I - a different era

168 21 17
                                    

Karyu mengerjap pelan, menyesuaikan cahaya yang kian menusuk retina. Sekejap, dia mengubah posisinya menjadi duduk, menghela napas dan menaikkan surai yang dirasa menutup pandangan.

Otaknya masih bekerja keras, hingga ia menyadari tidak ada bau obat-obatan yang menusuk saraf olfaktori. Biner pemuda itu beralih cepat menatap sumber cahaya—-jendela besar dengan pepohonan serta langit cerah terpampang di luar. Jendela yang sudah jelas bukan merupakan bagian dari rumah sakit.

Kebingungan menghantam. Karyu sama sekali tidak mengerti dirinya berada di mana saat ini. Menuruni ranjang, lantas memperhatikan ruangan.

Bunyi derak kayu perapian mengalihkan atensi sang pemuda. Lukisan elegan tergantung di atas perapian sukses membuat kedua alisnya mengkerut dalam. Lukisan yang tampak sangat lawas, seperti bukan berasal dari zaman milenial. Pemuda itu menelan ludah seketika kala sebuah konklusi timbul dalam benak.

Tungkainya melangkah untuk mengitari kamar yang cukup luas. Hingga langkah sang adam terhenti tepat di depan cermin. Menatap pantulan dirinya yang tampak sangat berbeda.

Dengan tak percaya, ia mendekat pada cermin, kemudian menyentuh bayangan yang terpantul di sana. Tubuhnya seketika gemetar ketika menatap pantulan dirinya sendiri.

Surai biru yang mencolok menarik perhatian. Ia hendak melangkah keluar dari kamar untuk mencari tahu, sebelum sedetik kemudian rasa sakit menghantam kepala. Sakit yang teramat sangat hingga tubuhnya terjatuh, membuatnya mengerang kala sakit itu kemudian berubah menjadi sekelebat ingatan. Ini bukanlah mimpi, rasa sakit yang ia terima sangatlah nyata, sungguh menyiksa. Ingatan yang jelas bukan milik Karyu melesak masuk secara beruntun, membuatnya menarik rambut dengan kasar-berusaha untuk menghentikan semua hal tersebut.

Ketika Karyu masih sibuk meredakan rasa sakit, pintu dengan ukiran rumit itu terbuka perlahan, menimbulkan bunyi derit nyaring, kemudian langkah kaki terdengar memasuki ruangan.

"Young master?"

Suara bariton tertangkap pada indra pendengaran Karyu. Ia menoleh, menatap sosok yang kini telah ia ingat jelas pada ingatan yang baru saja ia dapat.

"Raeden ... Leidg," tuturnya lirih. Karyu dapat melihat lelaki itu mengulurkan tangan, dan segera menyambut dan berusaha berdiri dengan bertumpu erat pada pundak Raeden.

"Young master, anda tidak apa?"

Raeden membuka suara, khawatir akan kondisi tuannya yang tampak kesakitan.

Mendengar pertanyaan Raeden, Karyu mengangguk samar. "Raeden, sekarang kita berada di mana dan tahun berapa?"

Sebuah tanda tanya imajiner tampak pada kepala Raeden. Namun, dengan penuh pengertian, lelaki itu menjawab.

"We are in Britania, Corsell Dukedom, Young Master. Saat ini anda berada di tahun 1888. You've been unconscious for two days due to your blood loss. Your Excellency khawatir akan anda."

Karyu hanya bisa menahan napas mendengar jawaban Raeden. Jika ingatan yang baru saja menghantam memorinya benar, kini, ia bukanlah Karyu Lakesta Eldridge, melainkan Luke Leison Corsell. Seorang bangsawan dari Britania, penerus dari keluarga Duke Corsell ... dan entah bagaimana caranya ia berada di sini.

Berdasarkan ingatan yang diterima, dunia ini bukanlah dunia lain seperti novel-novel ataupun film ... ini merupakan bagian dari sejarah. Semua benar-benar sudah ia pelajari, perihal Britania, dan keluarga yang melayani para royalty, termasuk keluarga Duke Corsell. Namun, tidak pernah ada rekam jejak yang jelas tentang para bangsawan selain bangsawan berdarah royal dari Britania, seperti Ratu Victoria dan keluarganya yang saat ini sedang duduk pada takhta.

In BetweenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang