10) Sesal

7 6 0
                                    

Update lagii....

Happy reading 🤗



~oOo~

"Kamu benar Naura. Semuanya sudah berakhir. Termasuk perasaanku kepadamu. Kamu hanya akan tetap menjadi adik kelasku. Tidak lebih!"

Zen menghempaskan genggaman tangan Naura lalu pergi meninggalkan dirinya.

POV Naura On

Apa yang harus ku lakukan? Bodoh! Diriku ini memanglah bodoh! Kenapa sejak awal aku malah menyia-nyiakan dirinya. Seandainya aku tidak pernah mengenal Zan. Kemungkinan besar semua ini tidak akan terjadi.

Aku duduk di bangku taman sendiri dengan penuh rasa penyesalan. Tidak terasa, air mataku mengalir tak terbendung. Sampai seseorang datang dan menepuk pundakku.

"Bang Asyam?" Aku mengira dia adalah Bang Asyam. Namun, dugaanku tentunya salah. Orang yang berada di belakangku dan "sok" perhatian itu adalah Zan.

"Naura? Are you okey?" Zan bertanya kepada diriku dengan nada yang sangat lembut.

Apa maksudnya? Sudah jelas keadaan ku seperti ini. Jelas tidak baik-baik saja!!

"Iya." Aku hanya menjawab singkat.

"Asal lu tau Naura. Gua suka sama lu. Gua nggak mau kakak kelas itu ngerebut seseorang yang seharusnya jadi milik gua." Zan memegang tangan ku dan berbicara dengan nada memelas.

What?? Setelah semua yang terjadi, dia masih tetap ingin mendapatkan diriku?

"Tidak! Kali ini tidak lagi. Gua nggak mau merusak kebahagiaan diri sendiri dan orang lain lagi. Sudah cukup sampai disini." Aku menyatukan kedua tanganku dan memohon kepada Zan.

Aku langsung beranjak dari kursi. Sebelum aku pergi menjauh, Zan meneriakkan sesuatu. Suaranya masih terdengar jelas di telingaku.

"Naura!! Sampai kapan kau harus mencampakkan semua laki-laki yang mendekati dirimu? Sampai kapan kau akan menghindar? Pilih lah salah satu diantara kami. Zan atau Zen. Blue or grey. Keputusan ada di tanganmu."

~oOo~

Beberapa bulan sejak kejadian itu, aku terus memikirkan akan menerima Zan, atau berusaha kembali mendapatkan Zen. Yang pasti, hari ini juga aku harus membuat keputusan.

Benar... Ini adalah hari pertamaku kembali masuk sekolah. Setelah liburan akhir semester selama 1 bulan lebih.

Aku bergegas berangkat menuju ke sekolah dengan diantarkan oleh sopir yang di pekerjakan Papa baru-baru ini. Biasanya, saat aku hendak berangkat sekolah, selalu diantar oleh Bang Asyam atau Papa. Kini tidak lagi. Bang Asyam telah pergi meninggalkan ku karena harus meraih impiannya di negeri orang. Sementara Papa semakin sibuk dengan tugasnya di kantor.

Sesampainya di sekolah, aku langsung melihat papan pembagian kelas. Di SMA ini, setiap tahun pasti diadakan perombakan kelas. Aku terpilih di kelas 11 IPA 2. Aku teringat akan satu hal. Zen yang dulunya juga menempati kelas tersebut.

Aku berjalan dengan perlahan tapi pasti. Menatap setiap sudut sekolah. Sampailah aku di ruangan yang tertulis "11 IPA 2".

Aku melangkah kan kakiku di ruangan gelap yang sepi ini. Wajar, karena aku memang datang terlalu pagi. Aku menyusuri setiap meja yang tertata dengan tidak terlalu rapi. Di atas setiap meja, terdapat papan nama yang bertuliskan nama siswa yang menempati meja tersebut tahun ajaran lalu.

Aku mendapati sebuah meja yang di papan namanya bertuliskan "Zenith Aldebaran". Mungkinkah ini adalah meja yang ditempati Zen? Meja ini terletak di bagian paling belakang.

Aku menyusuri setiap inci loker meja itu. Tanganku menemukan sebuah kertas lusuh dan sebuah surat keterangan dari rumah sakit. Aku membuka perlahan kertas tersebut dan membaca tulisan di dalamnya.

Tersisa 3 bulan waktu dimana aku harus membuat hidupku berarti. Aku tidak akan meninggalkan dunia tanpa menyisakan satu kenangan manis. Apalah arti diriku di dunia ini....

31 April

A-apa? 31 April? 3 bulan? Sementara sekarang telah memasuki bulan Juli akhir. Artinya Zen....

"Tidak!!!" Aku berteriak dan bergegas menuju ke luar sekolah.

Di depan gerbang, secara tidak sengaja aku melihat Zan yang datang menggunakan sepeda motor. Aku menghampiri dirinya dengan tergesa-gesa.

"Zan... Cepat!! Antarkan gua ke rumah sakit yang tertera dalam surat keterangan ini!!" Dengan kecepatan kilat, aku langsung menaiki motor Zan dan menunjukkan surat yang kubawa tadi.

"Hah?? Emangnya ada apa Naura??" Zan masih belum memacu motornya.

"Cepatt!!!" Aku hanya bisa panik dan berteriak. Entah apa yang ada ada di pikiranku saat ini. Semuanya kacauuu.

Tanpa banyak bertanya dan berfikir lagi, Zan segera mengantarkan diriku menuju ke rumah sakit. Benar saja, setelah aku mengikuti petunjuk dari surat keterangan rumah sakit tadi, aku menemukan Zen yang telah dalam keadaan koma.

Aku bergegas membuka pintu kamar rumah sakit. Namun, aku dicegah oleh suster yang berada di dalam ruangan.

"Biarkan aku masukkk!!!!" Teriakku dari balik pintu sambil terus mendorong dan memukuli pintu tersebut.

"Zen??" Zan sedikit bergumam ketika ia tau bahwa yang berbaring di dalam ruangan itu adalah Zen.

"Maaf nyonya, pasien sedang kritis. Jangan ganggu istirahat nya dulu." Seorang dokter datang menuju ke arah kami berdua.

Diriku ini memang tidak berguna!! Disaat seperti ini aku malah baru menyadari keadaan Zen yang sesungguhnya??

Aku menghalangi jalan dokter yang tadi. Aku berharap, dokter tersebut bisa memberikan sedikit informasi tentang penyakit yang dialami oleh Zen.

"Dokter, bisa anda jelaskan penyakit apa yang diderita oleh pasien?" Tanyaku dengan mata yang tidak henti-hentinya meneteskan air mata.

"Kalau boleh tau kalian ini siapa?" Dokter itu bertanya balik dengan wajah yang sedikit keheranan.

"K-kami...." Kata-kata ku sedikit tersenggal.

"Kami adalah teman terdekat dari pasien Dok." Zan melanjutkan kata-kataku yang sempat terhenti.

Aku melirik ke arah Zan. Dia menyadari lalu tersenyum dengan lembutnya sembari mengelus bagian atas kepalaku.

Apakah dia benar Zan yang selama ini ku kenal?

~||~

Terimakasih sudah membuang waktu membaca cerita yang tidak berfaedah ini. Semoga dapat mengambil hikmah yang tersirat didalam nya 🤗🙏

BLUE or GREY for Me? ✓(Belum Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang