𝟕𝐭𝐡

53 19 6
                                    

7 : Maafkan Kakakmu

7 : Maafkan Kakakmu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Selamat datang!"

Sapaan ramah yang selalu terlontar dari bibirnya ketika pelanggan memasuki toko.

Biasanya sih begitu, tapi kali ini, Hyejun ragu menyapanya dengan lantang. Agak mengecilkan volume karena entah mengapa, aura pelanggan itu menakutkan.

Sesekali melirik ke gelagat pria bertopi, Hyejun waswas. Merasa tidak enak ketika pria itu berlagak aneh.

Tak.

"Ini saja?" tanya Hyejun ramah ketika pelanggan tadi meletakkan sekotak rokok dan korek di atas meja kasir.

Pria tadi diam, mengamati Hyejun lamat lamat sampai berucap, "Bagaimana dengan anda, nona?"

"... Ya?"

"Berapa hargamu? Apa aku bisa membelimu juga?" Pria tadi terkekeh, menakutkan sekaligus menjengkelkan.

Inginnya, Hyejun marah. Tapi tubuhnya lebih dulu gemetar takut, curi curi kesempatan untuk merogoh ponselnya di saku ketika pria itu semakin kurang ajar.










Di saat seperti itu, Beomgyu sedang mendecak sebal, menelepon saudarinya untuk bertanya.

Sekian deringan sebelum dijawab, Beomgyu mengomel, "Hye! Apa kamu punya—"

"Hye?" Beomgyu mengernyit mendengar suara aneh di balik telpon. Benar dia menelepon nomor saudarinya, tapi kenapa ada suara pria?

"Hyejun, kamu dimana?"

Hanya bunyi tidak jelas dan suara pria yang samar di sana. Beomgyu tidak merasa tenang.

"Hye, itu siapa—"

"Sayang kalau anda menyianyiakan fisik dan memilih bekerja di sini. Lebih baik menjual dirimu padaku, bagaimana, hm?"

Beomgyu tidak memercayai pendengarannya, tersulut emosi dan segera menghampiri tempat kerja Hyejun.

"Brengsek!" sapaan pertama yang keluar dari mulut Beomgyu, bersamaan dengan pukulan ke wajah pria di depan saudarinya.

Tidak memberi jeda bahkan ampun, Beomgyu memukul seperti kesetanan. Muak saudarinya terus dilecehkan.

Hyejun tidak bisa menghentikan Beomgyu sendirian, maka gadis itu menelpon polisi untuk datang.

Walau resikonya, dia akan dimarahi atasan juga karena membuat kekacauan di minimarket sampai polisi datang.

"Kalian masih di bawah umur. Telpon orang tua kalian," begitu titah pria berseragam setelah berhasil melerai.

Hyejun gemetar, tidak punya nyali mengangkat kepala apalagi menjawab. Maka Beomgyu di sini yang berbicara, "Kami nggak punya orang tua."

"Oh? Begitukah? Kalau begitu wali, telpon wali kalian. Bagaimanapun kalian anak di bawah umur yang membuat kekacauan, ckck."

Polisi itu mendecak, menyindir kelakuan anak muda yang menurutnya buruk. Sementara si kembar sedang saling melempar tugas.

Terbukti dari tangan Beomgyu dan Hyejun yang saling menyikut. Diam diam saling tunjuk sampai polisi tadi berdeham, "Tunggu apa? Ayo telpon wali kalian!"

Beomgyu mendengus, terpaksa menelepon kakak sulungnya dengan mengatakan, "Kak... bisa datang ke tempat kerja Hyejun...?"

"Kenapa?"

"... Ada polisi..."

"POLISI?!"







"GYU? HYE?"

Keduanya menoleh serempak. Melihat Yeonjun datang tergupuh dengan motornya, memarkirkan asal dan masuk dengan khawatir.

"Kak—"

"Anda wali mereka?" Polisi tadi menyela.

"I-iya, aku kakaknya. Ada apa?"

Polisi menjelaskan beberapa kronologis. Soal pria kurang ajar yang melecehkan Hyejun, Beomgyu yang memukul tanpa ampun dan membuat keributan, juga soal Hyejun yang bekerja sampai larut malam padahal dia anak sekolah.

Inginnya Yeonjun marah, tapi melihat tangan adiknya gemetar daritadi, pemuda itu melewati penjelasan polisi dan memeluk Hyejun tanpa kata.

"Kak...?" panggil Hyejun pelan, merasakan dekapan sang kakak semakin erat.

"Maaf aku kakak yang buruk..."

Ditariknya lengan Beomgyu, memeluk keduanya sekaligus seraya mengusak kepala Beomgyu, "Maaf aku tidak bisa menjaga kalian..."












"Maaf kamu harus bekerja karena gaji kecilku, Hye. Maaf kamu harus menjaga saudarimu karena aku sibuk, Gyu."

"Maaf, karena aku, kalian harus seperti ini. Maaf..."

[continued]

it's a lie, but in a white way [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang