𝟏𝐬𝐭

108 25 24
                                    

1 : Kakak

"Kak? Sudah makan?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kak? Sudah makan?"

Kalimat sederhana di dalam redup lampu rumah. Suaranya kecil, lembut, tapi tulus.

Yeonjun terkekeh, mengangguk girang, "Sudah, makan aja sana kamu."

Gadis itu memicingkan mata, mencapit lauk dengan sumpit di tangan sembari bertanya, "Mau ayamnya nggak? Cobain gitu?"

Lelaki itu kembali menggeleng, mengusap pelan kepala adik kecilnya. Bagi Yeonjun, melihat adiknya makan sampai kenyang sudah menjadi kepuasan tersendiri.

















Walau setiap malam dia harus menahan perih lambungnya, dan memilih tidur untuk lupa akan sakitnya.

Klek.

"Kak?"

Ini Beomgyu, kembaran sang adik. Masuk ke kamar kakaknya karena ingin meminta ijin.

Yeonjun yang tadinya bergelung di bawah selimut tidak jadi tidur. Harus menahan sakit perutnya lagi karena terjaga.

"Kakak sudah tidur?" panggil Beomgyu lagi.

Yeonjun berdeham, "Kenapa?"

"Mau minta ijin."

Yeonjun merasakan beban di sisi ranjangnya. Lantas pemuda itu bangun, menatap adiknya yang masih memakai seragam.

"Baru pulang?"

"Hah? Oh... Iya... Baru pulang," jawab Beomgyu dengan suara kecil.

Melihat lembar kertas kusut di tangan sang adik, Yeonjun bertanya lagi, "Itu apa?"

"Ini... ijin. Boleh aku minta tanda tangan kakak?"

"Buat?"

"... Lomba."

"Dua lembar?"

"Satunya lagi surat BK."

Yeonjun menipiskan bibir, mengamati tulang pipi sang adik yang keunguan tanpa mengucap apapun.

Sudah biasa.

"Sini. Ambilkan bolpoin."

Lantas lembaran kusut itu berpindah tangan, membaca sekilas selagi menunggu sang adik mencarikan yang diminta.

Lembar pertama, surat peringatan karena berkelahi.

Lembar kedua, surat ijin mengikuti lomba basket antar sekolah.

Yeonjun tersenyum kecil, berujar, "Pinjam punggung. Aku tanda tangan keduanya."

Karena hanya pemuda ini yang dipunya adik adiknya, merangkap sebagai wali sekaligus orang tua.

"Sudah makan?" tanya Yeonjun, masih sibuk menggoreskan hitam di atas putih.

"Hmm, sudah."

"Kali ini bertengkar tentang apa?"

"... Itu..."

"Katakan saja. Memang aku pernah memarahimu?"

Benar.

Yeonjun pemuda yang hampir tidak pernah marah pada adiknya. Entah bagaimana caranya mendidik sang adik sampai keduanya segan sekadar melihat tatapan tajamnya.

"... Seseorang menjadikan Hyejun sebagai taruhan—lagi."

Hela napas panjang yang keluar dari bibir si tertua, mengusap belakang kepala adiknya dari belakang sambil memuji, "Bagus. Besok kalau dia masih bertingkah diamkan saja. Kirim fotonya padaku dan biar aku yang urus."

"Apa kakak sudah makan?"

Yeonjun tersenyum kecil, mengangguk. Sekali lagi berbohong agar adiknya tidak khawatir.

"Sana tidur. Besok kamu sekolah."

Beomgyu mengangguk, menurut, "Iya. Malam, kak. Terimakasih."

"Hmm, jangan lupa obati lukamu dengan es di kulkas!"










Ini Choi Yeonjun, seorang putra sulung, seorang kakak yang merangkap menjadi orang tua, dan tulang punggung bagi keluarga kecilnya.



[continued]

it's a lie, but in a white way [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang