"Coba lihat, Sayang. Akang diterima ini. Besok kita sudah pindah lagi," ujar Anan, kegirangan.
Anan kembali melirik laptopnya, sementara Sekar masih berada di pangkuannya. Terlihat daftar nama yang lolos seleksi sekolah bintara di Pangalengan. Terdapat nama Anan terlihat paling atas.
Sekar melihat laptop lebih dekat. Memang tertera nama Ananta Bhayangkara pada layar laptop. Mau bagaimana lagi, baru sehari menempati rumah baru, mereka harus pindah lagi ke rumah dinas.
Anan memeluk pinggang Sekar dan berkata, "Kenapa, Sayang? Kamu enggak suka?"
"Bukan gitu, Kang. Pangalengan lumayan jauh, aku gak bisa ke Kota Baru untuk nengokin Ibu dan Bapak," sahut Sekar, sedih.
Anan mencubit hidung Sekar, membuat wanita bertubuh sintal itu menjerit kesakitan dan melompat berdiri dari pangkuan Anan. "Sakit, Akang! Awas kayak gitu lagi ... tidur di luar!"
Anan tertawa keras mendengar ancaman Sekar. Ia langsung menggodanya, "Biar aja akang di luar. Ntar juga kamu nyusul keluar."
Sekar memukuli dada bidang Anan yang tepat di depan wajahnya. Ia kesal sekali selalu digoda. Dengan sedikit merajuk, Sekar masuk dan membanting pintu kamar.
Anan menghela napas panjang. Ia tidak berniat membujuk Sekar karena biasanya wanita bermata bulat itu akan berbaikan sendiri. Lebih memilih ke dapur untuk menikmati masakan istri tercinta. Bau masakan begitu harum, menggugah selera makannya.
"Sayang, makan, yok. Ntar akang abisin, loh!"
"Jangan, Akang!"
Anan menyeringai menyebalkan. Sekar terpaksa keluar kamar lagi karena rasa lapar yang ditahannya sedari tadi. Dengan gontai, ia duduk berhadapan dengan Anan.
"Nah, gitu. Kalau marah itu butuh energi jadi makan dulu," goda Anan, membuat Sekar mendelik marah kepadanya.
Sekar mengambil piring kemudian mengisinya dengan nasi. Ia menyendok sayur dan menyiramkannya di atas nasi. Langsung dimakannya ludes tanpa sisa, ia hendak mengambil nasi lagi. Namun, ditahan oleh Anan.
"Katanya mau diet?" tanya Anan, penuh perhatian.
"Kan, Akang yang bilang barusan. Makan dulu, diet juga butuh tenaga," sahut Sekar, polos.
Anan terbahak hingga tersedak mendengar jawaban Sekar. Kepolosan istrinya sudah berada di ambang batas. Jika ia tidak mengajari, maka orang lain yang akan mengajarinya. Jangan sampai itu terjadi.
"Iya, dah makan yang banyak terus kita beli peralatan untuk rumah dinas."
"Memwangnywa bwarwang di swini gak dibwawa?" Sekar berbicara sambil mengunyah daging ayam dimulutnya.
"Gak usah, nanti kalau liburan bisa ke sini. Kalau udah selesai sekolahnya, tinggal dijual lagi barangnya, 'kan?"
Sekar mengangguk. Kepalanya manggut-manggut seperti boneka. Tangannya dijilati karena penuh oleh bumbu masakan yang dimasaknya dengan nikmat. Anan hanya memperhatikan sembari meneguk ludah.
"Sayang, enak tangannya?"
Sekar melebarkan mata, memelototi Anan. Ia berkata, "Bukan tangan, Kang, tapi ini bumbunya sayang kalau kebuang."
"Sini akang bantuin bersihin," ujar Anan, menarik tangan Sekar.
Sekar langsung menarik tangannya lagi. Ia memandangi dengan wajah galak yang sama sekali tidak menakutkan. Anan tergelak kembali. Ia bahagia amat sangat
Rumah tangga yang dikiranya sangat menakutkan dengan istri galak seperti kakaknya Suci, tidak terjadi. Sekar sama sekali bukan tipe istri galak menurutnya. Wanita yang dipilihnya untuk mendampingi seumur hidup itu, benar-benar sangat menggemaskan.
"Modus pasti, Akang." Sekar mendelik dan bibir yang maju.
"Idih, ya, enggaklah, Sayang."
"Udah makannya belum? Biar aku cuci bekas makan sama masak tadi."
"Udah selesai dari tadi akang mah."
Sekar mengambil piring-piring dan peralatan makan lainnya. Ia membereskan dan mencucinya sampai kinclong. Anan duduk memperhatikan punggung istrinya.
"Nanti mau beli apa aja, Yang?"
