Di luar hujan. Terlihat jelas dari pintu balkon Haruto yang terbuat dari kaca bening dengan setengah sisi bawahnya buram.
Haruto memandang luar balkon dari ruang tengahnya. Menyandar di sofa dengan beberapa bungkus obat di meja yang ada di depan sofa. Pemandangan langit gelap dan gedung-gedung pencakar langit Seoul, mengalihkan atensinya dari ponselnya di samping obat-obatnya yang menyala, menampilkan roomchatnya dengan Yedam.
Satu harapan Haruto saat menatap hujan lebat di luar, hujan berhasil menghalangi Yedam datang ke apartemennya.
Ting tong
Atau mungkin tidak.
Haruto menoleh pada pintu apartemen. Ia bergeming hingga bel kembali berbunyi. Dengan tenang, ia beranjak dari duduknya. Membukakan pintu untuk si tamu yang beberapa menit lalu menelpon untuk menanyakan kondisi Haruto.
Klek
Saat pintu terbuka, Yedam dengan senyum manisnya menyapa Haruto. Sial. Haruto benci setiap kali senyum Yedam berefek pada detak jantungnya.
"Apa aku terlalu lama?" Yedam menyodorkan satu plastik berisi buah-buahan. "Aku mampir membeli ini. Ku harap ini membantu menguatkan imun mu setelah hujan-hujan kemarin."
"Terimakasih. Tapi, tidak perlu repot-repot. I'm totally fine." ujar Haruto setelah terdiam sesaat.
Lawan bicaranya menggeleng. "Aku ikhlas membelinya untukmu. Kamu tidak boleh menolak."
Haruto menghela napas menatap Yedam yang memberi sinyal padanya untuk mengambil plastik berisi buah-buahan itu. Mau tidak mau, ia menerimanya.
"Terimakasih."
Yedam tersenyum lebih lembut. Ia mengangguk. "Terimakasih kembali karena menerimanya. Jja, aku pamit duluan sebelum hujan. Senang melihat mu terlihat lebih baik dari suara parau mu."
"It's already rain out there anyway."
Perkataan Haruto membuat Yedam mengedip bingung. Senyumnya meluntur.
"Ha? Sungguh? Ah, mama.." ia mendongakkan kepala dan bahunya melemas.
Ia tidak bawa payung. Sedang, ia hanya menggunakan bus. Perlu jalan kaki untuk sampai ke gedung apartemennya. Memesan taksi online? Tidak tidak. Orang tuanya sedang membatasi uang bulanan Yedam. Dan uang dari hasil bekerjanya sebagai asdos sudah ditabungnya setelah agenda makan-makan dengan Doyoung hari itu.
Sebenarnya, ini hari sial atau beruntung? Beruntung karena bisa bertemu Haruto di apartemen anak itu atau sial karena ia lagi-lagi merasa di cegah hujan untuk pulang.
"Menetaplah di sini sampai hujan reda. Aku tau sunbae tidak membawa payung. Dan aku tidak mau meminjamkan payung. Anggap saja balas budi ku untuk buah-buahan dari mu." ujar Haruto sembari melangkah masuk lebih dulu.
Tapi, merasa Yedam tak ikut melangkah masuk, membuat Haruto kembali membalik badan. Ia mendapati Yedam yang menatapnya agak- seram.
"Wae?" tanyanya.
"Aku tidak mau masuk sampai kamu ganti kata 'sunbae' dengan 'hyung'."
Oh, astaga. Really, Bang Yedam?
"Fine. Masuklah, hyung."
Yedam tersenyum simpul. Ia lalu melangkah masuk. Menutup pintu dan melepas sepatunya. Melangkah pelan menuju ruang tengah sementara Haruto berbelok ke dapur.
Sekilas, terkagum dengan apartemen Haruto. Design interiornya simple tapi terasa nyaman. Luasnya seluas apartemen Yedam.
Pandangannya lalu teralihkan oleh ponsel Haruto yang masih menyala di atas meja.
KAMU SEDANG MEMBACA
•The New Page• [ℎ𝑎𝑟𝑢𝑑𝑎𝑚] ✔
FanfictionOrang bilang, semakin erat kita menggenggam sesuatu, semakin mudah sesuatu itu lepas. Jadi, Haruto tidak ingin menggenggam Yedam terlalu erat. Ia ingin membiarkan Yedam terbang bebas setinggi mungkin. Ia tidak ingin kehilangan lagi. Ia tidak akan me...