Tiga belas tahun sudah berlalu.
"BETH!"
Si pemilik nama sontak terperanjat begitu telapak tangan seseorang mendarat di punggungnya. "Oh, Se-serena, ada apa?"
"Kamu ini kalau sudah melamun lebih parah dari orang pingsan! Mau diteriaki sekeras apapun tidak akan tersadar kalau belum ditampar!" Serena bersungut-sungut kesal, kembali mengenakan sarung tangan dan melanjutkan cuci piringnya di wastafel.
Bethryan yang membantu menata piring kering hanya mengusap tengkuk. "Ahaha ... maaf." Dia tidak mengelak karena ucapan Serena seratus persen benar. Beth punya kebiasaan buruk. Saat sedang fokus dengan sesuatu, ledakan bom pun tidak akan berhasil mengusiknya. "Serena mau bilang apa?"
"Ah, sudahlah. Lupakan."
Di saat mereka tidak bicara lagi, Serena diam-diam mencuri pandang ke arah remaja lelaki tersebut. Mereka berdua seumuran. Serena adalah anak dari asisten rumah tangga yang bekerja di kediaman Nyonya Iraya. Sementara Bethryan adalah putra sang majikan.
Mereka bertemu sejak beberapa tahun silam. Waktu itu Serena dibawa ibunya ke kediaman Nyonya Iraya untuk membantu menyelesaikan beberapa pekerjaan karena mereka kekurangan tenaga. Saat itulah Serena bertemu Beth untuk pertama kali. Dan mereka pun menjadi teman.
Hingga kemudian perasaan Serena kepada Bethryan perlahan tumbuh. Tidak seperti orang kaya lainnya, Beth menghargai semua orang tanpa memandang status mereka. Dia baik dan ramah. Dewasa pula. Sisi manis itulah yang membuat Serena menaruh rasa padanya.
"Omong-omong tahun depan aku sudah SMA, lho," tukas Serena mengisi kesunyian diantara mereka.
"Itu bagus. Belajarlah yang benar." Beth mengusap lembut puncak kepala Serena, tanpa menyadari bila gadis itu tersipu dibuatnya.
Sial, aku suka sekali padamu, Beth! Serena menahan diri untuk tidak menggigit piring yang sedang dibilasnya. "Kalau ada materi sulit tolong ajari aku, ya?"
"Tentu."
Meskipun berhenti sekolah, Bethryan punya otak cemerlang. Dia bahkan menguasai materi akademik melebihi kakak perempuannya. Terlepas dari akhlak dan daya pikirnya yang baik, Beth juga memiliki kekurungan. Kekurangan terbesar Beth adalah pada fisiknya. Dia sangat lemah. Sakit seolah sudah menjadi teman kecilnya selain Serena.
"Beth, apa seterusnya kamu tidak akan sekolah? Padahal kamu lebih pintar dari kakakmu."
Beth menggeleng tanpa rasa iri. "Kalau aku tiba-tiba sakit di sekolah aku cuma akan merepotkan semua orang. Lagi pula aku sudah cukup dengan buku-buku milik kakakku."
Beth punya saudara perempuan. Seorang gadis bodoh dan arogan menurut Serena. Asterla namanya. Cara Nyonya Iraya memperlakukan mereka jauh berbeda. Asterla selalu dimanja sementara Bethryan diperlakukan sedikit ... aneh.
Tiap kali Beth sakit, Nyonya Iraya hanya menyuruh ibu Serena untuk merawatnya. Tugas-tugas sekolah Asterla juga Bethryan yang mengerjakannya. Kadang Serena ikut membantu. Meskipun begitu, Beth tidak pernah menolak atau mengeluh. Dia malah senang mengerjakan tugas Asterla karena katanya, akhirnya dia berguna.
"BETHRYAN!"
Ah, panjang umur. Orang yang baru saja dibicarakan itu muncul.
"Aku di sini, Kak. Ada apa?"
Asterla mengatur nafasnya yang memburu, lantas menyodorkan sebuah laporan tulis tangan ke hadapan Bethryan. Lebih dari separuh bagian laporan itu basah oleh air hingga menyebabkan tinta tulisannya luntur. "Tugas yang kamu kerjakan kemarin harus dikumpulkan besok pagi. Tapi temanku menumpahkan minumannya sampai jadi begini. Sore ini aku ada janji. Jadi kamu yang kerjakan, ya?" perintahnya, tak tahu diri.
Beth awalnya terdiam melihat setumpuk kertas tersebut. Laporan tulis tangan itu Beth yang kemarin mengerjakannya. Bahkan jarinya sampai terluka saking banyaknya yang harus ditulis. Tapi dengan gampangnya Asterla menyuruhnya menulis ulang gara-gara kecerobohan gadis itu sendiri.
