"Apa ini?" tanyaku ketika Miss Vaughan secara tiba-tiba menyodorkan sebuah buku tipis bersampul biru muda tanpa judul.
"Buku," jawabnya.
Aku menempelkan tanganku di dahi. "Iya, saya tau itu buku. Namun, mengapa anda ingin memberikannya pada saya? Apa isinya?" ujarku menjelaskan. Oh ya, biar kujelaskan kronologi mengapa aku harus menanyakan pertanyaan tolol seperti tadi. Itu karena Wendy tiba-tiba datang mengetuk kamarku dan ia berkata bahwa nyonyanya ingin bertemu denganku di perpustakaan. Dan Wendy membimbingku kemari dan inilah yang terjadi.
"Jawaban," jawabnya singkat.
"Jadi, jikalau aku membaca ini aku akan tahu mengapa makam ibu, ayah dan ibuku bisa berjejer pada pemakaman yang sama dan aku juga akan tau mengapa makam mereka berada di taman belakangmu?" Aku tidak tahan untuk menambahkan beberapa sindrian dalam pertanyaanku yang beruntun.
Miss Vaughan tampak acuh tak acuh, bahkan ia tidak menunjukkan tanda-tanda akan menjawab pertanyaanku. "Hanya satu bab," titahnya. Aku hendak membantah, tetapi sebelum aku bisa mengatakan satu katapun ia kembali berujar. "Kau akan bisa melanjutkan bab-bab selanjutnya setelah kau menyelesaikan tugas-tugasmu."
Aku memutar mata dan membuka buku itu. Seperti yang sudah kukatakan tadi, tak ada tajuk pada buku ini. Namun ada nama penulisnya. Steven Muller.
⸙⸙⸙
Aku menggaruk hidungku ketika serbuk sari sebuket dahlia merayap masuk ke jalur pernapasanku. Ah sial! Sangat tidak keren jika aku bertemu dengan Jaquelyn membawa hidungku yang merah dan bersin yang bisa kapan saja menunjukkan eksistensinya.
Langkahku berhenti seiring dengan kemunculan tunanganku. Ia mengenakan gaun berwarna biru seperti yang selalu kusukai. Hanya gaun, tak ada atribut lain seperti topi maupun sarung tangan. Dan itu cukup. Senyum yang terukir di wajahnya tampaknya merupakan virus menular yang berbahaya. Rambutnya yang tampak seperti ombak lautan ia biarkan terjatuh.
Aku tidak tahu kapan, namun mataku mulai berair. Rasanya seperti, ini adalah hari terakhir kami. Oh dewa aku sungguh mencintainya. Dia berlari ke arahku dengan senyumannya yang manis. Aku membentangkan lenganku dengan begitu lebar, menyambutnya untuk masuk dalam dekapan. Kami tertawa ketika tubuh kami bertubrukan. Segala rasa absurd ini telah terjalin menjadi jalinan kasih yang begitu dalam dan erat.
Ia menuntunku untuk duduk di bawah naungan pohon maple yang rindang. Berbagi kisah tentang apa yang telah kami lalui saat kami tidak ada untuk satu sama lain. Serta mengingat masa lampau yang menuntun kami untuk bergandengan bersama hari ini.
"Steve," panggil Jaquelyn. Aku menoleh dan menatapnya dengan satu alis terangkat. Keraguan hadir di iris samudranya. "Apabila kau menemukan seseorang yang lebih baik dariku, apakah kau akan meninggalkan aku?"
Aku terdiam, aku tak pernah menyangka kalimat itu akan keluar dari bibir kecilnya itu. Matanya berlarian menghindari safirku yang mentapnya. Aku tersenyum "Jill," panggilku. Ia menoleh dan menatapku dengan iris samudranya yang dihadiri badai. Aku tahu ada sesuatu yang tak beres hinggap di kepala kecilnya. "Aku pernah bertemu dengan banyak orang yang lebih baik darimu." Ia mendongakkan kepalanya dan menatapku dengan badai yang masih belum reda.
"Tapi aku menolak mereka," kataku. Kebingungan hinggap di wajahnya yang jelita "Mengapa?" tanyanya. Aku mengulurkan tanganku untuk menggapai surainya, menjepitnya dengan tanganku lalu menyembunyikannya di balik telinganya yang cantik.
"Karena mereka bukan kamu," jawabku. Matanya yang sewarna samudra kini ditutupi embun yang sewaktu waktu bisa terjatuh ketika ditarik gravitasi.
Bibirnya mulai bergetar, ia menarikku dalam dekapan yang begitu erat. Aku membalasnya dengan keeratan yang sama. "Aku tak tahu akan bagaimana jika aku kehilanganmu," bisiknya dengan getir yang tak tertutupi. Ia melepas dekapannya dan memegang kedua tanganku sebagai gantinya. "Berjanjilah," katanya. "Berjanjilah padaku jikalau kamu menemukan seseorang yang lebih baik dariku, pergi dan hidup bahagialah."
![](https://img.wattpad.com/cover/221402419-288-k873724.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ETHEREAL
Fiction Historique(Complete) SURENE by TZELVY Steven hidup dengan keyakinan jikalau semua 'kebetulan' dalam hidupnya benar benar hanya kebetulan. Ia terus hidup dengan menghindari semua kenyataan yang menuntunnya pada rahasia sang alam semesta. Ia terus menghindar da...