Bag. 4: Perhatian

40 8 2
                                    

Studio Dusk Shadow kini berisikan tiga belas orang, ada anggota band, manajer, serta kru-kru lainnya yang sudah nampak seperti keluarga.

Manu menaruh alat musiknya dengan hati-hati. Latihan Manu hari ini sudah selesai, dan alarm di ponselnya mengingatkan bahwa hari ini Manu mempunyai jadwal berkencan dengan Esther.

Manu menggulir layar ponsel untuk mematikan alarm. Tiba-tiba seseorang melongokkan kepala melewati bahu pemuda itu. "Itu Esther Naresha pacar tiga bulan lo kan, Ming?" tanya orang tersebut.

Manu menjauhkan sedikit kepalanya dan mendapati kepala Hawan berada tepat di bahu Manu. Orang yang bertanya sebelumnya adalah Hawan Handaru, salah satu sahabat Manu di SMA yang ia ketahui juga bersahabat dengan Esther sejak masa putih abu-abu. "Kok lo tau? Perasaan gue belum bilang?" tanya Manu dan segera mengunci layar ponselnya. Akan berbahaya apabila Hawan sampai membaca notifikasi Manu yang lain.

"Lah gue tau dari Bang Wisnu." Hawan menegapkan badan dan menjawab acuh tak acuh.

"Lah si Wisnu juga gak gue ceritain. Kan yang tau anggota band doang?" tanya Manu lagi. Namun si pemuda segera merapatkan bibir kembali ketika menyadari sesuatu.

Hawan menatap Manu heran. Benar-benar heran, hingga ia pun bertanya dengan kening berkerut dalam. "Lah? Lo lupa apa gimana, Ming? Kan Dika vocalist lo itu kembaran Wisnu?"

Kan, tepat seperti dugaan Manu.

"Udahlah, Ming. Mau diumpetin dari kru lain juga ujungnya udah pada tau." Hawan menepuk bahu Manu untuk menyalurkan rasa empati. Namun yang diberikan empati malah mengedikkan bahunya berharap tangan Hawan segera turun dari sana.

Manu menghela napas dan mengangguk membenarkan ucapan Hawan. "Iya sih, gue kan cuma menjalankan instruksi," jawab Manu jujur sembari melanjutkan langkah menuju loker tempat barang pribadinya berada.

"Eh, Ming." Hawan mengikuti langkah Manu. Tiba-tiba pemuda itu berujar serius. "Gue tau lo cuma kontrak, tapi gue seneng pas tau klien Esther itu lo. Soalnya lo salah satu orang baik yang jadi sahabat gue."

Manu sedikit terenyuh dengan ungkapan tulus Hawan yang tiba-tiba. Belum sempat ia memberi tanggapan, Sam sudah memanggil yang membuat Hawan ikut pamit undur diri.

"Kok lo masih di sini bukannya ada jadwal ketemu Esther?" tanya Sam dengan tatapan menyelidik.

Manu menggelengkan kepala tidak habis pikir. Hari ini, Samuel lebih mirip seperti papa mertua ketimbang manajer Manu. Sepertinya ia akan terus seperti itu sampai kontrak Manu dengan Esther selesai.

"Ini mau jalan, Bang, kalem. Ganti baju dulu." Manu menyahut datar.

"Video lo bareng Esther di Mall udah banyak yang ngomongin di medsos. Kayanya kali ini lo beneran terlihat punya cewek." Radika sang vocalist Dusk Shadow ikut menyahut dan memberikan ponsel yang menampilkan video Manu dan Esther kepada Sam.

Jonathan yang bertugas sebagai PR Dusk Shadow tiba-tiba muncul, ikut memberi tanggapan. "Puji syukur, akhirnya temen kita lepas dari gelar playboy jomblo dan imajinasi liar netizen budiman."

"Yang waktu itu lo tunjukin ke gue emang aneh banget sih, Nath." Sam menganggukkan kepala. Sangat setuju dengan tanggapan Jonathan. "Apa mending gue perpanjang aja ya kontrak Esther jadi setahun biar gak disangka settingan?" Sam bertanya lirih, pria itu bertanya pada dirinya sendiri.

"Keren sih idenya."

"Jangan!"

