Bab 27

629 111 19
                                    

***

Dengan sedikit memaksa, Feli akhirnya berhasil membawa Dio ke rumah sakit umum yang terdapat di pusat kota. Pukul enam petang, demam Dio semakin tinggi dan terus meracau, Feli bahkan sudah memberikan Dio obat penurun panas namun tidak mempan sama sekali. Wanita itu pun semakin panik, seumur-umur ia tak pernah melihat Dio sakit sampai separah ini. Sejak tadi Dio terus menempel padanya seperti lintah, tak mau lepas, dan tak mau ditinggal sama sekali. Wajah Feli sudah sangat sembab karena menangisi Dio, namun ia terus berusaha menguatkan dirinya, jika ia lemah, ia tak akan bisa merawat dan menjaga Dio.

Untung juga ada Dito, anak buah Dio yang sudah ditugaskan untuk berjaga-jaga jika Dio kenapa-kenapa. Karena instruksi dari Dio, Feli akhirnya menghubungi Dito. Dito yang mempersiapkan segalanya hingga mereka sampai di IGD saat ini.

"Dengan saudara Onnadio Abigail Hutomo!" Seru salah satu pegawai yang berjaga di bagian pendaftaran.

"Iya!" Balas Feli dengan lantang. Namun saat akan beranjak menuju meja pendaftaran, tangannya langsung dicekal Dio dengan erat.

"Jangan pergi." Pinta Dio dengan penuh harap, meski matanya terpejam, namun ternyata Dio masih tersadar sepenuhnya.

"Tapi aku harus ngurusin pendaftaran dulu supaya kamu bisa segera dapat kamar, bentar aja ya..." Bujuk Feli dengan nada lembut, sudah tak ada lagi nada ketus atau jutek yang ia tunjukkan, melihat wajah Dio saja langsung membuatnya tidak tega.

"Kamu nggak boleh kemana-mana." Dio menggeleng pelan, genggamannya pada tangan Feli semakin kuat. Feli bingung harus berbuat apa, mau marah tapi ah sudahlah...

"Biar saya aja yang urus mbak, mbak jagain pak Dio aja. Saya usahain cepet." Ujar Dito pada Feli, Dito pun segera menuju bagian pendaftaran. Sedangkan Feli yang melihatnya hanya mendengus pasrah menanggapi sikap Dio yang seperti bayi besar.

"Aku beliin susu hangat sama roti ya non, non kan belum makan dari sore." Ucap Tika.

"Iya, sama teh juga ya Tik."

"Oke non." Tika pun segera pergi menuju kantin meninggalkan Feli.

Feli pun kembali menatap Dio, lalu mengambil minyak kayu putih dan membalurkannya ke perut ayah anaknya itu, mungkin perut Dio masih sakit, sejak tadi pria itu terus mengernyit meskipun tak ada rintihan sama sekali.

Mungkin tubuh Dio memang sudah tidak kuat lagi menahan rasa sakit yang selalu pria itu abaikan selama ini, ditambah lagi dengan Diare tadi sore, membuat Dio benar-benar tumbang dan tak mampu bertahan lagi.

Drrrttt... Drrrttt...

Tiba-tiba ponsel Dio bergetar, ada panggilan masuk, Feli pun segera mengambilnya. Dan betapa kagetnya Feli ketika melihat nama yang tertera di layar ponsel Dio saat ini, dari Daniel, apa Feli harus mengangkatnya? Ia kan sedang marah pada papa dan mamanya, tapi...

klik

'Hallo Dio, apa kamu udah ngomong sama Feli kalau mas mau telepon? Mas udah nggak sabar banget penger denger suara dia, mas kangen Dio, mas rindu sama putri mas, tolong bujuk Feli supaya bisa maafin mas, mas bersalah sama kalian berdua.'

Penjelasan Daniel yang secara spontan barusan langsung membuat isak tangis Feli sudah tak bisa ditahan lagi, Feli bahkan sampai menggigit tangannya untuk meredam emosi, Feli takut ketahuan orang-orang jika ia tengah menangis sampai tersedu-sedu. Mendengar isakan papanya yang baru pertama kali Feli dengar, membuat hati wanita itu langsung hancur, Daniel tengah menangisinya, papanya menangis karena merindukan dirinya. Oh Tuhan...

'Mas akan segera mempersiapkan pernikahan kalian kalau kalian pulang ke Jakarta, kalian mau honeymoon kemana? Mas akan mempersiapkan segalanya.' imbuh Daniel dengan penuh semangat membuat Feli benar-benar tersentuh, akhirnya, hati Daniel melunak juga, orang yang dulu selalu menentang hubungan Feli dan Dio kini akhirnya malah balik mendukungnya.

'Pah...' panggil Feli dengan penuh rasa haru.

'Di... Ini... Ini kamu sayang? Kamu Feli?' tanya Daniel tak percaya.

'Ini Feli pah, maafin Feli ya pa...'

'Enggak sayang kamu nggak salah, papa yang seharusnya minta maaf sama kamu, selama ini papa udah jahat, papa udah gagal jadi ayah yang baik buat kamu, papa egois, papa selalu nyakitin perasaan kamu, maafin papa nak, jangan benci papa...' ungkap Daniel dengan nada terisak, setiap hari pria itu selalu menelpon Dio untuk mencari tahu bagaimana kabar sang putri, penyesalan Daniel sungguh luar biasa, ia takut putrinya tak akan pernah mau memaafkannya setelah apa yang ia perbuat selama ini.

'Aku udah maafin papa, aku emang sempet mau benci papa, tapi aku sadar, tanpa papa, aku nggak akan pernah bisa ada di dunia ini.'

'Terimakasih sayang, kamu memang anak baik. Kapan kalian pulang? Apa kamu dan Dio sudah baikan?'

'Belum tau pa, ini aku lagi di rumah sakit, mas Dio masuk rumah sakit, mungkin setelah sembuh kita baru bisa balik ke Jakarta.'

'Dio sakit? Mamamu bilang dia emang udah sakit sejak berangkat dari jakarta.'

'Maka dari itu sekarang makin parah, awalnya dia nggak mau ke rumah sakit, terus aku paksa. Disini juga ternyata ada anak buahnya, ternyata dia udah jaga-jaga dulu sebelumnya.'

'Begitu. Oh ya cucu papa gimana keadaannya? Dia baik kan? Kalian berdua baik-baik aja kan?'

Mendengar Daniel menanyakan kehamilannya membuat Feli kembali menitikkan airmatanya, ia terharu, baru kali ini Daniel peduli pada kehamilan Feli.

'Kita berdua sehat kok pa, dia anteng banget, nggak pernah rewel. Apalagi sejak papanya disini. Malah mas Dio yang sering sakit-sakitan.'

'Syukurlah, papa seneng banget dengernya. Apa kita semua perlu ke sana untuk menemani kalian? Kamu pasti kualahan.'

'Nggak perlu pah, aku bisa atasin semuanya sendiri kok, lagian disini ada Dito, ada Tika sama keluarganya juga, keluarga Tika baik banget sama aku udah kayak keluarga sendiri.'

Ya Tuhan Feli begitu senang, baru kali ini ia bisa bicara sesantai ini dengan Daniel, padahal selama ini ketika mereka mengobrol pasti ujung-ujungnya bertengkar.

'Ya sudah kalau begitu, tapi kalau ada apa-apa kamu langsung hubungi papa ya!'

'Iya Pah.'

'Papa sayang banget sama Feli, papa benar-benar menyesal.' Daniel kembali terisak.

'Pah udah dong pa... Aku nggak apa-apa, aku udah maafin papa, papa jangan nangis lagi, udah mau jadi kakek juga...' ledek Feli.

'Iya nak, ya udah papa tutup dulu teleponnya ya!'

'Iya pa.'

Sambungan telepon Daniel pun akhirnya terputus, sekarang Feli sudah bisa tersenyum lega, senyuman penuh kelegaan yang baru bisa ia tunjukkan hari ini.

"Abis ini udah bisa di bawa ke ruang perawatan ya mbak, tapi di pasang infus dulu." Ujar salah satu perawat pada Feli.

"Oh, iya mas." Feli pun mengangguk setuju.

Perawat itu lantas segera memasang infus di tangan kiri Dio, sedangkan tangan kanan pria itu terus menggenggam tangan Feli sampai Feli merasa kebas dibuatnya.

Hhh... benar-benar si Dio ini.

 benar-benar si Dio ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

TBC

Ditunggu vomment yah... 😎

Yang mau pdf bisa lgsg wa 085854904480
100 dpt 4 / 130 dpt 7

OnnaDio (Tersedia Ebook Di Google Play/Pdf/Karyakarsa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang