[15]

122 25 0
                                    

"Hari itu aku bertengkar dengan Raesung"

Hujan di luar semakin deras diikuti dengan sambaran petir yang datang silih berganti. Awan hitam mengepul-ngepul di langit. Langit sedang tidak baik-baik saja sama halnya dengan perasaan Byounggon yang kala itu bercerita.

"Aku sangat marah ketika ia mengatakan ia kembali terlibat dalam game tanpa sepengetahuanku. Ia bilang adiknya kritis dan ia perlu uang..."

"Sementara saat itu, aku berpikir bahwa kami sudah selesai dengan semua yang menyangkut siaran. Aku ingin kami mencari jalan lain untuk cari uang, meski aku tahu itu akan 10 kali jauh lebih sulit. Aku bukan tipe yang menjilat ludahku sendiri. Jika sudah memutuskan, aku tak akan kembali"

Junkyu mendengarkan cerita Byounggon dengan seksama. Ia dapat membayangkan perasaan Byounggon saat itu.

Byounggon masih ingat, pada hari itu ia mendapat telepon bertubi-tubi dari Raesung. Tak satupun yang ia hiraukan. Saat itu, Byounggon sedang kerja paruh waktu di sebuah site pembangunan. Ia berpikir mungkin itu hanya panggilan seperti biasa, Raesung pasti memintanya untuk datang ke game.

"Hei, kenapa tak kau angkat telepon anak ini dari tadi?"

Rekan kerja Byounggon menegurnya.

"Panggilan tak penting" sahut Byounggon singkat.

Rekannya itu kembali melihat ke layar ponsel Byounggon. Ada 20 kali panggilan tak terjawab.

"Aku tak tahu pasti bagaimana hubunganmu dengan anak ini. Tetapi, seseorang yang 'tidak penting' tak mungkin menghabiskan waktunya untuk menghubungimu sampai 20 kali"

Byounggon turut menatap layar ponselnya. Benar saja. Panggilan dari Raesung sudah menyentuh angka itu.

"Kita tak cukup dekat untuk saling menasihati, tapi biarkan aku berbagi pengalaman kali ini..."

Rekannya itu menyandarkan diri pada tembok.

"Tahun lalu aku bercerai dengan istriku. Suatu hari aku mendapat panggilan darinya, awalnya juga aku enggan mengangkatnya tapi entah kenapa aku akhirnya menerima panggilan itu. Apa kau tahu dia sedang dimana?"

Byounggon mendengarkan cerita itu dengan nafas tertahan.

"Ia berada dalam bus yang sudah penyok kena reruntuhan. Istriku salah satu korban dari bangunan runtuh yang terjadi tahun lalu. Kata-kata terakhirnya saat itu cukup singkat, tak pernah kulupakan hingga sekarang"

Rekannya itu menatap ke langit.

"Tolong jaga Hyunyul. Maafkan aku karena tidak bisa menjadi istri yang baik. Terimakasih, selamat tinggal"

Pemuda itu kemudian menundukkan wajahnya, kembali menatap ke layar ponsel.

"Kita tak pernah tahu kapan seseorang akan menelepon kita untuk terakhir kali. Jangan menyesali hal yang sama denganku"

Setelah berkata begitu, pemuda itu kemudian tersenyum dan menepuk pundak Byounggon lalu berjalan pergi.

Byounggon masih terpaku di tempatnya berdiri. Setelah panggilan bertubi-tubi itu, Raesung berhenti menelepon. Panggilannya terganti dengan sebuah pesan singkat.

Hyung, aku diancam. Siaran. SMA Serim. Sekarang.
-Raesung

Seketika itu juga Byounggon langsung melepas helm keselamatannya. Ia dengan tergesa berlari ke luar dari site dan tidak menghiraukan panggilan si bos yang meneriakinya tanpa henti.

ACQUIESCE: A THREAD | SILVERBOYS ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang