Bag. 2: Perkenalan

64 12 2
                                    

"MING, KEJAUHAN." teriak seseorang kala Manu atau yang akrab dipanggil aming menendang bola dengan asal.

Kegiatan class meeting sebentar lagi berlangsung dan dirinya menjadi salah satu panitia yang menyelenggarakan. Lebih tepatnya, Manu menyerahkan diri karena kalah taruhan dengan sang senior di ekskul futsal dan mau tak mau menepati janjinya.

Kesadarannya kala itu kembali setelah menyadari bola yang ia tendang melayang mengenai kening seorang gadis, hingga membuatnya dengan sigap berlari menghampiri. "Eh, sorry sorry!"

"Duh.." Gadis itu mengerang memegangi keningnya bersamaan dengan sumpah serapah lain di dalam hati.

Manu melirik tag nama yang terkalung pada gadis di depannya, ia merasa kenal namun sesaat melupakan nama sang gadis. "Sorry, Esther." Tangannya terulur bermaksud membantu berdiri karena cewek bernama Esther itu sampai terduduk akibat tendangannya.

Esther meraih tangan pemuda di depannya, kemudian berdiri. "Dicariin tuh sama ketua pelaksana."

"Lu gapapa?"

"Gapapa." Esther menjawab antara ikhlas dan tidak sambil merutuki Manu dalam hati. Ingin mengomel, tapi gadis itu sadar posisi. Ditambah postur Manu yang tinggi besar semakin membuat Esther sadar jika ia hanya remahan kerupuk di sebelah pemuda itu.

"Yaudah gue kesana dulu ya." Manu refleks mengelus kening Esther yang sebelumnya terkena bola.

Jika mengingat kejadian pertama kali Esther mengobrol dengan Manu, kemudian merasakan kupu-kupu akibat perbuatan refleks pemuda itu, rasanya Esther ingin tertawa mengingat fakta bahwa sekarang ia sedang duduk berhadapan untuk membahas kontrak kerja sebagai pacar sewaan.

"Gimana, Ming? Oke kan?" Sam mulai bertanya memperlihatkan kontrak antara Manu dan Esther walaupun kegiatan mereka tidak dirincikan di dalam kontrak.

Muka ganteng, nama udah bagus Miguel Abimanu, panggilannya tetep Ming. Esther membatin sendiri sembari menggelengkan kepala tak habis pikir.

Manu mengangguk sebagai jawaban untuk Sam, kemudian menandatangani kontrak kerja bersama Esther.

"Esther gimana? Oke?" Kali ini sang manajer bertanya kepada calon anak yang harus ia perhatikan selama tiga bulan ke depan.

Esther membaca kembali, takut ada perjanjian yang memberatkan dirinya. "Udah, Kak." Gadis itu mengangguk dan mulai menandatangani kontraknya.

Setelah kontrak ditandatangani, Sam alias sang manajer mulai memaparkan jadwal keseharian Manu. Dimulai dari undangan yang mungkin Manu hadiri, serta jadwal kegiatan band mereka: Dusk Shadow.

Sam menyerahkan kertas berisikan jadwal tersebut kepada Esther yang langsung gadis itu terima lalu membaca isinya sekilas.

Hm padat juga.

"Ini... di kontrak kan aku harus dateng tiap manggung, tapi kalo aku lagi berhalangan hadir gimana?" Esther bertanya ragu-ragu, apalagi menjadi pusat perhatian dua pemuda good-looking yang juga good-rekening.

Makanan ringan pesanan Esther datang, Manu memberikannya secara estafet sebelum akhirnya menjawab, "Gue ngizinin kok kalau lo gak dateng "

"Gue juga. Paling engga kasih tau kita alasannya." Sam menyahut.

"Biasanya nih aku kalau hari pertama datang bulan, sakit banget. Kalau lagi bertepatan sama jadwal, aku mau minta izin gak dateng dari sekarang." Esther berkata jujur sebelum mendapatkan SP. Walaupun dalam hati menahan malu mengatakan ini pada dua orang pemuda.

"It's okay." Sam mengangguk, disusul oleh Manu. "Intinya lo harus datang ke jadwal yang dishare di Project Tiga Bulan. Kalau engga bisa dateng, kabarin aja."

Esther mengangguk, wajah Sam yang sangat serius ditambah dengan auranya yang mendominasi membuat Esther takut untuk berkomentar lebih lanjut.

"Oh iya guys, gue mohon banget di tiga bulan selama kontrak ini jangan baper. Apalagi sampai ngeganggu kegiatan kontrak ini karena urusan perasaaan kalian." Tak berselang lama, Sam mulai berbicara kembali. "Lo juga, Ming. Kalau mau deket sama cewek beneran, nanti aja setelah kontrak. Jangan malah buat rumor baru. Kasian Esther nantinya," tambah Sam.

Manu menganggukkan kepala mengerti. "Santai lah, deket sama siapa sih gue? Kalau deket sama cewek juga si bos ngga bakal ngelakuin hal sejauh ini sampai disewain pacar." Manu setengah menggerutu sampai Sam dan Esther pun tergelak mendengarnya.

"Denger-denger, kalian pernah satu sekolah ya? Makanya Manu milih lo buat dari beberapa foto yang gue kasih?" tanya Sam kembali pada Esther.

Esther mengangguk. "Iya satu SMA. Dulu dia anak futsal." jawab Esther sambil mengedikkan dagu ke arah Manu.

"Terus lo futsal putri?" Sam bertanya lagi, penasaran.

"Bukan." Esther menggeleng. "Kita pernah jadi panitia di beberapa acara. Lagian, siapa sih kak yang ngga kenal kak Manu? Orang yang paling tinggi menjulang juga cuma dia doang."

Sam mengangguk paham. "Oh, gue kalau jadi lo, walaupun beda angkatan juga pasti kenal."

"Iya lah, gue kan memang sulit terlupakan orangnya." Kini Manu menimpali dengan jumawa yang langsung dibalas delikan oleh Sam.

"Nah karena kalian udah kenal, gue harap kerja samanya akan lebih lancar. Gue juga berharap Esther lebih bisa memaklumi Manu yang kadang suka tebar pesona. Semangat ya, Est." Sam mengucapkan kalimat penutup yang membuat Manu menoleh dan hendak protes.

Esther mengangguk. "Aman kak, aku udah pernah jadi pacar pura-pura dari orang yang lebih sok ganteng dari Kak Manu. Jadi ini mah aman." Gadis itu mengacungkan ibu jari sambil tersenyum lebar.


Padahal dalam hati, Esther merasa tidak aman sama sekali. Selama ini klien nya adalah orang yang tidak ia kenali, memangnya Esther bisa bekerja secara profesional kalau orangnya saja pernah ia kagumi saat masa-masa sekolah?

WONDERWALL | MINGYUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang