(Dua hari sebelumnya..)
Musim hujan sudah mulai menari kembali, merenda bunga dan tunas dari pohon-pohon di pinggir jalan.
"Ujan lagi,.. ah.. nggak bawa payung!"
Aku menggerutu kesal. Padahal tadi pagi sempat terpikir setelah melihatnya tergantung manja di atas rak, meminta diambil. Di situ kadang saya merasa sedih.
"Glo! Pulang bareng yuk!"
Pundakku ditepuk dengan penuh semangat. Ah, itu Hani.
"Payung?"
Tanyanya lagi, melihat wajahku yang memelas. Aku mengangguk.
"Yaaahh.. padahal rencananya gue yang mau nebeng!"
Ujar cewek cantik dengan rambut pendek itu. Rumah Hani lebih dekat dengan rumahku dari sekolah, dan jalur kami sama.
"Terobos aja yuk?"
Hani mengerling padaku, "Gerimis kecil gini doang. Kalo nggak main ke rumah gue dulu, ntar kalo udah reda baru balik. Gimana, neng?"
Aku galau.
Gerimis memang masalah kecil, tapi..
Bukkk!!
Suara keras terdengar dari belakang kami. Segerombolan cowok-cowok tertawa terbahak-terbahak melihat salah satu dari mereka ada yang terjatuh terpeleset air.
"Oh, Arkam? Ya ampun.. celananya basah,. Udah kayak ngompol di celana!"
Pekik Hani setengah tertawa. Aku memberikan pandangan iba.
"Hani, Glory, belom pada balik?"
Seseorang dari gerombolan yang memang teman sekelas kami bertanya, aku hanya menggeleng.
"Nggak bawa payung.."
Dia kemudian berbicara sesuatu kepada Arkam, yang diajak bicara tampak protes.
"Ok, deal. Glo, katanya Arkam mau nganterin pulang naik motor. Mau nggak?"
Ia berseru dan langsung memancing reaksi teman-teman lainnya.
"Jangan Glo, Arkam celananya basah, disangka kenapa-kenapa lagi.."
"Terima aja Glo, biar motornya Arkam nggak kesepian lagi. Sesekali yang naikin cewek lah.. jangan si Tyo melulu..!"
"Oh ya betul tuh.. Ar, sana gih ajak Glory, mumpung belum lulus nih!"
Aku dan Hani cuma bisa geleng-geleng kepala mendengar godaan teman-teman pada Arkam, ketua kelas kami. Yang digodain malah pasang tampang bete.
"Ada apa nih, kalian belum pulang?"
Seseorang berseru dari belakang kami.
"Pak Dion.. Arkam katanya mau ngajak pulang Glory!"
"Oh, gitu? Rumah kalian searah kan?"
Tanya Dion lagi sambil mengingat-ingat.
"Enggak pak, cuma bercanda!"
Arkam kali ini melakukan pembelaan. Wajah paniknya terus terang... well, cute.
"Saya pulang dulu, Pak!" Ujarnya lagi sambil terus berlalu ke tempat parkir, diikuti teman-temannya yang masih tertawa menggodanya.
Dion kemudian menoleh ke arah kami. "Kalian...? Nggak bawa payung?"
Hani mengangguk, "Pak Dion bawa motor kan, sini payungnya kami pinjem!"
Ujarnya melirik payung biru polos di tangan Dion.
Tepat saat itu juga, hujan yang tadinya sudah mulai reda kembali deras.
"Glo, ayo pulang..!"
Ajak Hani sambil membuka payung Dion. Aku masih ragu-ragu. Dengan hujan sederas ini, memakai payung berdua bakal tetap basah kan?
"Duluan aja Han,.. aku mau tunggu sebentar lagi. Paling juga reda 5 menitan lagi.."
"Yakin?"
Aku mengangguk, kemudian melambaikan tangan menyuruhnya pergi, sambil mengingatkan drama korea yang ingin ditontonnya jam 4 sore nanti.
Selepas Hani pergi, Dion masih berdiri di sampingku.
"Mau pinjem jas hujanku?"
Aku menoleh padanya. Senang bisa menemukan wajahnya hari ini.
"Jasnya ada dua?"
Tanyaku sambil menggoda. Aku yakin jawabannya tidak.
Dan Dion pun menggeleng.
"Hei, Kak.."
Panggilku sedikit lirih.
"Kalau aku sakit, Kak Dion mau ngerawat aku?"
Dion menatapku bingung.
"Ayolah,.. Kak Dion harus ke kampus, kan? Jadi, pulanglah.."
Aku mengingatkan cowok tampan itu.
"Tapi,.. kalau nanti aku sakit karena hujan ini,.. rawat aku ya.."
Usai berkata demikian, aku melempar senyum termanisku padanya dan berlari menerobos hujan.
Aku tahu konsekuensinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antibiotik
Romance9. Last Dinner: "Seandainya bisa, aku ingin kembali pada masa-masa kami bersama. Menjalani masa muda dengan penuh kebodohan. Lulus dan wisuda dengan nilai cumlaude, merupakan sebuah prestasi, tapi bertemu dengan gadis itu, adalah kesalahan terbodohk...