18 - His Existence (END)

5.2K 689 465
                                    

"Kamu jadi pulang sore ini?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kamu jadi pulang sore ini?"

Aku menutup pintu kamar mandi setelah memastikan ruangan tersebut bersih dan tidak ada barangku yang tertinggal. Bersamaku hanya ada sling bag hitam berisi barang-barang paling penting–dompet berisi uang dan kartu-kartu, charger serta earphone, dan lip balm. Barang-barangku yang lain sudah dikemas dan dikirimkan ke rumah lewat jasa pindahan antar kota.

"Jadi, barang-barangku bakal sampai sebentar lagi kayaknya. Udah berangkat dari tadi pagi."

Di seberang telepon, terdengar suara kesibukan-kesibukan khas dapur. Mendengar aku segera pulang, dia langsung sibuk memasak ini-itu. "Kenapa kamu nggak berangkat pagi juga?"

"Ngasih kunci ke penyewa baru dulu, Ma. Aku juga ada urusan sebentar.

Masa sewa apartemenku sebenarnya belum habis, tetapi aku menyiasatinya dengan memindahkan status penyewa dengan imbalan beberapa nilai uang.

"Ya sudah. Hati-hati."

Urusanku di gedung apartemen ini selesai dalam waktu singkat. Aku kemudian terjebak dalam lalu lintas di dalam taksi online yang kupesan via aplikasi. Aku menyisir rambutku dengan jemari. Saat mengecek tampilanku lewat kamera depan, aku menyadari jam tangan yang kukenakan sekarang adalah milik Yatara yang ditinggalkannya dulu.

Aku memandang ke luar jendela dan membiarkan diriku larut dalam lamunan.

Meski sudah sampai di tujuan, aku membiarkan diriku berlama-lama di toilet, melihat bayanganku yang gugup dan kikuk. Seharusnya acaranya sudah dimulai sejak lima belas menit yang lalu. Orang-orang kaya seharusnya tidak terlambat, bukan?

Mungkin seharusnya aku tidak datang, tetapi pikiran itu percuma ketika aku sudah melangkahkan kaki ke gedung ini.

Semestinya tidak ada yang mengenaliku. Aku juga tidak pernah bertemu secara langsung dengan ayah Yatara yang mengundangku. Tindakan itu disengaja, seperti ajang pamer.

Aku memasuki ruangan besar itu tanpa membuat siapa-siapa menoleh ke arahku. Semuanya mewah. Meja-meja panjang beserta makanan berbagai macam, dekorasi bunga-bunga putih di bagian samping, orang-orang yang mengenakan pakaian rapi dan resmi.

Mataku tak lama dalam mengedarkan pandangan, karena mataku kemudian tertuju pada Yatara, yang kelihatan mengagumkan dalam kemeja hitam, tetapi jas, dasi, dan celana putih bersih. 

Ekspresinya tidak kelihatan senang. 

Yatara agak menunduk, kelihatan tidak peduli dengan sekitarnya.

Aku tidak bisa menebak apa yang sedang dipikirkan Amaira. Wanita itu luar biasa cantik. Rambutnya cokelat bergelombang, ditata ke belakang sehingga memamerkan leher dan tulang selangkanya. Gaunnya pasti buatan desainer terkenal, tanpa lengan dan putih dengan aksen bunga-bunga.

Di sinilah aku, menghadiri pertunangan Yatara. Datang untuk membiarkan hatiku tercabik-cabik.

Untuk melihat laki-laki yang tak akan pernah kumiliki seutuhnya.

Him ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang