06

425 32 7
                                    

Allen terbangun sendirian di ranjang itu. Serim sudah tidak ada. Yah, lelaki itu mungkin sudah pergi pagi-pagi sekali kembali kerumahnya sebelum berangkat ke kantor. Dia kan punya rumah, tidak mungkin kan dia terus-terusan berada di apartment ini?

Tapi entah mengapa Allen merasa ada yang kosong. Setelah beberapa kali dia terbangun dengan Serim di sisinya, entah kenapa ada yang kurang saat dia terbangun sendirian sekarang.

Bodoh! Apa yang kau pikirkan Allen? Kau hanyalah simpanannya, yang dibeli untuk memuaskan nafsunya! Jangan pernah berpikir macam-macam. Lagian masih ada Woobin yang harus kau cemaskan.

Sambil membungkus tubuhnya dengan seprai, Allen melangkah ke kamar mandi. Tubuhnya terasa agak nyeri, karena entah kenapa pagi tadi Serim bercinta seolah-olah kesetanan dan tidak menahan-nahan diri.

Ketika berkaca dan menurunkan selimutnya, Allen mengernyit.

Dari leher, daerah dada sampai perutnya, semuanya penuh dengan bekas ciuman Serim. Lelaki itu seolah sengaja meninggalkan jejak di mana-mana.

Warnanya merah di sekujur tubuh Allen, dan Allen yakin tidak lama lagi akan berubah menjadi ungu.

Dasar Serim! Siapapun yang melihat akan tahu kalau ini bekas ciuman. Di bagian dada dia bisa sembunyikan, tapi yang di leher?

Allen belum pernah mendapatkan bekas ciuman seperti ini di tubuhnya sebelumnya.

Percintaannya dengan Woobin selalu sopan dan tidak pernah sepanas itu sehingga Woobin bisa meninggalkan bekas-bekas ciuman di kulitnya. Tapi Allen tahu bekas ciuman seperti ini butuh beberapa hari untuk hilang.

Dasar Serim bodoh! Gerutunya sambil mencari-cari turtle neck yang dapat menutupi tubuhnya sampai ke leher lalu memadu padankannya dengan blazer.

Setelah rapi dengan pakaiannya, Allen segera melangkah keluar. Jangan sampai dia terlambat ke kantor lagi.

Ketika berdiri di tepi jalan menanti kendaraan umum, Allen merasakan sengatan sakit yang tiba-tiba di kepalanya.

Aduh! Di saat seperti ini migrain nya kambuh. Tapi tentu saja hal itu terjadi, karena dia belum sarapan dan dia kurang tidur gara-gara Serim yang hampir tidak pernah membiarkannya tidur nyenyak tiap malam.

Dengan memaksakan diri Allen naik ke dalam bus menuju kantornya.


.

.

.

.


"Wajahmu pucat sekali,"

salah seorang temannya memandang Allen dengan cemas ketika Allen mendudukkan diri di kursinya. Tadi dia hampir terlambat dan setengah berlari ke mesin absen.

Allen memegang pipinya, memang terasa agak panas. Apakah dia demam? Dan kepalanya juga pusing sekali. Tapi tetap dipaksakan nya tersenyum.

"Engga apa-apa kok, mungkin karena belum sarapan. Nanti setelah minum teh hangat pasti agak baikan."

Tapi ternyata tidak. Rasa pusing itu makin menusuk di kepalanya, terasa sangat nyeri. Bahkan untuk menolehkan kepalanya saja terasa sangat sakit. Badannya juga sama saja, rasanya nyeri di sekujur tubuh seperti habis dipukuli. Allen bertahan dengan tidak bergerak di kursinya, tapi rasa sakitnya makin tak tertahankan.

"Allen coba kesini sebentar, lihat draft pemasaran ini bagaimana menurutmu?" salah seorang rekannya memanggil.

Dengan mengernyit Allen mencoba berdiri. Tubuhnya limbung sejenak, tapi dia berdiri dan bertahan sambil berpegangan di tepi meja.

A Romantic Story about Allen [SELLEN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang