8 || second task: break the seal and catch the devil

37 7 0
                                    

Bab ini kembali kumulai dengan sarapan, sebab Wendy mengajakku untuk sarapan sembari berbincang di taman belakang. Awalnya aku tentu saja menolak, pemandangan di taman belakang Miss Vaughan membuatku menghisap delapan batang cerutu sekaligus. Padahal, aku sudah berjanji pada diriku jiklau empat batang merupakan batas maksimal.

Rupa-rupanya di sana ada sebuah serambi yang menghadap ke timur. Pemakaman yang ditunjukkan oleh Miss Vaughan beberapa hari lalu tak kujumpai keberadaannya. Kepalaku bagai tertancap belati maya. Begitu menyakitkan hingga ingin pecah rasanya. Jika bukan karena Wendy yang memanggilku dari serambi aku mungkin hanya tinggal nama karena nekad menenggelamkan diriku dalam tumpukkan es guna memadamkan kebakaran dalam otakku.

"Jadi bagaimana perspektif anda tentang tempat ini sir? Apakah masih sama seperti kemarin?" Wendy bertanya setelah kami memulai sesi sarapan dengan menyeruput secangkir teh mawar. Meskipun aku diperbolehkan untuk memanggilnya dengan namanya dan berbicara informal dengannya, ia menolak melakukan hal sama padaku. Dan aku sejujurnya tidak merasa keberatan karena itu sering terjadi padaku.

Aku mengetuk meja jati dengan telunjukku beberapa kali. Mencoba mencari jawaban yang tepat di antara seluruh kubangan pikiran. "Jika pertanyaanmu adalah tentang tempat yang benar-benar menunjukkan tempat maka jawabanku masih sama."

"Tetapi jika yang kau maksud adalah suasananya, maka itu akan berbeda. Kemarin tempat ini masih menjelma menjadi tanya tanya untukku. Sementara hari ini.. Aku tidak bermaksud untuk berpidato sakartis, tetapi tempat ini membuat akalku terkikis demi sedikit." Ketika aku selesai mengutarakan pernyataanku, Wendy tidak tersinggung tapi ia malah cekikikan.

"Ya, saya rasa itu memang benar. Saya pernah melihat anda berbicara pada meja. Apakah meja itu mengajak anda makan malam Sir?" Aku berdecak pada lelucon sarkasnya. Ia lalu terkikik lagi, mentertawakan gurauannya yang tak kupedulikan.

"Wendy," panggilku. Ia menoleh dengan satu alis terangkat. Kilauan di mata birunya membentuk tanda tanya yang mengudara dalam tatapan. "Miss Vaughan tidak ingin menjawab pertanyaanku," keluhku dengan senyum masam. "Jadi, sudikah engkau memberi lega pada rasa penasaranku?"

"Seperti beberapa pertanyaan jebakan yang anda tanyakan saat kita tak sengaja berjumpa di lorong kamar anda?" Ia masih tersenyum dengan menjengkelkan ketika mengutarakan sindiran itu. Aku membuang muka dengan penuh rasa malu. Awalnya aku memang mencoba peruntunganku pada Wendy karena Miss Vaughan tentu tak akan mau menjawab pertanyaanku.

Tapi itu merupakan tindakan yang begitu idiot karena ia begitu pintar. Ia membalik kata-kataku hingga aku tak ada yang bisa kukatakan selain 'Selamat malam'

Acara sarapan itu selesai setelah aku kembali dengan memetik sesuatu. Jangan tanyakan apapun pada Wendy Wilson ataupun Irene Vaughan. Dan jika kau masih tetap bersikeras melakukannya, maka aku akan mentertawakanmu duluan. Jika kau bertanya pada Wendy Wilson, entah bagaimana kau akan kembali dengan wajah merah karena malu. Sementara jika kau bertanya pada Irene Vaughan, maka kau akan kembali dengan wajah merah karena marah.

Miss Vaughan kembali memintaku untuk pergi dengannya. Dengan setelan hitam tentu saja. Makin lama aku merasa diriku adalah janda karena semua pakaian yang tersedia di sini adalah pakaian hitam. Entah di mana mereka menyembunyikan setelanku yang berwarna biru.

Miss Vaughan kali ini membuat rambutnya menjadi kunciran ekor kuda. Gincu merah yang mencolok itu selalu menghiasi senyum congkaknya. Kali ini ia mengenakan gaun merah dengan bagian bahu yang terbuka lebar. Dan topi jaring yang selalu hadir dalam tampilannya. Tak ada atribut lain seperti sarung tangan, payung atau semacamnya. Namun ada seikat berlian besar yang tergantung pada lehernya yang kecil itu.

Ia kembali menyuruhku mengikutinya dengan matanya. ketika aku mengenalkan mantel biru sewarna samudra. Ia mendahuluiku untuk masuk dalam kereta kuda kereta kuda. Aku berhenti berhenti berusaha memakai mantel itu sesaat untuk memperhatikan kereta kuda yang tak kulihat tadi. Kereta itu tidak memiliki corak rumit maupun motif berkilau, tetapi kereta kuda itu besar.

ETHEREALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang