asherdan. Ace mendelik tapi tidak bisa berbuat apa-apa untuk mengusirnya.
"Omong-omong, maaf karena saya hanya menjemput dengan mobil jelek ini. Anda pasti tidak nyaman. Apalagi hanya dikemudikan oleh orang yang tidak ahli seperti saya." Iraya berdeham sebelum melanjutkan. "Itu karena saya kekurangan dana untuk membayar sopir pribadi."
Azkano melirik perhiasan dan baju bermerk yang dikenakan Iraya. Kekurangan dana apanya? "Oh. Apa kabar suami Anda?"
"Dia baik. Sayangnya dia sedang ada urusan di luar kota. Bagaimana dengan kakak Asterla, Tuan Azkano? Dia tidak ikut?"
"Masih ada yang harus dilakukan oleh anak itu." Lirikan Azkano beralih ke spion tengah. "Kamu tidak merindukan kakakmu, Ashla?"
Ditanya secara mendadak begitu tentu membuat Asterla gelagapan. "T-tentu saja saya juga rindu Kak Ath, Paman."
Azkano menyangga dagu, mulai mengerti apa yang disembunyikan mereka berdua. "Aku jadi ingat. Dia berpesan supaya kamu segera menyiapkan syalnya Atlas," pancingnya.
Asterla terpaku. Dia tidak tahu apa maksud Azkano.
Pria empat puluh lima tahun itu mendadak terkekeh. Tanpa melihat reaksi Asterla pun Azkano sudah tahu. "Sudah ku duga," gumamnya.
Asterla dan Iraya mendadak cemas. "A-apa ada yang salah, Tuan Azkano? Kenapa tiba-tiba Anda tertawa?"
Azkano tersenyum, tapi tangannya mengepal kuat-kuat. "Bukan apa-apa."
🕊🕊🕊
Begitu sampai di rumah Iraya, wanita itu langsung mempersilakan Azkano dan dua putranya masuk. Mereka dipandu menuju ke meja makan.
"Sebelum istirahat sebaiknya mengisi perut terlebih dahulu. Maaf karena saya hanya bisa menyiapkan hidangan sederhana ini, Tuan Azkano."
Kemarin Iraya membeli satu set meja makan ukuran besar karena yang lama hanya terdiri dari empat kursi. Tentu saja dia membelinya demi menyambut Elvander. Sekarang pun hidangan-hidangan yang dia sebut sederhana sebenarnya lebih pantas disebut mewah.
"Jangan merendah, Mrs. Iraya. Bahkan di rumah kami yang dulu pun kami jarang mendapatkan makanan semewah ini," sindir Azkano. "Terima kasih banyak. Kedatangan kami hanya merepotkan Anda."
"Ah, jangan bicara begitu, Tuan. Kami justru senang dengan kepindahan kalian." Iraya menarik Asterla dan membelai rambut putrinya penuh cinta. "Berkat itu, kedepannya Asterla pasti akan semakin dekat dengan keluarganya. Selama ini Asterla sangat kesepian tanpa kalian. Meski dia sudah menganggap saya ibu, tentu saja dia tetap merasa jauh dari keluarga."
Kerja bagus, Mommy. Asterla mengangguk pedih, dalam hati puas karena merasa akting mereka sangat natural.
Azkano mengangguk-angguk. "Ya ya ya." Lantas menyuruh dua putranya agar segera duduk. "Ayo anak-anak, kita harus habiskan hidangan sederhana yang sudah disiapkan Mrs. Iraya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Asterla In The Midst Of Her Brothers
Roman pour AdolescentsIni kisah tentang Asterla, putri kesayangan Keluarga Elvander yang terpaksa berpura-pura menjadi pria. Lantaran suatu masalah, Asterla kecil harus berpisah dengan tiga kakak lelakinya. Dia pergi ke tempat yang jauh dan tinggal bersama Bibi Iraya. Bu...