"Angkasa?"
Aku kaget bukan kepalang saat keluar dari kelas dan mendapati Angkasa Mahenra sudah berdiri di depan pintu. Tampilannya yang terlihat acak-acakan membuatnya terlihat sangat tampan, bahkan hampir semua mahasiswi yang lewat tidak berhenti menatapnya. Hei, siapa yang tidak tahu Angkasa? Berprestasi, good looking, baik, dan ramah. Dia tidak berhenti tersenyum kepada siapapun yang lewat didepannya.
Buru-buru aku menyeret Angkasa menjauh dari pintu dan pergi ke sudut lorong, memastikan bahwa kehadirannya disini tidak menjadi pusat perhatian. Benar-benar bisa jadi masalah besar.
"Ngapain?" tanyaku padanya.
"Aku nggak mau menunda kencan kedua, bagaimana? bukankah ide yang bagus datang kesini? Lagipula ini juga kampusku, tidak masalah"
"Kehadiranmu yang akan menjadi masalah," aku menghela nafas.
"Aku?"
"Siapa yang nggak tahu Angkasa Mahenra disini?"
Ia akhirnya tersenyum, menggaruk tengkuknya yang kuyakin sebenarnya tidak gatal.
"Kamu bawa mobil?" ia mengangguk menjawab pertanyaanku, lalu sedetik kemudian aku langsung menyeretnya menuju parkiran. Kami berdua berjalan cepat menuju tempat mobil itu diparkirkan, lalu buru-buru masuk.
"Aku tidak bisa berkencan denganmu besok. Kita ganti hari ini,"
"Kenapa?"
"Sepertinya kita harus buat aturan untuk tidak kepo terhadap urusan masing-masing,"
Aku terdiam sejenak. Benar, kami hanya sekedar berkencan—menghabiskan waktu kosong bersama, lalu sisanya diurus masing-masing. Urusannya juga bukan urusanku. Setelah semuanya berakhir, hidup Angkasa tidak ada hubungannya dengan hidupku.
"Oke. Aturan pertama tidak boleh kepo dengan urusan masing-masing. Deal."
"Pasang dulu sabuk pengamannya," untuk kedua kalinya, mendadak badan Angkasa mendekat dan memasangkan sabuk pengaman untukku. Sebagai seseorang yang jatuh hati padanya, jantungku berdegup kencang. Aku sangat berharap Angkasa tidak mendengarnya.
"Mau kemana?" aku bertanya saat ia sedang menyalakan mobil.
"Tempat yang bagus. Aku sengaja bolos kerja demi kencan kita hari ini,"
"Serius?!"
"Bercanda. Pemiliknya memberiku jatah libur dua hari, hari pertama untuk kencan bersamamu. Let's spend this time together, oke?"
"Sure," aku tersenyum, sementara ia mulai melajukan mobilnya pelan.
Angkasa Mahenra adalah orang yang hangat, aku bisa mengetahuinya dari cara ia berbicara. Selama perjalanan, kami berdua mengobrol banyak hal—mulai dari novel kesukaan hingga bagaimana kabar skripsinya. Aku juga bertanya tentang anak panti yang sering ia jenguk, namun pada akhirnya dia pun bercerita bagaimana awalnya dia bisa menjadi salah satu orang yang berperan besar disana.
"Kapan-kapan kamu harus ikut ke panti. Mereka semua menggemaskan," ia tersenyum sambil terus memperhatikan jalanan yang tampak padat.
"Aku tahu dimana panti itu, aku juga kesana saat mengikutimu"
"Kamu bercanda?" sedetik kemudian ia menoleh kearahku, menatap tidak percaya sedangkan aku hanya bisa terkekeh pelan. "Kamu benar benar gila," ia menggeleng-geleng pada akhirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
rumpang.
Teen FictionAngkasa Mahenra, bagaimana jika kita hanya ditakdirkan untuk dipertemukan saja? apa aku bisa mengubahnya, menjadi selamanya?