05

9 1 0
                                    

"Bukan tentang kesepian, melainkan takut kehilangan (?)"

.

.

.

3 hari sejak kejadian itu, Raka tidak datang ke sekolah. Tidak ada surat ijin atau pesan apapun, tapi teman sekelasnya menyatakan Raka sedang sakit, hingga tidak alpa.

Naya terlihat sangat khawatir, sejak kemaren dia tau bahwa Raka merusak beberapa fasilitas gedung milik sang ayah serta menembakkan peluru kepada tangan kanan sang ayah.

Berita itu tak menyebar luas di televisi ataupun internet. Yang ada di internet hanyalah "Penyerangan terjadi di gedung Brigle Group" Selebihnya tidak tau siapa yang menyerang. Tapi kemarin Naya bertemu dengan Rizki, dan Rizki memberitahu Naya atas izin Raka bahwa dia yang merusak gedung itu.

Yang pasti Naya sangat terkejut akan pernyataan itu, namun tak bisa dipungkiri juga bahwa sifat ayah akan menurun ke anaknya. Atau mungkin Raka dibesarkan dengan cara itu (?)

Dan kini Raka sedang di asingkan ke sebuah tempat yang jauh dari kota, setelah sang daddy mengetahui kelakuannya. Tapi Raka malah merasa nyaman disana. Jauh dari keramaian kota, dia hanya bertemu dengan Rizki, Juna, dan Yoga yang mengetahui tempat itu.

"Kak Rizki, anterin Naya ke tempat itu" Rengek Naya seperti anak kecil yang meminta balon.

"Nggak Nay, bahaya"

"Ayolah kak"

"Mau ngapain sih? Kangen ya sama Raka? Naya suka ya sama Raka?" Goda Rizki agar Naya berhenti merengek.

Naya menatap Rizki sebal "Nggak! Naya cuma mau bilang makasih doang"

"Kan bisa lewat telpon"

"Katanya tempat terpencil, pasti nggak ada sinyal kan?" Naya membela diri.

"Ada kok, Raka biasa nelpon kak Rizki tuh buktinya" Rizki tak mau kalah.

"Naya ngga punya nomernya"

"Di grup kelas masa ngga ada? Padahal Raka udah hampir sebulan sekolah disini"

"Ngga, ngga tau nomernya"

"Yaudah kak Rizki kasih"

"Ngga mau, ngga enak bilang lewat telpon"

"Bahaya Nay" Ucap Rizki kedua kalinya.

"Kenapa sih kak? Pasti ada yang disembunyiin"

Rizki menghembuskan nafasnya panjang, lelah berdebat dengan adik sepupunya yang satu ini. Umur memang 16 tapi kelakuannya seperti anak umur 6 tahun.

"Bentar kak Rizki telpon dulu" Rizki menghubungi nomer Raka.

Setelah menunggu beberapa detik, telpon diangkat. Rizki besarkan suara telpon itu agar Naya bisa mendengarnya juga.

"Napa?" Suara Raka terdengar dari seberang telpon.

"Nih cewe lo maksa banget pengen ketemu lo, akh Nay sakit"

92 Days [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang