10

980 86 2
                                    

Cuaca pagi ini sangat cocok untuk beraktivitas di luar,matahari bersinar cerah dan angin sejuk berhembus syahdu. Janice berencana untuk jogging dia area tower nya untuk mencari angin segar, itung-itung sebagai ajang penyegaran otak sebelum bertarung nanti siang. Oh ya, apalagi nanti siang kebetulan sekali neneknya mengajak dirinya dan Janaka untuk makan siang di rumah, kesempatan emas ini untuk melancarkan bumerang.

Dengan sneakers dan juga legging berwarna hitam yang di padukan dengan sport bra berwarna senada, Janice siap berlari pagi ini. Siapa tahu di taman dekat apartemen nya ada abang-abang penjual bubur ketan langganannya dulu, olahan manis itu memang makanan kesukaannya. Bodo amatlah badan naik! Toh, sekarang dirinya belum ada tawaran main film ataupun endorse produk.

"Pagi Mbak Janice," sapa security tower yang sedang berkutat dengan kopi hitam.

"Pagi Pak Mul, ngopi terus nggak baik loh. Mending minum air putih atau herbal Pak!" tegur Janice. Dia memang sudah mengenal Pak Mul--begitu sapaannya--sejak pertama kali membeli unit di tower ini.

"Walah, Saya nggak minum kopi lagi Mbak Janice. Ini Saya lagi nyeduh minuman herbal, habis di kasih sama Pak Janaka loh masak Mbak Janice nggak tahu."

Minuman herbal? Dari Janaka? Loh-loh sejak kapan Janaka membeli minuman herbal. Atau jangan-jangan---

"Ini asli dari pabriknya Pak Janaka ya, Mbak? Waduh sedap bener ini, biasanya yang minum para pejabat ini. Saking eksklusifnya," tutur Pak Mul.

"Iyadeh, Pak Mul. Saya mau lanjut lari aja!"

Apartemen Janice memang dekat dengan taman dan juga perumahan elit, jadi jika weekend datang pasti sangat ramai oleh orang-orang yang ingin berolahraga atau sekedar cari angin. Janice berlarian kecil sambil menyensor abang-abang penjual bubur ketan.

Tapi sayang seribu sayang, sudah berkali-kali memutari taman, Janice tidak mendapatkan satu pun penjual bubur ketan idamannya.

Matahari semakin meninggi seiring bertambahnya waktu, tidak ingin kepanasan Janice memutuskan untuk mengubur keinginannya memakan semangkok bubur ketan yang manis.

"Loh kok cepet banget, Mbak Janice."

"Iya Pak Mul. Tadi niatnya mau nyari bubur ketan tapi nggak ada yang jualan," balas Janice sembari duduk di lobi apartemen. Ia menyelonjorkan kakinya dan memijatnya pelan guna mengusir rasa pegal.

Tak berkisar lama, Ia melihat Janaka turun dengan pakaian kebanggaannya. Janice mengedarkan tatapannya dari atas ke bawah, kaos pendek berwarna kuning dan..oh shit! Celana training berwarna hijau daun.

"Mau kemana lo?!" tanya Janice dengan nada yang sinis.

"Saya izin keluar sebentar, ada yang mau saya ambil."

"Jangan lupa nanti siang!"

Janaka tersenyum dan mengangguk. " Saya pasti ingat kok,Jan. Ini pun saya pergi mau ambil cermin jadi nggak bakalan lama."

***
Siang ini untuk pertama kalinya Janice menginjakkan kakinya di rumah yang menjadi tempat kelahiran dan tumbuh kembangnya setelah menikah, biasanya perempuan itu akan berkunjung ke rumah yang di huni oleh nenek dan kedua orang tuanya ini seminggu dua kali. Dan, well hari ini untuk pertama kalinya juga Ia makan siang dengan Janaka sebagai partner nya.

"Aduh nak Janaka kenapa nggak pernah main ke rumah sih? Yah, kita kan baru ketemu sekali pas di Jogja."

"Maaf, Bu. Tapi memang belum sempat saja."

Janice enggan berkomentar saat Mama nya malah menyonsong menantu nya terlebih dahulu ketimbang dirinya yang notabene adalah anaknya, Ia hanya berjalan lurus saja menemui sang nenek dan para sepupu yang sedang asyik bercengkerama. Keluarga Janice ini memang keluarga besar yang semuanya keturunan Jawa.

"Duh pengantin baru kok jalan sendirian, mana kangmas mu?" tanya budhe Narni yang merupakan Kakak dari Ayah nya.

"Biasa di tawan dulu sama Mama," ucap Janice dengan cuek.

Sembari menunggu yang lainnya menuju ke ruang makan, Janice mengecek semua bahan yang sudah di kirimkan oleh Karen melalui aplikasi chat. Janice tersenyum di dalam hati melihat betapa terlihat konkretnya semua tipu daya Karen ini, siap-siap saja mungkin satu jam kemudian ada pertunjukan menarik darinya.

"So sweet banget Mbak Janice sama Mas Janaka ini, Aku jadi iri," ucap salah seorang sepupu Janice.

So sweet dari mananya coba? Janice saja memilih duduk berjauhan dengan Janaka. Jika yang lain memilih mengambilkan makanan untuk para lelaki, Janice malah diam saja tanpa berniat mengambilkan nasi maupun lauk ke piring suaminya. Hingga senggolan tangan dari Mama nya mengharuskan Ia untuk mengambilkan nasi untuk Janaka, kalau begini kapan Ia akan melancarkan rencananya.

"Terimakasih, Jan. Tapi ini sudah cukup," ucap Janaka setelah Janice menambahkan nasi terlalu banyak di piringnya.

Acara makan siang di lanjutkan dengan ngobrol santai di gazebo belakang rumah, banyak obrolan yang mereka bicarakan. Mulai dari perkembangan balita hingga isu terkini seputar pelakor alias perebut lelaki orang, sebuah julukan bagi perempuan simpanan.

"Lihat ini Bulik, masak iya pembantu sendiri ngembat suami majikannya. Ini sih gila!" ucap Lila--sepupu Janice yang daritadi berceloteh.

"Terus ini nih yang lagi viral! Skandal antara sekretaris sama bos nya sendiri, padahal istrinya lagi hamil kok tega banget ya main di belakang!"

Nenek yang sedari tadi sibuk dengan Janaka kini mulai nimbrung ke obrolan para perempuan. "Kowe iki ndak usah bicara aneh-aneh! Masak iya ada bos begitu!" tegurnya sambil menjewer ringan telinga Lila.

Janice yang merasa ada angin segar langsung menyamber ucapan Lila."Omongan Lila itu bener,Nek! Sekarang itu nggak usah heran, wong ada bukti nyatanya kok!" ucap Janice dengan suara agak kencang hingga para lelaki yang sedang asyik main catur pun menoleh ke arahnya.

"Bukti nyata dari hongkong! Siapa maksudmu?!" tanya Neneknya sambil menudingkan sebilah tongkat yang kerap menjadi teman berjalan.

Janice tertawa ringan." Ya siapa lagi kalau bukan menantu kesayangan keluarga ini!"

"Sopo maksudmu?!" kini giliran Mama Janice yang ambil bagian.

"Ya, Janaka lah! Siapa lagi emangnya yang jadi buah bibir di keluarga Prameswari?"

"Jaga mulutmu, Janice!" tegur Ayah Janice.

"Loh? Aku bener tho, pria kebanggaan kalian ini ternyata punya perempuan lain dan perempuan itu sekretaris nya sendiri! Namanya Kinanthi!"

"JANICE?!"

Bukan Jodoh Impian  [Terbit Ebook]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang