5 : Kak Yeonjun Sakit?
Pagi ini Yeonjun bangun dengan mata panas, tubuh remuk yang sensitif, dan suhu yang lebih daripada normal.
Dia sakit.
Mengerang ketika duduk, kepalanya terasa pening. Mengusak sejenak rambutnya sambil mengecek suhu.
Dia demam.
Yeonjun berusaha bangun. Pergi ke dapur untuk minum air setelah sempat melirik ke pintu kamar adik adiknya.
Mereka bahkan belum bangun pagi ini.
Yeonjun tersenyum kecil, menegak air segelas sebelum mengecek tenggorokannya yang kering. Berdeham.
Dia serak.
Akibat bekerja lembur di kafe kemarin setelah seharian menjadi kurir. Demi menutupi gaji yang dipotong karena ijin menghadiri kompetisi adiknya.
Yeonjun tidak menyesal.
Dia lebih menyesal jika tidak hadir untuk mendukung Beomgyu. Serius, bagi Yeonjun, adik adalah alasan dia masih bertahan di dunia ini.
Berjalan lunglai ke kamar si kembar yang berhadapan, tangannya terulur serempak, mengetuk pintu kamar mereka.
"Bangun. Sekolah," ujarnya.
Biasanya, Hyejun akan bangun lebih dulu. Dengan mata masih mengerjap menahan kantuk, gadis itu akan pergi ke kamar mandi lebih dulu.
Tapi kini, si kembar kompak terbangun. Sama sama berjalan ke kamar mandi dengan lunglai sampai akhirnya berebut dan bertengkar.
Yeonjun tidak punya tenaga lebih untuk melerai adik adiknya. Diam dan mengamati sampai tidak sengaja terbatuk hebat.
Lantas si kembar diam, menoleh panik, "Kak??"
"Kakak nggak apa apa?"
"Kak, sakit?"
"Uhuk, enggak. Ini tersedak aja, uhuk, makanya jangan bertengkar. Gantian sana." Pemuda itu kembali ke meja makan, menyiapkan bekal untuk menutupi sakitnya.
Padahal adik adiknya jelas tahu kalau kakaknya berbohong.
"Oh? Bawa apa?" Hyejun mengangkat alis ketika mendapati Beomgyu pulang dengan sekantung makanan di tangannya.
Sedang Beomgyu ikut bertanya, "Bubur. Kamu sendiri?"
"Obat."
Masuk ke dalam gedung rumah susun tanpa bicara apapun, mereka melangkah beriringan menaiki tangga. Berhenti di lantai empat dan saling melirik untuk membuka pintu.
"Kamu."
"Kamu saja."
"Kamu, Gyu."
"Hye."
"Kamu."
"Kamu."
"Uhuk!"
Reflek, mereka membuka pintu dengan tergesa. Sempat saling sikut saat memasuki rumah sampai diam melihat sang kakak berbaring di atas sofa.
"Kak?" panggil Hyejun, beringsut mendekat.
Tadinya ingin memastikan apa sang kakak benar benar demam, tapi Yeonjun lebih dulu bangun, menghindar.
"Oh? Kalian pulang agak telat hari ini." Yeonjun terkekeh, beranjak dan bertingkah seakan baik baik saja, "Darimana? Itu... apa?"
"Ini... bubur."
"Bubur? Kalo itu... apa, Hye?"
"Obat..."
Yeonjun memandang adiknya tanpa berucap apapun, terkekeh gemas melihat tatapan khawatir si kembar.
"Kenapa menatapku begitu? Haha, aku tidak apa apa, kenapa kalian repot? Sudah makan belum?"
"... Belum..."
"Belum..."
"Hahaha, sana makan. Ada nasi bungkus, seharusnya masih enak. Aku mau tidur lebih dulu—"
"Tapi, kak, buburmu...?"
"Oh? Itu untukku?" Yeonjun terharu, tersenyum gemas, "Taruh saja di sana. Aku akan makan nanti."
"Kenapa nggak makan bareng?" kini ganti Hyejun yang mencegat.
Yeonjun hanya terkekeh, menggeleng kecil sambil menguap. Pergi meninggalkan adik adiknya di ruang tengah.
Padahal dalam benak tengah menghindari adik adiknya yang sudah hapal gelagat Yeonjun ketika sakit.
Makan dengan pelan sambil sesekali terbatuk, terkadang mual dan tidak berselera. Yeonjun menghindari adik adiknya karena takut mereka khawatir.
Yeonjun berbohong kalau dia baik baik saja. Padahal tengah malam ketika semua terlelap, pemuda itu bergelung dengan bubur dan obat di dalam kamarnya, menangis dalam diam karena perhatian adik adiknya.
Membual adalah kebiasaan di rumah ini.
[continued]
KAMU SEDANG MEMBACA
it's a lie, but in a white way [✔]
Historia Cortaft. Choi Yeonjun, Choi Beomgyu they call it as a 'white lies'