Cuaca Bandoeng terasa lebih dingin dibandingkan Soerabaja tepat setelah mereka turun dari kereta. Hiruk pikuk warga segera menyambut kedua insan yang kini sedang termenung seraya menunggu jemputan dari pihak tentara Britania yang berada di Bandoeng. Leher jenjang Ladarius menoleh kesana kemari karena jemputan tak kunjung tiba. Hingga akhirnya ia melihat jam pada saku, kemudian menoleh pada beberapa knight yang mengikuti guna bertanya sesuatu.
Tepat setelah itu, sang adam terdiam. Helaan napas berat terdengar, membuat Few menoleh dan memasang wajah bertanya-tanya. "Ada apa, Ladarius?"
Ladarius mengusap wajah dengan kasar. "Milady, kita tiba sehari lebih cepat dari perjanjian."
"Eh?"
"Saat ini masih tanggal tiga belas, Milady."
"Hah?"
"Yang artinya, para tentara tidak akan menjemput karena seharusnya kita tiba esok hari."
Tungkai Few lemas seketika mendengar penuturan sang escort. Ladarius pun ingin menghantam kepala karena keteledoran yang jarang sekali ia lakukan.
"Para knight sudah bergegas mencari mesin telegram guna mengirim pesan pada markas tentara untuk menjemput kita. Tetapi untuk kediaman Van Aalsburg, saya tidak tahu apakah pesan kita akan sampai, mengingat Sir Van Aalsburg merupakan pria yang cukup sibuk. Apalagi jika mendadak seperti ini. Satu-satunya hal yang dapat kita lakukan adalah datang kesana, dan berdoa jika ada seseorang di kediaman."
Menghela napas, Ladarius lantas menarik sang lady untuk menyingkir, menghindari keramaian dan mencari tempat yang lebih lenggang untuk menunggu para knight mengirim pesan pada markas tentara Britania yang bermukim tak jauh dari stasiun.
Tak sampai sepuluh menit, para knight yang tadi beranjak telah kembali. Menoleh beberapa kali guna mencari keberadaan sang atasan, sebelum akhirnya Ladarius melambai, memanggil mereka.
"Bagaimana?"
"Mereka sudah membalas akan segera menjemput di titik penjemputan, Sir."
Mendengar penuturan bawahannya, sosok escort itu mengangguk mengerti. Tangan terulur pada sang lady, menggenggamnya dan beranjak menuju titik penjemputan. Berharap bahwa meskipun rencananya sudah berantakan, paling tidak ada seseorang di kediaman Van Aalsburg yang dapat menyambut.
Dua jam perjalanan terasa singkat ketika akhirnya carriage yang mereka tumpangi berhenti sebelum jalan menanjak menuju rumah di atas bukit. Di mana yang Ladarius pastikan, itu merupakan kediaman Van Aalsburg. Membuka pintu carriage, sang escort kembali mengulurkan tangan, menyambut Few dan membantunya turun dari carriage.
"Kita berjalan ke atas bukit?" Memiringkan kepala, Few bertanya-tanya. Tepat di atas bukit, terdapat sebuah rumah yang cukup megah, didominasi oleh lahan yang masih kosong di sekelilingnya.
"Iya, Milady. Sebenarnya kita bisa naik kuda saja, tetapi tidak ada kuda di sekitar sini." Sang escort berkata dengan pandangan yang berkeliaran, mencari jika ada kuda yang memang digunakan untuk menanjak, tapi tidak ada satupun.
Mengedikkan bahu, Few berujar, "Ya, mau bagaimana lagi." sedetik kemudian, Ladarius dibuat terkejut karena sang lady melepas heels miliknya dan berjalan lebih dulu menuju rumah di atas sana.
Panik? Tentu saja. Setelah memberi perintah pada para knight yang masih menunggu supaya menginap di barak tentara hingga waktu kembali tiba, sang escort bergegas menyusul Few yang kini sudah hampir setengah jalan.
"Milady! Jangan terlalu cepat atau anda akan kelelahan!" Setengah berlari, Ladarius menyusul Few, membuat keduanya seperti anak kecil yang sedang berlomba siapa yang lebih dulu mencapai kediaman di atas.
KAMU SEDANG MEMBACA
In Between
FantasyA historical-fantasy story. . Terbangun di masa lalu, bagian dari sejarah yang sangat ia sukai, Karyu berganti identitas sesuai dengan tubuh yang kini ia huni, orang memanggilnya Luke. Putra Duke Ruth Vel Corsell dari Great Britain dengan tubuh frag...