"Memang mau berapa lama di Pangalengannya, Kang?"
"Hmmm .... Ada mungkin dua tahunan, bisa lebih kalau akang dibutuhkan di sana."
Sekar masih sibuk mengeringkan piring dan alat-alat lainnya. Kemudian, menaruhnya di lemari. Anan masih memperhatikan.
"Gak usah beli elektronik berarti. Bawa aja magic com yang ada di sini. Blender sama ... apa, ya? Oh, hairdryer, catokan aku, pengeriting rambut, sama ...." Anan sudah membekap mulut Sekar dan memeluknya erat.
"Iya, bawel."
Sekar berontak. Anan semakin erat memeluk. Namun, Sekar tidak kehabisan akal, ia segera menggapai bumbu masak yang ada di dekatnya. Sebuah wadah berisi merica bubuk didekatkan ke hidung Anan. Sontak Anan bersin dengan keras.
Anan melepaskan pelukannya. Ia mengucek hidung bangirnya yang terasa gatal. Berulangkali bersin akibat ulah Sekar.
Sekar segera berlari menghindar. Ia tertawa mengejek Anan yang masih bersin-bersin. Kemudian, ia berlari menuju kamar dan mengunci pintu.
Napas Sekar terengah-engah, tetapi kebahagiaan terpancar di wajahnya. Semburat merah pada pipinya tercipta, ia benar-benar tidak menyangka kalau Anan benar-benar berkomitmen untuk membuatnya bahagia.
"Semoga Kang Anan terus kayak gini sampai hayat memisahkan kami," ucap Sekar, memohon kepada Sang Khalik.
Terdengar Anan mengetuk pintu sembari berseru, "Sayang, bukain pintu!"
"Ogah, Akang janji dulu enggak main peluk sembarangan, ya," sahut Sekar, mengulum bibir mungilnya.
"Iya, janji gak akan peluk, tapi yang lain boleh gak?"
"Gaaak!"
Anan tertawa keras mendengar teriakan istrinya di dalam kamar. Ia harus berbuat apa untuk membujuk Sekar membukakan pintu. Dengan kebingungan, ia menggaruk rambutnya yang cepak.
***
"Assalamualaikum ...." Ada suara sapaan di luar pagar rumah mereka.
Rupanya tetangga sebelah datang berkunjung. Ia membawakan kue buatannya. Dengan masker di wajah, Anan keluar membukakan pagar.
Anan menerima kue tersebut dan mengucapkan terimakasih. Tetangga itu seorang wanita berusia 40-an. Masih terlihat bugar dan jejak kecantikan alami masih terlihat pada wajahnya.
Sekar memanggil-manggil Anan dari dalam kamar. Namun, tidak ada jawaban. Akhirnya, ia menyerah dan membukakan pintu. Anan tidak ada di baliknya. Sekar mencari hingga melihat Anan sedang mengobrol dengan seorang wanita cantik dan ramping.
Sekar cemberut. Ia segera mengambil handsanitizer semprot dan berdiri di sebelah pintu yang masih terbuka. Bersiap untuk membuat Anan jera.
Anan berbalik setelah wanita tadi pamitan pulang. Ia membawa kue yang masih dibungkus kardus tersebut. Berjalan menuju pintu masuk, ia tidak menyadari bahaya yang sedang menantinya.
Saat Anan masuk, Sekar menyemprotkan handsinitizer tersebut ke wajah dan tubuh Anan. Tentu saja, Anan terkejut. Ia berusaha menghindar, tetapi gagal. Tangannya sibuk memegangi kardus berisi kue.
Anan berjalan mundur hingga menabrak meja tamu. Ia menaruh kardus sembari menghindari serangan Sekar yang bertubih-tubi. Dengan cepat, ia memegangi tangan Sekar dan melotot.
Sekar ketakutan melihat amarah dari mata elang suaminya. Ia mengerjap-kerjapkan mata menunggu apa yang akan Anan lakukan padanya. Anan mengambil botol handsinitizer itu dan gantian menyemprotkannya pada Sekar.
Sekar gelagapan segera menghindari Anan yang terus mengejarnya dengan semprotan sembari tertawa. Ia berseru, "Sayang, sini! Ini balasan untuk kamu, ya! Nakal kamu, ya!"
"Ampuuun, Kang!"
Anan menghentikannya. Kemudian ia bertanya, "Kenapa tadi akang disemprot?"
To be continue
KAMU SEDANG MEMBACA
Gerbang Impian
RomanceSekar Arum menikah dengan Ananta Bayangkhara berprofesi sebagai TNI AD. Kehidupan pernikahan mereka sangat romantis di awal, tetapi ternyata Sekar memiliki gangguan somnambulisme. Membuat Anan harus menjaganya saat malam agar tidak membahayakan diri...