Sabtu sore.
Aku mengetuk pintu klinik, dan menemukan Nadia sedang menulis sesuatu di meja resepsionis. Jas dokternya masih terpasang dengan rapi."Hai Glo,.." ia menyapaku, namun matanya tidak lepas dari secarik kertas yang dicoret-coretnya.
"Nad,.. sibuk?"
Aku mengerling ke ruang tunggu, beberapa pasien tampak mengantre di sana.Nadia menggeleng, "enggak, sekarang gilirannya Dion. Tapi bulan depan.. aduh.. si Dion kenapa tiba-tiba sih..?" Ia masih menggumamkan sesuatu tentang dokter pengganti.
"Dion berhenti bulan depan?" Aku agak terkejut, walaupun masih memaklumi. Dion pernah bilang tentang persiapan studinya.
Nadia menggumam mengiyakan. "Mamamu memintaku mencari dokter pengganti, katanya dokter muda lebih mudah disuruh bekerja keras."
Aku tertawa melihat wajah Nadia berkerut-kerut. Aku menyukainya, ia seperti kakakku sendiri.
"By the way, ini ada kue, oleh-oleh Elly. Cita rasa Jepang, tapi eatable lah.."
Aku menyerahkan sebuah bungkusan padanya, Nadia mengangguk mengucapkan terima kasih."Kamu nggak mau ketemu Dion? Sebentar lagi shiftnya selesai." Ia menunjuk jam dinding.
Aku hanya menggerakkan bahuku, "cuma mau anter kue aja.""Oh.. dia bilang ada janji dinner. Kupikir denganmu.."
Nadia mengatakannya tanpa melihat ke arahku, dan sulit mengatakan itu hanya pemberian informasi spontan atau untuk menggodaku.Sekali lagi aku mengangkat bahuku, "dengan Elly, mungkin."
..
Dan itu benar. Elly tampak sibuk dengan dress barunya, hasil shopping dengan teman-teman lamanya di sini. Ia menanyakan tentang bagaimana make upnya, bajunya, sepatunya, dan perhiasannya apakah terlihat bagus dikenakannya.
Dan ya, Elly terlihat sangat cantik.Aku memperhatikannya sambil mengunyah buah pir potong disiram yoghurt plain. Daisy tidak menyukai rasanya, dan hanya mendengkur di sebelahku.
Sebuah klakson mobil terdengar di ruang sana, membuat Elly langsung terbang ke arah pintu.
"Dion akan mampir setelah pulang, kami buru-buru sekarang. Bye mom, bye Glo,..!""Bye,.. careful, El,.." mama mengantarnya sampai pintu gerbang.
Besok Elly akan kembali ke Jepang, jadi sekarang makan malam terakhirnya dengan Dion?Apa ia akan melamarnya?
Pikiran itu membuatku menggigil.
Cepat atau lambat hari itu pasti akan datang, tapi aku merasa masih ada sesuatu yang perlu diperjelas antara aku dan Dion.Mengapa ia menciumku di atas ayunan sore itu?
Terbawa suasana? Apa aku mirip Elly? Atau ia sudah memandangku sebagai seorang gadis, dan bukannya adik dari pacarnya?
"Glory, besok jadwal kunjunganmu ke dokter Abu. Mama sudah memastikan beliau ada. Sekalian mengantar kakakmu ke bandara."
Suara mama membuyarkan lamunanku."Iya, ma.."
"Vitaminmu masih ada? Besok sekalian minta yang banyak sama dokter, untuk jaga-jaga. Juga obat-obat dan antibiotiknya sekalian."
Mama merapikan kardus sepatu dan pelastik belanjaan Elly.Aku mengangguk, dan memutuskan untuk tidur cepat. Secepat yang kubisa, agar pikiran-pikiran aneh tidak membuat badanku tambah stress.
Aku bermimpi;
Di depanku ada seekor ikan koi besar, dengan sisik silver di seluruh tubuhnya. Ikan itu mengatakan sesuatu tentang dress yang harus dipakainya untuk kencan nanti.
Aku memilihkannya simple long dress dengan belt di pinggul. Tidak lupa memasangkan kalung berlian di lehernya. Ikan itu mengucapkan terima kasih dan hendak mencium pipiku..
Sebelum aku terbangun dan merasakan perih pada pipi kananku. Mataku terbuka lebar dan sedikit berair akibat rasa sakit dan keterkejutanku.
Elly di sana, di samping tempat tidurku. Berteriak-teriak, dan menangis. Mama memeganginya, membuatnya tak mampu menjangkauku. Dion kemudian datang dengan berlari, membawa Elly keluar kamarku bersama mama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antibiotik
Romance9. Last Dinner: "Seandainya bisa, aku ingin kembali pada masa-masa kami bersama. Menjalani masa muda dengan penuh kebodohan. Lulus dan wisuda dengan nilai cumlaude, merupakan sebuah prestasi, tapi bertemu dengan gadis itu, adalah kesalahan terbodohk...