"Kakak lelah, ya?"
"Iya. Hari ini sangat melelahkan! Ada dress keluaran terbaru dari Loveshu dan aku harus berebut dengan pelanggan lain." Asterla menunjuk tas-tas belanjanya yang tergeletak di ruang tengah. "Padahal aku sudah mengantri di depan toko dari pagi sampai bolos sekolah. Berdesakkan dengan banyak orang itu sungguh merepotkan! Oh, ada sisa pizza di mobil kalau kamu mau. Lalu ...,"
Bethryan mendengarkan keluh kesah kakaknya dari awal hingga akhir.
"..., begitu. Kamu, kan, adikku. Saudara harus saling membantu. Iya, kan?" Tangan Asterla yang kuku-kuku panjangnya berkutek blink-blink menepuk bahu Bethryan.
Beth mengangguk begitu saja, menerima laporan rusak dari tangan sang kakak. "Ya. Biar aku yang kerjakan."
Meskipun tidak melihat, Serena yang sedang berpura-pura sibuk mengasah pisau pun membara oleh amarah. Dasar ular!
Alasan macam apa itu? Seenaknya sekali melimpahkan tugas dan tanggung jawab pada orang yang tidak berkaitan dengan urusannya! Ini juga yang membuat Serena jengkel sejak mereka pertama kali bertemu. Beth itu pintar, tapi lembeknya bukan main. Dia patuh sekali menuruti perintah tidak masuk akal Nyonya Iraya dan si bodoh Asterla!
Tak berselang lama, nyonya pemilik kediaman tersebut berjalan cepat mendekati mereka. Dilihat dari penampilan glamornya, sepertinya wanita itu baru saja pulang dari pesta sosialita. "Asterla, ada berita besar!"
"Apa, Mom?"
Iraya memegang kedua bahu putrinya dengan mata serakahnya yang bersinar. "Keluarga Elvander mau datang kemari! Mereka ada urusan dengan cabang perusahaan mereka di negara ini sekalian ingin melepas rindu denganmu!" Iraya bersungut-sungut hanya pada Asterla seorang, seolah-olah keberadaan Beth dan Serena tidak ada.
"Lalu?" Asterla mengernyitkan alis tidak mengerti.
"Coba pikir baik-baik, Asterla sayang. Selama ini, untuk membesarkanmu kita hanya mendapatkan kiriman sebulan sekali. Tapi kalau mereka di sini, kamu bisa merayu mereka dan mendapatkan apapun yang kita inginkan kapan saja!"
Ekspresi bingung Asterla berubah cerah. "Benarkah?"
Iraya mengangguk meyakinkan. "Benar, Sayangku. Sebentar lagi kamu akan jadi tuan putri sesungguhnya."
Asterla melompat-lompat kegirangan.
Elvander. Bethryan tidak tahu siapa mereka, tapi ibu dan kakaknya seringkali menyebut nama itu. Iraya juga kerap mengirimkan foto Asterla pada mereka.
"Kapan mereka ke sini, Mom?"
"Mulai lusa mereka akan tinggal di sini untuk sementara sampai pembangunan rumah baru mereka selesai. Katanya, sih, mungkin sekitar satu bulan." Iraya memeluk putrinya penuh cinta. "Persiapkan dirimu, Sayang!"
"Tapi, Mommy ...,"
"Kenapa?" Iraya melepaskan pelukannya dan melihat tatapan cemas Asterla tertuju pada Bethryan yang hanya menonton dan tidak bergabung dengan keakraban mereka.
Raut muka Iraya langsung berubah. Wanita itu segera menegakkan badan. "Bethryan."
"Iya, Ibu?" jawab Beth sedikit bersemangat.
"Kemarilah." Iraya mengisyaratkan pada putranya agar mendekat.
Bethryan yang berharap mendapat kasih sayang sama seperti Asterla pun langsung bergegas mendekati sang ibu. Kuku-kuku tajam Iraya yang berkutek merah darah membelai dagu halus Bethryan. Sementara senyum tipisnya yang mengandung tekanan hanya tertuju pada sang anak laki-laki.
"Dengar, Bethryan. Kamu adalah putra kesayangan Ibu, bukan?"
Bagai boneka yang dikendalikan, Beth tersenyum tipis pada Iraya. "Iya, Bu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Asterla In The Midst Of Her Brothers
Fiksi RemajaIni kisah tentang Asterla, putri kesayangan Keluarga Elvander yang terpaksa berpura-pura menjadi pria. Lantaran suatu masalah, Asterla kecil harus berpisah dengan tiga kakak lelakinya. Dia pergi ke tempat yang jauh dan tinggal bersama Bibi Iraya. Bu...