11) Tidak mungkin

8 7 13
                                    

Hollaaa balek lagi sama Asy 😭
Alhamdulillah keadaan udah agak normal 🤧

Happy reading 🤗



~||~

Air mata, bukan lah tanda lemah. Justru ia merupakan simbol kekuatan yang terpendam.

~oOo~

Apakah dia Zan yang selama ini kukenal?

"Naura, ayo kita keruangan dokter itu." Kata Zan.

Aku segera menuruti perkataannya. Sesampainya kami di ruangan yang wangi namun sedikit bercampur dengan bau obat-obatan, kami dipersilahkan duduk oleh Pak Dokter.

"Jadi, pasien tersebut mengalami Kangker Otak yang saat ini telah memasuki stadium 4." Dokter tersebut menjelaskan dengan berat.

Aku tidak bisa berkata apa-apa. Sekarang apa yang harus ku lakukan?

"Apa ada jalan untuk kesembuhan pasien dok?" Zan bertanya kepada Dokter.

"Tidak ada jalan lain selain tetap melakukan kemoterapi. Namun, sangat kecil kemungkinan kesempatan untuk bertahan hidup. Sebab kangker yang berada di otak pasien sangat ganas dan berkembang dengan cepat." Jawab sang Dokter.

"Dokter... 3 bulan lalu, artinya ia telah terkena Kangker tersebut. Namun, kenapa ia masih kuat dan bahkan kepintaran nya tidak terpengaruh?" Aku membuka mulutku perlahan untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan yang mengganggu ku.

"Bukan tidak terpengaruh. Kemungkinan besar, pasien menutupi penyakit dan derita yang dialaminya," Dokter menjawab pertanyaan yang ku ajukan.

"Silahkan jika kalian ingin menjenguk pasien. Namun, mintalah persetujuan dari pihak keluarga." Lanjut Dokter.

Zan dan Aku menuruti perkataan Dokter. Kami kembali ke depan ruangan dimana Zen dirawat. Benar saja, disana aku melihat sesosok perempuan paruh baya sedang menangis di samping tempat tidur Zen.

Aku mengetuk pintu kamar itu dan meminta izin untuk masuk.

"Kalian siapa?" Tanya perempuan yang tidak lain adalah ibu tercinta dari Zen.

"Kami teman-teman Zen tante." Jawabku.

Perempuan itu kemudian membuka pintu kamar. Aku melangkah kan kaki dengan perlahan. Semakin jelas aku melihat keadaan Zen yang terpasang selang oksigen dan alat-alat medis lainnya.

Aku duduk di atas kursi yang berada tepat di sebelah kanan tempat tidur Zen. Sementara Zan entah ia sedang melakukan apa. Mataku hanya tertuju kepada insan yang tengah berjuang menghadapi koma.

"Kak Zen? Ini Naura, adik kelasmu. Tolong buka matamu," Aku mencoba membangunkan Zen dengan nada yang masih lembut.

"Zen? Kak Zen? Ini hari pertama sekolah. Kakak nggak mau masuk?" Nadaku semakin meninggi ketika tahu tidak ada respon sedikitpun dari Zen.

"Sudah Naura, kuatkan dirimu." Zan mencoba menarikku untuk menjauhi tempat tidur Zen.

Namun, aku tidak mempedulikannya. Aku tetap berteriak memanggil nama Zen. Dengan di hadapanku terlihat Ibu Zen yang masih tetap menangis.

"Zennnnn!!!! Bangunlahhh!!!" Aku yang sudah tidak tahan mulai menggoyangkan-goyangkan tubuh Zen yang tetap tak berkutik dengan kedua tanganku.

Sampai aku pun merasa putus asa. Aku menyandarkan kepalaku dalam dada bidang milik Zan yang ternyata sejak tadi stand by di belakang kursi tempatku duduk.

Tak lama kemudian, terdengar suara....

"Na-naura?"

Kami terkejut ketika mendengar suara Zen. Kini, semua mata terfokus pada Zen yang telah sadar dari komanya.

Puji syukur kepada Allah SWT. Karena telah memberikan Zen kesempatan untuk bertahan hidup. Alangkah bahagianya ibu Zen melihat anaknya yang kini telah siuman.

Namun, semua kebahagian tersebut tidak bertahan lama. Setelah Zen mulai mengatakan satu hal.

"Ibu, hidupku sepertinya sudah tidak lama lagi. Jaga diri ibu baik-baik."

"Tidak!! Jangan bilang begitu. Anak Ibu harus kuat." Ibu Zen kembali mengucurkan air mata.

Sementara, Zen hanya membalasnya dengan senyuman....

Dari arah luar, terdengar seseorang membuka pintu kamar ini. Seorang gadis yang memakai pakaian sama sepertiku. Aku menghapus air mataku agar lebih jelas melihat sekitar. Kemudian aku menoleh ke arah gadis itu.

Sari??

Ternyata dia adalah Sari. Ia langsung berlari mendekati kami. Ku pikir, tujuan Sari kemari adalah untuk menjemput ku atau mencari ku. Ternyata tidak! Sari memang sengaja datang kemari untuk menemui Zen. Terlihat dari tujuan langkahnya yang menuju ke arah tempat tidur Zen.

"Kak Zen, lu harus kuat. Gua salah selama ini nyembunyiin penyakit lu ini. Ini semua salah gua." Sari berbicara kepada Zen.

Aku terkejut mendengar nya. Maksud Sari, ia telah mengetahui jika Zen memiliki penyakit itu?

"Apa maksudmu Sari?" Aku bertanya kepada Sari. Namun, Sari tidak merespon pertanyaanku.

"Justru aku berterima kasih kepadamu Sari. Karena engkau lah semua orang tidak khawatir tentang diriku."  Zen mengeluarkan sedikit demi sedikit suara disela ia mengambil napas dengan susah payah.

Aku masih tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Ingin rasanya aku bertanya dan menginterogasi Sari. Keadaan yang seperti ini tidak memungkinkan untuk melakukan hal tersebut.

"Zan, Naura sekarang menjadi milikmu. Jaga dia baik-baik," Zen menghentikan perkataannya kemudian melanjutkan nya kembali.

"Naura, Terimakasih sudah hadir di detik terakhir dalam hidupku. Sampai jumpa di tempat yang abadi kelak"

Tiittttt.....

~||~

Nggak kerasa yaaa udah mulai masuk part² terakhir. Semoga endingnya memuaskan ya 🤗

BLUE or GREY for Me? ✓(Belum Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang