Embusan angin tropis menyambut. Luke sedikit memicing kala hawa panas menerpa, sungguh cuaca yang sangat berbanding terbalik dengan Britania. Melirik pada sang kakak-—yang ternyata bereaksi sama-—membuat tawa Luke terdengar.
Setelah beberapa perjalanan yang cukup rumit, mereka akhirnya tiba di Willemskade, pelabuhan utama Soerabaja. Hiruk-pikuk para pekerja segera menyapa, kapal dengan angkutan rempah dan barang dari penjuru Hindia-Belanda sedang melakukan bongkar muat.
"Luke, aku dan Ladarius akan segera pergi ke Bandoeng untuk bertemu Sir Van Aalsburg tanpa meletakkan barang-barang. Hati-hati dalam perjalanan ke Astakarr, segera melapor pada Morei atau Raeden jika merasa sakit!"
Luke menatap sang kakak, lantas ia mengangguk mengerti. Mereka sudah merencanakan pertemuan dengan rekan bisnisnya sejak jauh hari, bahkan sepertinya sejak sebelum berangkat dari Britania.
"Baiklah, hati-hati, Sister, Sir Ladarius. Tenang saja. May God and the sword of orpus protects you," ujar Luke, seraya tersenyum, menatap kepergian mereka yang telah dijemput oleh beberapa anggota militer Britania yang ditugaskan di Hindia-Belanda untuk mengantar ke Bandoeng menaiki kereta.
Morei melangkah mendahului tuannya. Bergegas membawakan barang bawaan milik Luke. Langkah mereka terhenti ketika sosok pria jangkung—-yang mungkin berusia setengah abad—-dengan tinggi yang hampir setara Morei berdiri tak jauh dari mereka.
"Welcome, Young Master of Corsell, Sir Leidg, Saya Adolf Egan de Burke, kolonel pasukan militer Britania yang ditugaskan di Hindia-Belanda." Wajah penuh kerutannya tersenyum. "Pleasure to meet you." Meletakkan telapak tangan pada dada, tubuhnya sedikit membungkuk—memberikan penghormatan. Di belakangnya tampak beberapa prajurit yang ikut melakukan hal serupa, kecuali seorang lelaki berkulit sawo matang dengan pakaian lusuh.
"Sebelumnya saya sudah menyapa Lady Few, namun sepertinya sedang tergesa-gesa." Menegakkan tubuh kembali, kedua netra mereka bertemu.
"Ah, ngomong-ngomong, ini adalah jongos yang akan melayani anda selama tinggal di Astakarr. Namanya Ndaru. Go greet him." Adolf mendorong Ndaru dengan kasar, berkat keseimbangannya, ia tidak tersungkur, tetapi raut wajah lelaki bernama Ndaru itu tampak begitu ketakutan.
"Selamat siang, Ndoro Tuan. Saya Ndaru," ujarnya, dengan suara bergetar, logat medhok kental terdengar jelas. Kedua manik hitam itu bahkan tidak berani menatap Luke beserta Raeden dan Morei di hadapan.
Sama saja. Batin Luke berkata demikian. Perlakuan yang sama dengan commoner di Britania, busuk. Bukankah mereka pribumi, penduduk asli Hindia-Belanda? Perlakuan yang mereka terima di luar ekspektasi yang telah Luke baca di laporan.
Menghela napas, Luke tersenyum. "Tidak perlu terlalu kaku seperti itu. Anda lebih tua dari saya," tukas Luke cepat sembari menjabat tangan Ndaru dengan paksa.
Sontak, jongos itu menarik tangannya dan meminta maaf berkali-kali walaupun tidak ada kesalahan yang ia lakukan. Luke lagi-lagi hanya dapat menghela napas.
Mereka kemudian berjalan menuju stasiun untuk mencapai Astakarr—kerajaan yang bertempat di dekat Malang. Dilewati oleh jalur kereta sehingga mempersingkat waktu dalam perjalanan.
Ndaru berada tepat di belakang Luke. Raeden dan Morei berbincang dengan Kolonel Adolf perihal Astakarr dan basecamp militer Britania. Sedangkan Luke hanya diam, netranya tak henti melirik pada Ndaru.
"Ndaru, apakah saya—"
Belum selesai Luke berbicara, kedua matanya melebar. Seorang pria dengan belati di tangan melesat cepat di antara mereka, tatapan bertemu, aura membunuh dapat Luke rasakan dari pria tersebut. Namun, tidak lama setelah itu, ia berlari begitu saja, berbaur dalam keramaian.
KAMU SEDANG MEMBACA
In Between
FantasyA historical-fantasy story. . Terbangun di masa lalu, bagian dari sejarah yang sangat ia sukai, Karyu berganti identitas sesuai dengan tubuh yang kini ia huni, orang memanggilnya Luke. Putra Duke Ruth Vel Corsell dari Great Britain dengan tubuh frag...