Jonathan dan Manu berbicara bersamaan dengan jawaban yang saling bertolak belakang. Jonathan setuju dengan Sam sementara Manu menolak tegas bahkan nada bicara si pemuda sampai naik satu oktaf hanya untuk berkata 'jangan'.

"Kenapa?" tanya Sam.

Walaupun berperawakan tinggi besar, Manu adalah kategori orang sabar yang jarang sekali marah. Ekspresi kesal pun jarang ditunjukkan pemuda itu pada rekan kerja maupun teman. Namun, kali ini rekan-rekan yang ikut berpartisipasi dalam obrolan tadi sedikit terkejut mendengar jawaban Manu disertai alisnya yang bertaut dan aura dingin yang ia keluarkan.

Esther mengatupkan bibir rapat-rapat mendengar helaan napas Manu yang sudah ia dengar tiga kali dalam kurun waktu lima menit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Esther mengatupkan bibir rapat-rapat mendengar helaan napas Manu yang sudah ia dengar tiga kali dalam kurun waktu lima menit. Mereka saat ini sedang duduk bersebelahan dalam mobil milik Manu dengan Esther di kursi penumpang dan Manu sebagai pengemudi.

"Gue ada salah ya?" Esther menyerah, ia pun bertanya setelah melihat Manu yang mulai tenang.

Manu melirik Esther dari kaca yang tergantung dalam mobil. "Enggak. Itu motor ngeselin gak sih? Udah lampu merah masih aja mau masuk jalan."

Esther merapatkan bibir kembali kemudian mengangguk dan memalingkan wajah ke jendela di sampingnya. Kesimpulan Esther: Manu tidak mau diganggu.

"Est." Manu mengambil perhatian Esther kembali, si pemuda melirik reaksi gadis di kursi penumpangnya. "Kalau kontrak lo diperpanjang jadi setahun, gimana?"

Esther menoleh mendapati pertanyaan Manu yang tiba-tiba. "Gimana apanya?"

"Lo mau?" tanya Manu lagi.

Kini perhatian Esther sudah benar-benar terpusat pada Manu. "Apa ada alasan khusus kenapa gue harus nolak?"

Manu berdecak, tidak puas dengan jawaban lawan bicaranya. "Lo gak takut muka lo kesebar terus kena exposure yang gak berguna?"

"Kan ini bukan di Korea yang ada idol dating langsung dihujat? Lagian kalo pun kerekam, paling juga masih buram atau goyang-goyang, Kak. Gak akan sejelas itu." Esther mengemukakan teori yang sampai saat ini masih sukses ia terapkan. "Kalau wajah gue kesebar siapa tau chemistry kita bagus terus jadi banyak yang dukung."

"Kalau kaya gitu gak enak di lo, Est. Pas deket beneran sama orang lain jadi repot ngurusin shipper Manu-Esther," ujar Manu jujur.

"Haha." Esther tertawa canggung yang terdengar sekali dipaksakan. "Kaya ada yang mau deket sama gue aja."

Mendengar hal itu membuat Manu menolehkan kepalanya beberapa detik sebelum fokus menyetir kembali. "Loh kenapa? Lo cantik kok."

Esther tersenyum samar dan mengangguk. "Lo juga ganteng kok," balas Esther jujur.

"Iya makasih."

"Tapi tetep aja jomblo," tukas Esther.

"Sialan," umpatan kecil kontan keluar dari bibir Manu diikuti dengan decakan sebal. Namun ekspresi selanjutnya dari pemuda itu berbanding terbalik dengan kata-katanya, ia tertawa kecil melihat Esther yang sudah tersenyum lebar setelah melontarkan kata-kata pedas. "Tapi serius, Est, mungkin belum ketemu aja. Nanti juga ada, dan gue harap lo jadi orang paling bahagia pas hari itu tiba."

Esther tertawa canggung lagi. Saat ini kalimat Manu persis seperti cowok-cowok yang melabelkan diri sebagai Boyfriend Rent di medsos dan menyediakan jasa sebagai support system dalam waktu yang ditentukan.

Esther jadi heran. Dengan kepribadian dan postur tampan seperti Manu, masa sih cowok itu beneran jomblo?

WONDERWALL | MINGYUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang