Bab 5: Manu dan masalahnya.

35 7 0
                                    

"Kak sejauh gue kenal lo, dulu sih pas SMA, lo salah satu kakak kelas yang badan security hati hello kitty. Kok orang kaya lo butuh jasa orang kaya gue?" Esther bersedekap, menunggu reaksi si pemuda dengan pandangan menelisik.

Manu belum menyahut, namun Esther sudah kembali berbicara, gadis itu mengekori Manu dan berusaha berbicara sepelan mungkin. "Fans lo banyak, kalo gue browsing pasti lo yang paling banyak diomongin di antara yang lain. Masa sih ga ada satu yang nyangkut kak?"

Manu sedang sibuk melihat-lihat di toko alat musik yang terletak di mall tak jauh dari studio. Esther ingat betul peraturan dari Sam yang mengharuskan mereka kencan di publik, tapi apaan nih? Esther sudah berusaha berdandan dengan floral dress dan bernuansa girly, tapi Manu mendiamkannya sejak tadi dan malah berjalan lebih dulu. Bahkan pemuda itu tidak menoleh saat akan melangkahkan kaki menuju toko alat musik.

Minimal sang pemuda seharusnya menggandeng gadisnya kan? Esther mau-mau saja menggandeng duluan tapi kalau Manu saja sudah menjauh seperti itu, kok rasanya harga diri Esther ikutan jatuh. Esther jadi dilema.

Esther sudah tidak peduli banyak ketika mendapati Manu menaruh telunjuk di bibir mengisyaratkan Esther untuk diam. Gadis itu kini memilih melipir dan memainkan ponsel hingga tiba-tiba sebuah tangan besar mengusap lembut puncak kepalanya, namun tidak sampai membuat rambut Esther berantakan. Tangan besar tadi masih berada di sana saat Esther menengadah, hingga tatapan mereka bertemu dan Esther mendapati Manu yang menarik tangannya dan menaikkan alis. "Fokus amat. Capek?" tanya Manu.

Esther menyimpan ponselnya ke tas. "Lo daritadi gue tanya ga jawab, Kak. Capek lah gue."

"Hahaha." Manu tertawa canggung kemudian si pemuda mengulurkan tangan kanannya. "Sorry ya, Est," ucap Manu sambil bergerak menggenggam tangan kiri Esther yang menganggur. Esther jadi bingung, ini bilang maaf untuk mendiamkannya tadi atau maaf untuk izin menggenggam tangan Esther?

"Buat?" tanya Esther penasaran sambil mengikuti Manu yang mulai berjalan ke luar toko. Kedua tangan Manu nampak sibuk, tangan kanan menggenggam Esther, sebelah tangannya lagi membawa paper bag belanjaan yang Manu beli.

"Buat ini." Manu mengangkat sedikit tangannya yang masih menggenggam tangan si gadis. "Tadi gue mau jawab, cuman lagi bingung nyariin titipan Joshua."

Esther hanya berdeham sebagai jawaban. Oh jadi maksud sorry tadi untuk minta izin?

Kini Manu melangkah pelan dengan tangan Esther yang berada dalam genggaman. Beberapa kali Manu mengajak Esther berbicara santai saat melihat sesuatu yang menarik sembari memainkan genggaman tangan yang membuat senyum Esther ikut merekah ketika melihat tawa kecil pemuda itu. Sejak tadi pikiran Esther penuh dengan rasa hangat yang kini semakin menjalar dan membuat moodnya ikut membaik, tangan besar Manu seperti membungkus tangan Esther yang hanya berukuran setengahnya.

Ini bahaya.

Esther selalu merasa santai dan bersikap profesional saat klien lain menggenggam atau bahkan melingkarkan tangan pada pinggang si gadis. Namun interaksi antara talent dengan klien kali ini terasa terlalu nyata bagi Esther.

"KAK MANUU?" Tiba-tiba seorang gadis sudah berada di hadapan Manu dan Esther, wajahnya sumringah seperti baru saja memenangkan lotre. "Maaf ganggu waktunya kak, aku fans berat Dusk Shadow. Boleh foto bareng atau minta tanda tangannya, Kak?" Gadis itu melanjutkan hingga menangkap pemandangan yang sedikit ganjal, melihat sang idola saling bergenggaman tangan dengan wanita di sebelahnya.

Manu kemudian melepas genggaman tangan Esther dengan senyum yang tak lepas dari wajah. Melihat Manu yang seramah itu pada fans, Esther jadi tahu kenapa fans Manu jumlahnya banyak sekali. Pasti karena fanservices yang diberikan Manu tidak main-main. Dia tahu cara memperlakukan orang.

WONDERWALL | MINGYUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang