"Tidak enak." Woobin mengernyit, menggelengkan kepalanya, menghindari sendok berisi bubur sayuran yang disuapkan Allen kepadanya.
Hari ini adalah tiga minggu sejak Woobin tersadar dari komanya.
Kondisinya sudah mulai membaik, dia sudah bisa duduk, sudah bisa mengucapkan lebih dari satu kalimat, dan alat-alat penunjang kehidupannya sudah mulai dilepas satu persatu.
Dokter sendiri memuji perkembangan Woobin yang luar biasa pesat. Tekad lelaki itu kuat, maka ketika dia berniat untuk sembuh dia akan merasakannya sepenuh hati.
"Kau harus memakannya," gumam Allen sedikit geli dengan kemanjaan Woobin yang seperti anak-anak.
"Ini menyehatkanmu."
"Rasanya seperti muntahan." gumam Woobin, tapi akhirnya menurut membuka mulutnya, menerima suapan Allen lalu mengernyit ketika menelan.
Ekspresinya membuat Allen tergelak, tapi kemudian Woobin meraih tangan Allen yang tidak memegang sendok, ekspresinya berubah serius.
"Allen, tak terbayangkan rasa terima kasihku padamu...aku tidak tahu bagaimana mengungkapkan cintaku, aku... Para dokter dan perawat menceritakan perjuanganmu untukku..."
"Stttt," Allen meletakkan sendoknya dan menyentuhkan jemarinya di bibir Woobin.
"Perjuangannya sepadan. Kau akhirnya bangun kan?"
"Tapi..." ekspresi kesedihan menghantam Woobin, "Aku mungkin tidak akan bisa berjalan lagi. Aku mungkin akan lumpuh selamanya, aku hanya akan menjadi beban mu..."
"Woobin," Allen menyela sedikit marah.
"Kau tidak boleh memvonis dirimu sendiri. Kesembuhan mu yang luar biasa ini juga diluar prediksi dokter bukan? Kita pasti bisa kalau kita berjuang dengan tekad dan keyakinan kuat bersama-sama. Meskipun begitu..."
Suara Allen berubah sendu, "Meskipun pada akhirnya kau lumpuh selamanya pun, aku akan tetap bahagia bersamamu. Kau tahu selama ini aku selalu berdoa apa? Aku berdoa yang penting kau sadar, aku tidak peduli yang lain. Tuhan sudah mengabulkan doaku, Woobin. Tidakkah itu cukup?"
Mata Woobin tampak berkaca-kaca.
"Kau tidak tahu betapa aku mencintaimu..."
Suara di pintu itu mengalihkan perhatian mereka, Allen dan Woobin menoleh bersamaan, lalu Allen tersenyum.
Dokter Wooseok ada di sana, dalam kunjungannya yang biasa. Sekarang bahkan dokter Wooseok sudah mulai akrab berteman dengan Woobin.
Tapi senyuman Allen langsung membeku ketika menyadari siapa yang mengikuti di belakang dokter Wooseok, itu Serim!
Serim yang sama. Serim yang tampan dengan penampilan bak adonis, dengan ekspresi yang dingin dan tidak terbaca.
Allen tidak pernah berhubungan dengan Serim lagi sejak Woobin sadarkan diri dari komanya.
Serim selalu memaksakan maksudnya dengan perantaraan dokter Wooseok, seperti ketika Serim memaksakan untuk menanggung biaya rumah sakit Woobin dan ketika Serim memaksakan Allen setuju-- lewat bujukan dokter Wooseok-- agar Allen dan Woobin pulang ke apartemen yang dibelikannya ketika Woobin sudah boleh pulang dari rumah sakit nanti.
Sekarang lelaki itu berdiri di depannya. Ekspresinya tak terselami dan sedikit muram, membuat Allen tertanya-tanya, apakah Serim mendengar percakapannya dengan Woobin tadi? Apakah Serim tidak senang mendengarnya?
"Dokter Wooseok," Woobin menyapa ramah ketika Allen hanya diam saja, lalu menatap ingin tahu ke arah lelaki tampan yang sepertinya hanya menatap terfokus kepada Allen.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Romantic Story about Allen [SELLEN]
Fiksi Penggemar[REMAKE] Saat semuanya semakin kacau, Allen rela menyerah diri pada lelaki itu. WARNING ! Boyslove, Mature content, Mpreg !! Original story by SanthyAgatha Remake by sellenspace