Sweet & Sour
* * *
Previous. . .
"Bodoh, ini gila! Apa yang sudah kami lakukan?!!"
Hime menyandarkan punggungnya. Lelah karena kegiatan panas tadi dan juga lelah karena pikirannya kini kacau balau.
* * *
Hime rasanya tidak ingin bangun dari tidurnya. Ia ingin berbaring sepanjang hari tanpa melakukan apapun. Tubuhnya terasa remuk seperti habis lari marathon sebelum tidur. Hime menghela panjang sebelum akhirnya bangun dan mendudukan dirinya di tepi ranjang.
Kaki jenjangnya menapak lantai kamar yang dingin. Hime mengeryit merasakan nyeri di area selangkangannya. Efeknya belum hilang. Ia menghembuskan napas panjang-sekali lagi-sebelum merapikan tali jubah tidurnya dan benar-benar turun dari ranjang.
Hime menyalakan lampu ruang utama sebelum melangkahkan kakinya pelan ke arah dapur. Memanaskan air untuk membuat secangkir kopi lalu mengeluarkan roti dalam lemari dan mengolesnya dengan mentega. Sebelum berangkat kerja setidaknya Hime harus sarapan.
Kopi dan toast bread-nya sudah jadi. Tanpa sadar ia tersenyum dan bergegas meletakan sarapannya di atas meja sebelum mandi. Tubuh Hime terlonjak kaget dan hampir saja menjatuhkan piring dan cangkir saat melihat sosok Jeno berdiri di dekat meja makan.
Hime memejamkan mata sejenak setelahnya menatap kesal ke arah Jeno. "Sejak kapan disana? Mengagetkan saja."
"Barusan," tanpa di persilahkan, Jeno langsung duduk di salah satu kursi membuat Hime urung meletakan sarapannya. Ia menatap bingung ke arah Jeno.
Penampilan pria itu sudah rapi. Dengan setelan jas membalut tubuh atletisnya. Rambutnya di tata rapi dan wajahnya terlihat segar. Hime juga bisa mencium aroma parfum Jeno. Parfum yang sama seperti yang Jeno pakai semalam. Semalam. . . Yeaah. . . Sial! Hime jadi teringat lagi.
"Kenapa belum berangkat ke kantor?" Tanya Hime. Memilih untuk berdiri di sisi meja lalu menyesap kopinya.
"Hime-ya, duduklah dulu. Aku ingin kita bicara serius," kata Jeno. Ia menegakan tubuhnya dan menatap Hime lurus-lurus. Gadis itu segera memalingkan wajah dan meletakan cangkir kopinya dengan gerakan canggung.
"Bicara apa? Tidak ada yang perlu di bicarakan."
Jeno menghela, "Hime-ya, semalam-"
"Tidak, aku tidak mau membahasnya," sela Hime cepat. Secepat ia menatap nyalang Jeno seolah memperingati. Tapi Jeno tidak goyah.
"Duduklah dulu," pinta Jeno sekali lagi. Nadanya terdengar lembut namun memerintah. Sifat dominan sangat kuat. Hime tidak bisa memungkiri itu. Akhirnya dengan berberat hati, Hime duduk di kursi hadapan Jeno.
Gadis itu terlihat frustasi. Bisa Jeno lihat dari raut dan gerakan tangannya. Namun Hime berusaha menyembunyikannya dan bersikap seperti semuanya baik-baik saja.
"Pertama, aku minta maaf soal semalam. Jujur saja, aku benar-benar kehilangan kendali atas dirimu. Aku menyesalinya," kata Jeno tulus.
Hime mengangguk singkat sebagai jawaban yang membuat Jeno merasa tidak puas. Ia memberanikan diri menyentuh punggung tangan Hime lalu menggenggamnya erat.
"Hime-ya, kamu tidak membenciku 'kan?" Tatapan sendu Jeno dan bagaimana pria itu mengatakannya dengan tulus tentu saja menggugah hati Hime. Bagaimana mungkin Hime membenci Jeno setelah apa yang selama ini mereka lalui bersama hanya karena satu malam kelewat batas itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jeno | Sweet & Sour [COMPLETED]
Fanfiction[M] | Completed "Jika cinta kita tak lagi seindah pohon cherry di musim semi" Mizuhara Hime ft. Jeno Lee & Haechan Lee :: Mature content, bijaklah memilih bacaan :: Part sudah lengkap :: Don't be silent readers