Nb. Latar kejadiannya masih sama seperti chapter sebelumnya.
"Mau pulang sekarang? Hujan loh." Pertanyaan itu mengudara dari bibir Seokjin, ia memang bertanya tapi kami tahu maksud tersirat dari kalimatnya. Lelaki dengan bahu tegap itu mengusulkan kami untuk menghabiskan waktu bersama dulu di dalam rumah sewaan dengan alibi 'Menunggu hujan reda'. Padahal kalau dipikir-pikir, kami naik mobil tidak akan terkena hujan.
"Minta ijin pada orang tua dulu, katakan sedang hujan jadi pulang larut." Seokjin kembali berceloteh, matanya tertuju pada Namjoon dan aku, tahu bahwa diantara yang lainnya, orang tua kami yang paling ketat, lebih tepatnya sih Mama.
Mataku dan Namjoon bersitatap, agaknya saling menyuruh lewat pandangan untuk menelepon Mama. "Telpon Mama, Ji." Aku mengeluarkan ponsel, menekan ikon gagang telepon pada kontak bernama 'Mama' lalu memberikan pada Namjoon.
Satu persatu mulai pergi meninggalkan kami masuk ke dalam rumah, dan aku baru juga akan melakukan hal yang sama kalau saja Namjoon tidak menyebut namaku.
"Halo, Ma. Iya, kami sudah turun dari mendaki, iya, kami semua baik-baik saja kok. Pulang? Oh iya itu yang ingin dibicarakan." Namjoon melirikku dan aku kemudian mendapat perasaan tidak enak, "Jisoo yang akan bicara pada Mama."
Aku menolak sodoran ponsel dari Namjoon dan berbisik, "Kenapa aku? Oppa saja."
Namjoon mengeleng, "Kau saja, Mama pasti akan mengerti kalau kau yang bicara, sesama wanita." Sesama wanita apaan? Aku selama ini tetap diomeli.
Aku ikut mengeleng, "Kau'kan kakak."
"Ini bukan masalah siapa yang kakak dan adik, tapi ini masalah minta ijin kepada Mama." Bisiknya, menyodorkan ponsel yang sebelumnya ia bawa menjauh agar Mama tidak dapat mendengarkan perdebatan kami kembali padaku. Tetapi aku menolak, dan kami mungkin akan berakhir berjam-jam melakukan hal ini kalau saja tidak ada yang cukup waras untuk mengambil alih ponsel.
Yoongi berdiri di tengah dengan tangan memegang ponsel di telinga, matanya menatap ke arahku dan Namjoon bergantian dengan pandangan malas.
Kami berdua kemudian mendekat, berdiri di samping dan kanan Yoongi untuk mencuri perbincangan antara dirinya dengan Mama.
"Halo, Bi. Ini Yoongi. Namjoon dan Jisoo baik-baik saja kok, iya, tidak masalah. Untuk masalah pulang, di sini hujan, kami pikir mau menunggu sampai reda karena jalanan licin. Iya, yang lainnya juga belum pulang. Baik Bi, jangan khawatir. Iya, terima kasih, Bi."
Mendengar pembicaraan Yoongi yang berjalan mulus aku dapat menebak bahwa Mama mengijinkan, apalagi setelah menutup telepon Yoongi tidak berkata apa-apa yang membuatku merasa tebakanku pasti benar.
Yoongi menatap kami berdua bergantian, ia memberikan ponsel kembali padaku lalu mengelengkan kepala dan kemudian berjalan masuk.
"Jadi, Mama mengijinkan?" Adalah pertanyaan yang keluar dari mulut Namjoon.
.
.
.
.
.
Kami berdelapan saat ini berkumpul mengerumuni meja, menatap Seokjin yang tengah mengocok kartu uno miliknya di tangan. Curiga bahwa dia memang sengaja ingin mengajak kami berkumpul bersama, lalu kebetulan hujan dan menjadikan hujan sebagai alasan agar kami berteduh dulu. Jangan ditiru, kalau waktunya pulang kalian pulang saja.Awalnya Yoongi dan Taehyung menolak main, Yoongi beralasan malas sedangkan Taehyung karena ia tidak paham bagaimana bermain uno.
"Aku tidak mengerti cara bermainnya." Ucapnya beberapa saat lalu berhasil membuat seluruh perhatian tertuju padanya, kami pikir ia sedang bercanda -mengingat darah yang sama mengalir di diri Seokjin- tapi wajah tanpa dosa yang ia tampilkan membuat kami yakin itu bukanlah guyonan semata.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cold Boyfriend
FanfictionLife without love is like a tree without blossoms or fruit. Better to have loved and lost than never to have loved at all. You know you're in love when you can't fall asleep because reality is finally better than your dreams. ➵ft. Suga from BTS ©Der...