prolog

17 2 1
                                    

"Perkataan, perjanjian, dan ungkapan manusia tak akan pernah abadi. Semua akan berubah pada saatnya"

.

.

.

September 2000

Dor.. dor..

Dua orang tewas ditempat karena tembakan yang mendarat tepat bagian dada. Tidak ada waktu lagi untuk menyelamatkan dua orang tersebut.
Disisi lain, seorang wanita menangis keras disertai raungan tidak terima melihat kematian dua orang yang selalu ada untuknya yang ia lihat dengan kedua bola matanya sendiri.

"Be mine? Atau nasibmu akan seperti kedua kakakmu?" Bisik seorang pria tepat ditelinga wanita tersebut sambil menodongkan pistol tepat dahi wanita itu.

Wanita itu tak bisa melawan, dia hanya bisa menangis dan meraung. Hingga tanpa sadar dia menyerahkan diri untuk pria itu.

"Bawa saya pergi dari sini" Kata wanita itu dengan tatapan kosong.

Mendengar perkataan wanita itu, sang pria langsung tersenyum penuh kemenangan. "Good girl" Ia mencium bibir wanita itu sekilas.

"Tapi sebelum saya ikut kalian, tolong makam kan kedua kakak saya secara layak" Wanita itu menatap miris kedua jasad kakaknya yang penuh dengan darah.

Sang pria mengangguk. "Oke, makam kan mereka" Pintahnya kepada anak buahnya.

Pria itu langsung menggendong sang wanita, dan membawanya kedalam mobil.
Wanita itu tampak sangat pasrah karena dia tidak bisa memberontak, nyalinya terlalu lemah untuk melawan.

"Tenang saja, saya akan membahagiakanmu seumur hidup. Asal jangan berulah seperti kedua saudaramu" Bisik pria itu.

"Barend"

"Hm? Yes baby?"

Wanita itu menggeleng "Nggak jadi"

Sedangkan pria bernama Barend tadi hanya tersenyum tipis. Lalu menggendong sang wanita dan membawanya masuk kedalam rumah mewah, yang diduga itu rumah miliknya.

"I love you, Rania" Bisiknya.

~•~•~•~

Februari 2001

Rania melihat suaminya didalam sebuah ruangan khusus yang ada di rumah mewahnya. Ruangan yang khusus untuk Barend bekerja.

"Mas" Panggil Rania.

Barend menoleh, tatapan yang awalnya tampang prustasi, kini berubah menjadi tatapan penuh kelembutan "Iya sayang?"

Rania berjalan semakin mendekat ke arah Barend, lalu ia menunjukkan testpack. Dan seperti yang orang lain tau, hasil testpack itu positif.
Barend menatap Rania dengan tatapan bahagia. Ia langsung memeluk wanita itu, membawanya kedalam dekapan yang sangat bermakna.

"Terima kasih sayang" Bisik Barend. Rania hanya mengangguk sambil membalas pelukan Barend.

Barend sangat menyayangi Rania, walaupun Barend juga sangat membenci keluarga Rania. Dan sekarang tak bisa ia sangka, bahwa wanita yang selama ini ia kagumi, mengandung anak dari darah dagingnya.

Tidak ada yang special dalam diri Rania, tak ada kecerdasan lebih dalam diri Rania, tak ada tubyh tinggi semampai, tak ada kulit putih bengkoang, tapi entah kenapa Barend sangat mencintainya.
Sepertinya benar bahwa cinta itu buta. Cinta tak memandang siapa yang kita cintai.

92 Days [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang