03 "Latihan"

681 96 206
                                    

Sosok tak jelas yang selalu hadir dalam mimpi buruk Kian Santang itu.. kini tengah berdiri dari luar jendela sambil menatapnya seram.

Wush!

Dengan reflek, tangan Kian Santang mengeluarkan sepercik jurus ke arah sosok itu.

Aneh, seingatnya jendela itu sudah ditutup rapat semalam. Pantas saja Kian Santang terbangun dengan keadaan tubuhnya yang menggigil kedinginan. Bagaimana tidak, angin malam telah masuk menyelimuti wismanya tanpa ijin.

"Kemana dia?"

Belum sempat jurus kecilnya mengenai target, bayangan hitam itu menghilang dari pandangannya.

"Astagfirullah, apakah aku baru saja berhalusinasi..?"

Kian Santang menggelengkan kepalanya pelan, tak ingin memikirkan hal aneh itu lebih lama. Ia segera menutup kembali jendelanya, lalu pergi berwudhu dan menunaikan shalat tahajjud.

***

Pagi hari di halaman samping istana, tampak Walangsungsang, Rara Santang, dan Surawisesa yang sedang mempraktikkan gerakan silat mereka.

Tak hanya tiga anak raja itu, ada juga sekumpulan prajurit yang tengah berlatih, dikawal oleh senopati dan beberapa punggawa kerajaan.

"Kemana rayi Kian Santang?" Walangsungsang menghentikan gerakannya sejenak. Ia belum juga melihat adik terakhirnya itu datang untuk mengikuti kegiatan rutin mereka.

"Bukankah raka sudah mengingatkannya setelah sarapan bersama tadi?" Rara Santang menyahuti pertanyaan sang kakak

"Ya, nyimas. Namun sampai sekarang ia belum juga kemari. Aku harus menyusulnya-"

"..Maaf- aku terlambat!"

Rara Santang dan Walangsungsang berbalik mendapati adik mereka yang saat ini tengah kesulitan mengatur napas. Keduanya sontak mengernyitkan dahi keheranan.

"Tadi.. ada hal yang harus kukerjakan."

"Hmm tak apa rayi, mari bantu aku mengambil beberapa kotak senjata di ruang pusaka." ajak Walangsungsang sembari merangkul Kian Santang.

Hati Rara Santang berdesir ketika melihat keakraban mereka berdua. Sudah berapa hari lamanya ia tak dekat dengan sang adik. Ia masih saja tak dapat melupakan kesalahan Kian Santang tempo hari.

Saat itu..
.
.
.
.
.
"Yang ini cantik sekali, yunda!"

Rara Santang tersenyum kecil melihat rayinya yang tengah berjongkok, memandangi satu persatu bunga di kebun miliknya. Kian Santang tampak takjub saat tangannya memegang salah satu bunga di sana.

"Itu namanya bunga Kokio, rayi.."

"Aku belum pernah mendengar namanya, yunda"

"Jenis bunga ini memang sangat langka. Asalnya pun dari Pulau Molokai, Filipina. Aku sempat mengambilnya sewaktu mengembara jauh."

Kian Santang mengangguk tanda paham akan percakapan yundanya.

Rara Santang merasa berbangga diri setelah memamerkan hasil jerih payahnya pada sang adik. Ia mampu membangun kebun bunga seorang diri di lahan kosong belakang istana.

Namun..

hal itu tak berlangsung lama. Keesokan harinya, ia terbangun dan mendapati kebun baru kesayangannya hangus terbakar.

100 DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang