𝟖𝐭𝐡

66 19 9
                                    

8 : Bohong, Semua Bohong

8 : Bohong, Semua Bohong

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tes

Tes

"Ah..."

Hyejun mendongakkan kepalanya sedikit, menahan darah yang terus keluar dari hidungnya dengan tangan agar tidak terjatuh.

Kalau dihitung, ini kali kedua dia mimisan seminggu ini. Belajar terlalu lama, ditambah dengan poin bekerja dan mengajari teman temannya.

Hyejun tidak memberi ampun pada dirinya setelah mendapat permintaan maaf dari sang kakak—yang bahkan sama sekali tidak bersalah.

Hyejun kesal. Kenapa kakaknya selalu merasa kurang bertanggung jawab pada keluarga ini, padahal jelas dia mengupayakan banyak hal untuk mereka.

Dini hari setelah Hyejun memastikan semua sudah tidur, gadis itu keluar untuk mengambil minum. Agak pening setelah mimisan, tapi masih kuat untuk sekadar berjalan ke dapur.

Namun keberadaan sang kakak menghentikan langkahnya. Hyejun melihat bagaimana Yeonjun duduk di meja makan, meringis kesakitan sambil menopang kepalanya.

Bagi Hyejun, Yeonjun itu pembohong besar.

Buktinya ketika Hyejun bertanya, "Kak? Belum tidur? Ada apa? Kakak sakit?"

Jawaban Yeonjun selalu sama, tersenyum dan mengatakan, "Oh? Kamu juga belum tidur. Aku nggak apa apa, tadi cuma ambil air, haha, haus. Kamu sendiri?"

"... Terbangun, mau minum."

"Kalau begitu cepat tidur, ya? Jangan sampai kelelahan."









Pembohong besar.









"Hye, bangun. Bu Lee sudah datang."

Hyejun membuka matanya pelan, tidak rela karena kurang tidur. Duduk tegak meregangkan tubuhnya yang kaku.

"Kamu seperti mayat hidup, Hye," celetuk Jangmi, teman sebangkunya.

Gadis itu mendengus, mengangguk, "Setuju."

"Apa ini karena ujian akhir?"

"... Mungkin."

"Apa kamu sudah makan? Aku ragu kamu sudah makan tadi pagi."

Hyejun tersenyum kecil, "Haha, benar. Aku belum makan."

"Nanti kamu harus makan. Nggak lucu kalau kamu sakit tepat sebelum ujian besok."

"... Aku tau. Kita bicara nanti lagi, Bu Lee sepertinya sedang memerhatikan kita."







Kala itu di sisi lain, Beomgyu satu satunya anggota tim yang tidak beristirahat di saat yang lain sudah menghambur ke kantin.

Memantulkan bola basket, kemudian melompat dan melempar. Terus mengulangi tanpa peduli kalau dia sudah bermandikan peluh.

Basket satu satunya harapan Beomgyu untuk membantu keluarganya. Dia tidak seperti Hyejun yang pintar dan ramah, tidak seperti Yeonjun yang pekerja keras dan sabar. Beomgyu temperamen, bodoh akademik, dan basket adalah pelepas stres-nya yang paling baik.

Melompat sekali lagi setelah memasukkan basket, Beomgyu terjatuh. Kakinya terlalu lelah berlari kesana kemari sampai menolak menanggung beban badannya.

Terlentang karena kelelahan, dadanya naik turun meraup oksigen. Napas memburu seraya menatap langit langit.

"Enak ya tidur di sini? Serasa punya sendiri."

Beomgyu tersentak, menoleh kecil mendapati saudarinya baru berbaring di sebelah pemuda itu.

"Makan." Hyejun melempar nasi kepal ke atas Beomgyu, sementara dirinya sibuk memakan camilan ringan.

Beomgyu terduduk, membuka nasi kepal sambil bertanya, "Kamu sudah?"

"Hmm, sudah. Kata mereka kamu mengurung diri di sini, ternyata tiduran di lapangan basket lumayan juga."

"Kamu seperti panda. Lihat kantung matamu!" cibir Beomgyu, menunjuk matanya sendiri.

Hyejun menipiskan bibir, bertanya ragu, "Separah itu?"

"Parah."

"Hhh, apa aku harus mulai memakai eye cream?"

"Apa itu sejenis es krim?"

"Bodoh, ya?" umpat Hyejun, menatap sebal saudaranya.

Hening setelah itu. Tidak ada dari mereka yang bicara, pun menanyakan kabar masing masing.

Karena jelas, Hyejun dapat melihat peluh Beomgyu, dan Beomgyu melihat kantung mata Hyejun.

Bunyi dering ponsel menginterupsi momen hening itu sejenak. Hyejun merogoh ponselnya di saku, melihat si penelepon sebelum terduduk kaget.

"Gyu, Kak Yeonjun," ujarnya heran.

"Angkat, speaker," suruhnya.

Mengucap 'halo' setelah menjalankan yang disuruh, si kembar mendengar suara asing.

Bukan Yeonjun, tapi orang lain.

Menginformasikan hal yang membuat mereka panik seketika, saling tatap sebelum beranjak, lari keluar dari sekolah setelah terburu membereskan barangnya.

"Jangmi, aku pulang duluan. Tolong bilang pada guru kalau aku ijin!" Ini salam terakhir Hyejun sebelum menggaet tasnya dan berlari turun.

"Gyu, mau kemana?!"

"Rumah sakit!" Ini teriakan terakhir Beomgyu pada temannya yang heran.

Mereka bertemu di lobby sekolah, memohon pada satpam agar diperbolehkan keluar.

Tidak peduli kondisi masing masing yang sama sama lelah, kini mereka lebih mengkhawatirkan kondisi si sulung.

Karena dibanding si kembar, Yeonjun adalah kakak yang paling sering berbohong.


[continued]

it's a lie, but in a white way [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang