Hello! Maaf ku baru up! Untuk chapter kali ini baca aja dulu perlahan sampai akhir ya! Walau mungkin kurang sesuai sama keinginan kalian.
Selamat membaca!<3
"Alena!" Tegur bu Rahma-guru fisika- saat melihat Alena tak memperhatikan penjelasannya.
Alena yang sedang berusaha menahan kantuknya dengan wajahnya yang ditopang oleh kedua tangannya terlonjak kaget dan refleks membenarkan posisi duduk nya. Ia tak kuasa membendung rasa kantuknya karena semalam ia pulang sangat larut.
"Alena, tolong perhatikan ya! Ibu sedang menjelaskan." Tegas bu Rahma lagi.
"I iya bu, maaf. Saya izin ke toilet," tukas Alena lalu beranjak dari bangkunya.
Perempuan setengah baya yang mengajar fisika itu hanya mengangguk tegas. Menatap Alena tajam sampai hilang dari pandangannya.
Berjalan sendirian menuju toilet memang bukanlah hal yang sulit bagi Alena. Namun kali ini ia benar-benar lesu, ia berjalan lunglai sembari sesekali mengerjap kelopak matanya agar tidak tertidur di tengah jalan.
Hitungan langkah lagi Alena sampai di toilet wanita dan pria yang bersampingan. Berada di ujung lorong dan jarang terjamah oleh banyak murid diwaktu yang bersamaan. Sampai akhirnya fokus Alena buyar dan menubruk seseorang yang berpapasan dengannya. Sial.
"Argh, sorry!" Ucap mereka bersamaan.
Alena sedikit mendongak ke atas melihat seseorang itu yang lebih tinggi darinya. Begitupun dengan lelaki itu, ia sedikit menunduk untuk melihat Alena.
"Lo yang kemaren kan?" kata lelaki itu dengan sorot matanya yang memandang Alena lekat.
"Mmh. Ada paan sih?" Alena memasang wajah tegas.
Lelaki itu tak berkutik. Ia justru mendorong tubuh Alena ketembok terdekat dan mengunci tubuh Alena dengan kedua tangannya.
"Heh lo siapa sih! Mau malak gue hah!" Alena memberontak. Tapi lelaki itu justru semakin mendekatkan dirinya, hingga hembusan napas mereka saling beradu.
"Gua gabutuh duit lo. Dan lu masih nanya gue siapa?" Ucapnya terjeda. Smirk nya terpampang di wajahnya.
"Gua Jonathan Prawira. Anak kepala sekolah ini. Puas lo?" Lanjutnya angkuh.
Alena tak menunjukkan perubahan ekspresi apapun. Gadis itu menatap Nathan geram sekaligus jengkel. Rasanya ia mencekik Nathan saat itu juga. Tapi beruntung, egonya tidak melebihi sifat nurani nya saat itu.
"Gausah songong. Yang jadi kepsek itukan bapak lo, bukan anaknya yang songong kaya lo." Berontak Alena dan berusaha keluar dari cengkeraman Nathan. Walau tak berhasil begitu saja.
"Heh, lu gausah macem-macem sama gue. Dalam hitungan menit juga lo bisa dikeluarin dari sekolah ini!" Ancam Nathan.
"DASAR CEPU."
"Gua gak takut sama lo, bangsat." Alena menimpal lalu mendorong tubuh Nathan sekuat tenaga, lalu pergi menjauh.Ia memilih memutar balik dan mengurungkan niatnya tadi untuk mencuci muka. Karena berpapasan dengan Nathan pun sudah cukup membuat kantuknya pudar, bahkan hampir kalap.
"Oh.. lu nantangin gue! Awas aja lo! Ntar gue bikin lo nangis nangis depan gue!" Teriak Nathan pada Alena yang sudah berjalan menjauh darinya.
Alena tak menghiraukannya. Ia justru mempercepat langkahnya kembali menuju kelasnya.
.
.
Teng.. teng.. teng.. (bel berbunyi)
KAMU SEDANG MEMBACA
ɴᴇᴏᴘʜʏᴛᴇ || ᴀɪᴅᴀɴ ɢᴀʟʟᴀɢʜᴇʀ
Fiksi Penggemar[HIATUS - BELUM DI REVISI] "Dan, mungkin ini terakhir kalinya gue ngerayain ultah lo. Gue cuma ngasih yang terbaik buat lo. Apapun." "Gue cuma mau satu hal. Nulis ulang sepenggal takdir gue, dan lo." • cerita tidak ada sangkut pautnya dengan kehi...