IV

94 19 0
                                    

"Mas, cimolnya satu lagi tapi nggak usah pakai kentang, ya," ucap Rayadinata sambil memasukkan ponselnya ke dalam tas. Si penjual cimol mengangguk lantas membuatkan pesanan milik Rayadinata yang sibuk bersenandung di balik pagar pembatas antara area kampus dengan jalanan. Sebenarnya Rayadinata bisa saja berjalan keluar dan mendekati gerobak cimol itu, hanya saja dia malas jika harus berjalan kembali ke area parkir di tengah teriknya matahari hari ini.

Setelah membayar sebungkus cimol pesanannya, Rayadinata kemudian membalikkan badan dan berjalan menuju mobil berwarna hitam dengan plat area Bantul. Membuka pintu, ia langsung menyodorkan cimol tanpa kentang goreng ke arah Hendrasaka alias Hendy, teman satu fakultasnya.

"Thanks."

"Yoi."

"Ini mau ke Gramedia Sudirman apa yang di mall?"

Rayadinata berpikir sesaat. "Sudirman aja, deh, yang gede. Biar bebas milihnya."


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Karena rasanya tidak adil kalau Hendrasaka hanya dibelikan cimol setelah mengantarnya ke Gramedia, akhirnya Rayadinata memutuskan untuk mentraktir satu-satunya orang yang ia anggap sebagai teman dekat di kampus itu di pujasera Galeria Mall.

"Kamu suka dengerin radio kampus nggak, Hen?" tanya Rayadinata tiba-tiba, matanya memperhatikan Hendrasaka yang masih mengunyah mie ayam katsu miliknya.

"Neo Radio, maksudnya?"

"Iya, lah."

"Aku jarang dengerin siaran mereka, sih. Paling sering segmen musik yang jam tujuh malem, soalnya penyiarnya Mbak Tika yang anak Manajemen itu."

"Mbak Tika?"

"Yang kakak pendamping kelompokmu pas ospek itu, lho, yang mukanya judes tapi kalau senyum udah kaya bakpao Bethesda; tembem dan gemesin banget."

Mulut Rayadinata membentuk 'o', baru paham siapa yang dimaksud Hendrasaka.

"Dia udah ada pawangnya, lho, jangan ngadi-ngadi." Rayadinata teringat pria dengan lengan penuh tato yang pernah menjemput Justika Gunawan, kakak pendamping kelompok ospeknya, selepas dinamika kelompok mereka. Pria dengan wajah rupawan yang membuat wajah kakak tingkatnya itu merona merah.

"Mau ngadi-ngadi juga nggak bisa kali, orang Mbak Tika nggak demen berondong." Hendrasaka pun cemberut dengan mulut yang masih penuh makanan. "Sayang banget, Mbak Tika melepaskan kesempatan buat pacaran sama Prince Eric dari Bantul."

"Idih," desis Rayadinata jijik yang langsung ditertawakan Hendrasaka.

"By the way, kenapa tiba-tiba nanyain radio kampus, Ra?" tanya Hendrasaka setelah menghabiskan minumannya. "Situ 'kan nggak suka dengerin radio."

"Kemarin 'kan ada Mas Braja di Night Chit Chat, makanya dengerin, eh ternyata asyik juga."

"Masih demen sama dia?"

"Cuma kagum aja, nggak demen kaya yang kamu pikir." Hendrasaka menatap lawan bicaranya menyelidik, membuat Rayadinata salah tingkah. "Apaan?"

"Situ cantik, ya, kalau dilihat-lihat."

"Kerdus banget, cuk."

Hendrasaka tertawa menggelegar, membuat sebagian pengunjung pujasera menoleh ke arahnya dengan heran. Rayadinata menutup wajah dengan kedua tangannya, merasa ngeri dengan perkataan Hendrasaka barusan.

"Aku kayanya keseringan main sama Mas Adit, deh, makanya jadi kerdus begini." Hendrasaka mengamati piringnya dan Rayadinata yang sudah bersih dan ditumpuk, kemudian mengalihkan pandangannya pada mahasiswi jurusan Sejarah itu. "Tapi serius, kamu cantik, Ra. Aneh aja kenapa Braja nggak ngelirik ke arahmu sama sekali."

"Aku beneran nggak minat jadi pacarnya, Hen," ucap Rayadinata sambil menepuk jidat. "Aku tuh cuma kagum aja sama dia, apalagi dia pas jadi drummer selama ospek tuh kelihatannya keren banget. Terus aku denger juga katanya dia termasuk mahasiswa yang pinter di FT, otomatis rasa kagumku jadi bertambah."

Hendrasaka paham kalau temannya ini sedang dalam masa denial akan perasaannya sendiri, mengingat Braja merupakan salah satu mahasiswa populer di kampus karena aktif dalam kegiatan kampus, sementara Rayadinata cenderung bersikap seperti mahasiswi kupu-kupu dan tidak terlalu menonjol di lingkungan fakultas. Bisa dibilang, Rayadinata sebenarnya merasa kurang percaya diri akan perbedaan itu.

Andai saja Rayadinata tahu, sudah berapa kali Hendrasaka harus meladeni permintaan nomor ponsel gadis itu dari kakak tingkat mereka. Dan setiap ditanya apakah Hendrasaka boleh memberikan nomor telepon Rayadinata atau tidak kepada orang yang meminta, ia akan selalu menjawab: tidak.

Apa Hendrasaka harus turun tangan soal Rayadinata dan perasaannya terhadap Braja ini? Rasanya tidak, ia tidak mau Rayadinata malah merasa tersinggung nantinya.

"Ra," ucap Hendrasaka, berusaha menarik atensi mahasiswi itu. "Balik, yuk? Apa mau pergi ke mana lagi?"

"Balik deh, aku mau ke perpus soalnya. Kamu juga ada kelas lagi 'kan?"

"Masih sejam lagi kelasku mah, santai. Kamu tumben banget ke perpustakaan. Asli rajin apa mau ngelihat Mas Braja yang jadi petugas perpus?"

Lirikan tajam dari Rayadinata yang diarahkan ke Hendrasaka sudah cukup untuk membuat mahasiswa itu lari terbirit-birit keluar dari pujasera.



"Sebagai temenmu yang tampan dan baik hati serta rajin menabung di warung, nih tak anterin sampai depan perpus." Hendrasaka menyeringai selagi Rayadinata sibuk melepas seatbelt. Keduanya kini sudah tiba di lingkungan kampus setelah sepanjang perjalanan membahas tentang segmen musik di radio yang menjadi kesukaan Hendrasaka.

"Over pedemu tuh meresahkan, Hen, ngeri aku dengernya. Omong-omong, thanks."

"Sans, kaya sama siapa aja, sih."

Rayadinata kemudian membuka pintu dan keluar dari mobil. Sebelum ia menutup pintunya, gadis itu menjulurkan kepalanya ke dalam, membuat Hendrasaka menaikkan salah satu alisnya.

"Apa? Mau minta cium kaya yang di FTV?"

"Najis. Cuma mau nyaranin, ada segmen bagus di Neo Radio, bahas cerita horor gitu. Kamu 'kan termasuk anak yang peka soal gituan, Hen, siapa tahu tertarik."

Rayadinata lantas menutup pintu mobil dan bergegas masuk ke dalam gedung perpustakaan, meninggalkan Hendrasaka yang masih menatapnya dengan wajah kebingungan.

Segmen horor?

Sejak kapan ada segmen horor di radio kampus?

After MidnightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang