Kenapa dia harus repot-repot menyuruhku menemuinya sendiri hanya untuk mengambil payung? Dia kan bisa menyuruh office boy untuk mengembalikannya atau jika dia tidak sempat, dia kan bisa menyuruh sekertaris nya untuk mengurus payung itu. Apalagi Allen tahu bosnya itu sangat lah sibuk.
Gosip yang terdengar mengatakan Tuan Serim adalah workaholic sejati yang menghabiskan waktu 20 jam sehari untuk bekerja.
Atau, kenapa tidak dia buang saja payung itu? Toh aku juga tidak akan berani menagihnya. Pikir Allen sambil mengerutkan kening di dalam lift yang mengarah ke lantai 14, lantai khusus CEO mereka.
Ini kali kedua dia ke ruangan ini, sungguh tak disangka dua tahun bekerja disini dia hampir tidak pernah bertatapan langsung dengan sang pemimpin tertinggi yang diagung-agungkan itu. Tetapi sekarang, dua hari berturut-turut dia dipanggil menghadap Tuan Serim.
Lift terbuka dan dia dihadapkan pada ruang tunggu yang nyaman dan mewah.
Sekertaris yang sama, wanita yang terlihat kaku dan efisien itu menatap Allen dengan skeptis. Sepertinya dia juga bertanya-tanya kenapa pengawai rendahan macam ini sampai dua kali dipanggil menghadap langsung ke sang CEO, padahal setahunya Mr. Serim hanya berkomunikasi dengan anggota direksi, manajer dan kepala bagian unit perusahaannya, itupun lewat meeting resmi perusahaan dan melalui seleksi janji temu yang rumit.
"Tuan Serim sudah berada di dalam, beliau sudah menunggu anda. Saya sudah menginformasikan kedatangan anda lewat intercom dan beliau mempersilahkan anda langsung masuk." Gumam sekertaris itu dingin.
.
.
.
.
Serim baru saja menyelesaikan meeting penting dan dengan segera kembali ke ruangannya. Mengingat alasan yang membuat dia begitu terburu-buru kembali, membuatnya mengerutkan dahi. Dia sudah menelpon atasan Allen tadi pagi, menjelaskan alasan keterlambatan pria itu. Dan atasan Allen begitu kegirangan karena teleponnya, hingga seolah-olah tak peduli lagi kenapa Allen sampai terlambat.
Yah mungkin setidaknya pria manis itu akan berterima kasih padaku-- atau malah jengkel? Serim tersenyum sinis, menilik sifat pria itu, sepertinya Allen akan bertambah jengkel dengannya.
Setelah dengan serius mempelajari berkas-berkas yang diantarkan bagian personalia padanya, Serim termenung.
Pria itu tidak berbohong, kedua orang tuanya memang telah meninggal, dan dia memang tinggal di flat. Bahkan Allen tidak mengisi nama saudara atau kerabat dekat yang bisa dihubungi.
"Saya tinggal sendirian" Begitu ucapnya tadi. Apakah pria itu benar-benar sebatang kata seperti ceritanya?
Kalau dia tanpa keluarga dan hanya tinggal di flat, untuk apa dia meminjam uang sebesar 40 juta ke perusahaan yang harus dilunasi dengan memotong gajinya selama bertahun-tahun?
Apakah dia sakit? Memikirkan kemungkinan itu, dada Serim langsung merasa nyeri.
Tidak! Putusnya setelah termenung sejenak. Allen itu sehat, kalau tidak dia pasti tidak akan lolos seleksi test kesehatan yang sangat ketat untuk masuk ke perusahaan ini.
Kalau begitu, dia pasti seorang pria yang suka menghambur-hambur uang, Serim menyimpulkan.
Yeah, segalanya akan menjadi lebih mudah. Serim rela memberikan uang sebanyak yang Allen mau asal Allen mau melayaninya.
Ia sangat kaya, dan memiliki pria seperti Allen yang benar-benar memacu hasratnya memang layak diberi sedikit pengorbanan.
Lamunannya terhenti ketika intercom berbunyi memberitahu kedatangan Allen.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Romantic Story about Allen [SELLEN]
Fanfiction[REMAKE] Saat semuanya semakin kacau, Allen rela menyerah diri pada lelaki itu. WARNING ! Boyslove, Mature content, Mpreg !! Original story by SanthyAgatha Remake by sellenspace